POLA PERSAINGAN BISNIS MENURUT PASAL 33 UNDANG-UNDANG DASAR 1945
(Sebuah Balada Tentang Masih Berakunya Hokum Rimba)
A. DEMOKRASI EKOMONI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pembicaraan tentang demokrasi seringkali ditunjukan kepada demokrasi tentang bidang politik. Hal ini dikarenakan pengertian demokrasi memang lebih berkonotasi politik dan kenegaraan. Kata demokrasi sendiri berasal dari penggalan kata Latin, yaitu demos dan kratein. Demos yang berarti rakyat sedangkan kratein berarti pemerintah/mengatur. Dengan demikian, secara harafiah, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat.
Dalam perkembanganya, termitologi demokrasi antara lain berarti :
- Pemerintahan oleh rakyat, apakah secara alangsung atau lewat perwakilan yang di pilih.
- Negara, bagian dari Negara atau komunitas dengan system pemerintahan oleh rakyat
- Pemerintahan yang mayoritas
- Pelaksanaan prinsip persamaan terhadap hak, kesempatan dan perlakuan
- Rakyat banyak
Secara yuridis konstitusional, bentuk demokrasi merupakan landasan pemerintahan republik Indonesia. Landasan pokok dari demokrasi itu sendiri justru terdapat dalam dasar Negara Pancasila lewat sila keempatnya. Di samping itu, pengaturan tentang stelsel tentang pemerintahan dalam Undang-undang Dasar 1945 juga memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi.
Prinsip-prinsip demokrasi juga menerobos ke seluruh kegiatan masyarakat dan Negara. Di antaranya adalah pengejawantahannya ke dalam sector ekonomi. Di Indonesia, prinsip demokrasi ekonomi ini diw adahi oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, dimana cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup ornag banyak di kuasai oleh Negara, dan bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oelh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Karena itu, pada prinsipnya demokrasi ekonomi menurut Undang-Undang Dasar 1945 berintikan :
- Sifat kekeluargaan
- Untuk kepentingan rakyat banyak, Negara menguasai secara langsung atas sector ekonomi yang esensial.
- Untuk kepentingan rakyat banyak, Negara menguasai secara langsung atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dalam sebuah Negara demokrasi, Negara harus menjamin terwujudnya nilai-nilai luhur seperti keadilan, pencangkupan kebutuhan dasar, ketertiban, persamaan atau kebebasan. Terkadang nilai-nilai luhur tersebut saling bertentangan. Terhadap demokrasi dalam bidang ekonomi misalnya, terdapat pertentangan ayang tajam antara nilai persamaan dengan nilai kebebasan, khususnya dalam hal pemilikan sumberdaya aekonomi. Sehingga tepatlah jika dalam hal ini ada sarjana yang mengistilahkan adengan trio konstitusional, yakni kehidupan, kebebasan, dan harta.
Makanya apabila kita ambil praktek perekonomian Indonesia sebagai titik fokus, relevan sekali apa yang pernah dipertanyakan oleh Prof. Mubyarto (1979) sebagai berikut :
… mengapa di Negara yang berdasarkan Pancasila ini, di mana keadilan social merupakan satu pilar pokok, kita mengalami pertumbuhan yang berarti membawa ketidak adilan atau mungkin menjauhi asas Pancasila.
Dengan demikian, benar seperti yang dikemukakan oleh DR. Ruslan Abdulgani, bahwa implementasi dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 selama ini telah menyimpang sehingga perlu di perbaiki.
Salah satu implementasi dari peneyelarasan antara nilai persamaan deengan nilai kebebasan muncul dalam bentuk kompetisi antara kebebasan berusaha untuk memiliki sumber daya dengan pemerataan pendapat di antara masyarakat.
Adalah timpang jika suatu pembangunan ekonomi misalnya hanya semata-mata menitik beratkan kepada program pemerataan dengan melupakan sector pertumbuhan.
Akibat dari tumbuhan suburnya tirani ekonomi seperti ini, segelintir kecil perusahaan besar tumbuh menjadi semakin besar, sementara bagian terbesar pengusaha yang terdiri dari pengusaha yang terdiri dari pengusaha kecil dan menengah akan menjadi semakin kerdil.
Fakta yang ada sekarang tentang betapa merajalelanya perusahaan besar jelas-jelas menunjukkan tentang keadaan ekonomi kita yanga tirani dan tidak demokratis. Yakni adanya kenyataaan bahwa sekotar 300 buah perusahaan konglomerat menguasai 70 % kekayaan nasional, sementara sisanya berupa 30 % diperebutkan oleh ratusan juta penduduk Indonesia.
Terhadap fenomena seperti ini, demokrasi ekonomi di suatu negara yang berkesejah teraan so sial (Social Welfare State) mengisyaratkan pemerintah untuk melakukan intervensi, tidak hanya untuk mendorong pertumbuhan pengusaha menengah dan kecil, seperti program benteng di akhir tahun lima puluh dan awal enam puluh, atau semacam program anak angkat di tahun delapan puluhan.
Adalam hubungan dengan fenomena hidup suburnya perusahaan-perusahaan besar, di samping refleksi demokrasi ekonomi secara makro tersebut yaitu dengan, yaitu dari segi eksternal perusahaan,maka terdapat pula implementasi ekonomi secara internal perusahaan.
Perlindunagn terhadap hak dan kepentingan pekerja merupakan salah satu kristalisasi dari prinsip demokrasi intern korporat di maksud. Operasionalisasi manajemen professional yang adil, abijaksana, efektif dan efesien merupakan suatu keharusan.
Kemudian, refleksi demokrasi ekonomi juga muncul dalam bentuk seberapa jauh perusahaan-perusahaan besar punya tanggung jawabnya. Terhadap lingkungan dan sosialnya.
B. BENTUK-BENTUK USAHA YANG SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG 1945
1. Perusahaan Konglomerat
Grup usaha berbentuk konglomerat merupakan kumpulan perusahaan yang dimiliki oleh seorang/sekelompok orang/sekeluarga yang bergerak dalam bidang-bidang bsinis yang sangat terverifikasi. Karena itu, konglomerat sendiri merupakan pengertian yang netral/bebas nilai.
Dari sgi huku perusahaan, usaha konglomerat tidak lain dari kumpulan perusahaan berbentuk perseroan terbatas, yang umumnya dengan diintegrasi oleh suatu perusahaan holding, yang biasanya juga berbentuk perseroan terbatas.
2. Sokoguru Perekomnomian Indonesia
a. Sokoguru ekonomi dalam bentuk badan usaha milik Negara
Dilhat dari segi kepemilikannya, disamping merupakan perusahaan swata, ada juga konglomerat yang merupakan badan usaha milik Negara (BUMN).
Bidang-bidang yang sangat terpaut dengan kepentingan umum, seperti perminyakan, gas bumi, pelistrikan , kereta api, air minum, merupakan segmen bisnis untuk BUMN. Ini sebagai koneseuensi logis dari eksistensi pasal 33 ayat 2 dan 33 ayat 3 undang-undang dasar 1945, yakni sebagai pengejawantahan dari kata “dikuasai” oleh Negara yang terdapat dalam pasal tersebut.
Rentang waktusejarah perjalanan BUMN menunjukkan berbadai cariasi pengaturan terhadapnya. Untuk penggolongan pengaturan BUMN dpa dilukiskan dalam empat periode sebagai berikut :
1) Perusahaan Negara dalam periode sebelum tahun 1960, yang terdiri dari :
a. Perusahaan Negara berdasarkan indonesische bedrijven wet (IBW), yaitu S. 1927 – 419, yang telah mengalami perubahan antara lain pada tahun 1929, 1936, 1954 dan 1955. Contoh perusahaan IBW adalah jawatan pegadaian, jawatan kereta api, dan sebagainya.
b. Perusahaan Negara berdasarkan indonsische comptabiliteits Wet (ICW), yaitu S. 1864 – 106, yang telah beberapa kali diubah, antara lain dengan S. 1925 – 448. Contoh perusahaan ICW adalah perusahaan Listrik Negara dan Perusahaan Angkutan Motor RI (DAMRI).
c. Perusahaan Negara berdasarkan undang-undang tertenu, yang terdiri dari :
i. Perusahaan yang didirikan oelh bank industry indonesa (BIN), dengan undang-undang no.5 tahun 1952. Bin mendirikan perusahaan-perusahaan seperti PT Pabrik Kertas Blabah, PT Natour Ltd, PT Saridele, dan lain-lain.
ii. Perusahaan asoing yang dinasionalisasikan menjadi perusahaan Negara berdasarkan PP no.23 tahun 1958. Perusahaan yang termasuk golongan ini banyka sekali, tetapi pada prinsipnya dapat diklasifikasikan ke dalam :
1. Perusahaan-perusahaan dagang
2. Perusahaan farmasi
3. Perusahaan-perusahaan industry / pertambangan, dan
4. Perusahaan-perusahaan perkebunan
d. Perusahaan Negara berdasarkan KUHD, yakni PT-PT yang didirikan berdasarkan KUHD tetapi sahmnya dimiliki oleh pemerintah, seperti PT Pertambangan Bauksit Indonesia, PT Pertambangan Timah Belitung, dan lain-lain.
e. Perusahaan berbentuk yayasan, yakni yayasan-yayasan yang dimodali melalui keputusan menteri yang bersangkutan, seperti :
- Yayasan TVRI
- Yayasan Prapanca
2) Perusahaan Negara dalam periode setelah tahun 1960
Berdasarkan undang-undang no. 19 prp/1960 no. 59, tentang perusahaan Negara, maka diaturlah kembali tentang perusahaan Negara ini.
3) Perusahaan Negara dalam periode setelah tahun 1969
Mengingat diantara perusahaan-perusahaan Negara terdapat berbagai bntuk, status hokum, struktur organisasi, system kepegawaian, administrasi keuangan, dan lain-lain, maka ntuk lebih meningkatkan daya guna, hasil guna dan tepat guna dari suatu perusahaan Negara,langkah-langkah deregulasi terhadapnya sudah semakin terasa. Maka sebagai momentum dimulainya langkah deregulasi tersebut, pada tanggal 28 desember 1967, dikeluarkanlah instruksi presiden no.17 tahun 1967, tentang pengarahan dan penyederhanaan perusahaan Negara ke dalam tiga bentuk usaha Negara.
Sebagai follow up dan implementasi dari instruksi presiden no. 17 tahun 1967 tersebut, maka pada tanggal 17 april 1969, dikeluarkanlah peraturan pemerintah penggati undang-undang no. 1 tahun 1969 LN 1969 – 16, tentang bentuk-bentuk usaha Negara.
Akhirnya, dasar hokum terhadap tiga serANGKAI BENTUK PERUSAHAAN Negara tersebut dikukuhkan dengan menetapkan perpu no. 1 tahun 1969 untuk menjadi undang-undang, yakni dengan undang-undang no.9 tahun 1969. Sehingga undang0undang ini disebut sebagai undang-undang tentang bentuk usaha-usaha Negara.
Klasifikasi sehingga menjadi tiga bentuk BUMN tersebut, sebenarnya lebih merupakan pengelompokan yang factual yuridis ketimbang pengelompokan yang fungsional. Pengelompokan tersebut sama dengan yang terdapat dalam inpres no. 17 tahun 1969, yakni :
(1) Perusahaan jawatan, disingkat “perjan”, yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang lahir berdasarkan ketetntuan IBW.
(2) Perusahaan umum, disingkat “perum”, yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang modalnya 100% milik Negara, didirikan berdasarkan undang-undang no. 19 tahun 1960.
(3) Perusahaan perseroan, disingkat persero, yang merupakan perusahaan-perusahaan yang didirikan berdasarakn KUHD.
Khusus terhadap badan usaha milik Negara (BUMN) berbetuk persero, telah pula ditindaklanjuti pengaturannya dengan keluarnya PP no. 12 tahun 1969 tetnagn perusahaan perseroan (persero).
Selanjutnya untuk lebih efektif dalam pembinaan dan pengawasan terhadap perjan, perum dan persero, dikeluarkanlah pp no. 3 tahun 1983 – 3, tentang tata cara pembinaan dan pengawasan perusahaan perjan, perum dan perseor.
Dalam PP 3 tahun 1983 ini, pemisahan kepada tiga bentuk BUMN tersebut tidak lagi semata-mata dilihat secara faktual yuridis, tetapi lebih diliaht secara fungsionalnya. Maka ditentukanlah bahwa :
(1) Perjan diutamakan untuk kegitan di bidang penyediaan jasa-jasa bagi masyarakat, termasuk pelayanan bagi masyarakat
(2) Perum lebih diutamakan untuk berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum di samping mendapat keuntungan.
(3) Persero lebih diarahakn ntuk memupuk keuntungan dan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sector swasta dan/atau koperasi, di luar bidang perjan dan perum.
Apabila pembagian BUMN kepada perjan, perum dan persero tersebut ditempatkan dalam kerangka acuan pasal 33 undang-undang dasar 1945, maka perjan dan perum termasuk ke dalam wadah “dikuasai Negara” seperti dimaksud dalam pasal 33 ayat 2, yakni kekuasaan neara yang secara yang secara langsung atas cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
4) Perusahaan Negara dalam periode setelah tahuhn 1988
Dengan keluarnya keputusan mentri keuangan no. 741/KMK.00/1989, tentang rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, serta pelimpahan wewenang pengambilan keputusan, telah terjadi suatu babak baru bagi perlkembangan BUMN di Indonesia.
Restrukturisasi terhadap perusahaan BUMN dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan efisiensi dan produkstivitas, yang dalam hal ini dilakukan dengan cara :
(1) Perubahan status hokum BUMN kearah yang lebih menunjang pencapaian maksud dan tujuan perusahaan. Misalnya dari perjan ke perum.
(2) Kerja sama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga.
(3) Konsolidasi atau merjer
(4) Pemecahan badan usaha
(5) Penjualan saham melalui pasar modal
(6) Penjualan saham secara langsung (deirect replacement)
(7) Pembentukan perusahaan patungan
Pentingnya restrukturisasi BUMN ini sangat dirasakan dalam praktek. Karena itu, diadakanlahj restrukturisasi ini, dimana data menunjukkan bahwa dari tahun 1989 sampai tahun 1993, telah terjadi tidak kurang dari 65 kasus restrukturisasi BUMN, dimana 49.2 % (31 buah) merupakan restrukturisasi intern, yang terdiri dari :
(1) Perubahan status menjadi persero sebanyak 28 buah, dan
(2) Perubahan status menjadi perum sebanyak 3 buah, yaitu
a. Perum kereta api, dari perjan menjadi perum
b. Perum pegadaian, dari perjan menjadi perum
(3) Perum percetakan Negara, dari perusahaan Negara menjadi perum
Di samping itu, dalam proses restrukturisasi BUMN ini, ada BUMN yang telah dilikuidasi, di jual seluruhnya, atau dijual sebagian, antara lain seperti terlihat dalam table berikut ini.
No. |
Nama BUMN |
Usaha |
Likuidasi |
Jual semua |
Jual sebagian |
1 |
PT Metrika |
Alat listrik |
X |
|
|
2 |
PT kertas kraft cilacap |
Kertas |
X |
|
|
3 |
PTP XVII |
Pembuatan karung goni |
X |
|
|
4 |
Karya nusantara |
Pabrik coklat |
X |
|
|
5 |
Perum pengeringan tembakau bojonegoro |
Pengeringan tembakau |
|
X |
|
6 |
Pt lepin |
Konstruksi pemb. Pabrik tekstil |
|
X |
|
7 |
Angkutan pertambangan |
Pelayaran/angkutan batu bara |
|
X |
|
8 |
Pt industry marmer tulung agung |
Pertamb. Marmer |
|
X |
|
9 |
Pt kertas goa |
Kertas |
X |
|
|
10 |
Pt pabrik kertas basuki rahmat |
Kertas |
|
|
X |
11 |
Pt pabrik kertas biabah |
Kertas |
|
|
X |
12 |
Pt pabrik kertas padalarang |
Kertas |
|
|
X |
13 |
Pt intirub |
Pabrik ban |
|
|
X |
Sebagai konsekuensi dari usaha-usaha restrukturisasi bumn tersebut, maka data dari tahun 1986 sampai dengan 1993 menunjukkan bahwa telah terjadi penciutan jumlah BUMN selama periode tersebut, dari 214 buah di tahun 1986 menjadi 181 di tahun 1993 (sampai Maret 1993).
Restrukturisasi BUMN lewat pasar modal juga merupakan salah satu langkah ideal, tetapi persyaratan untuk itu cukup ketat. Satu dan lain hal mengingat cukup ketatnya aturan main di bursa-bursa saham.
Di samping restrukturisasi secara go international, dapat juga dilakukan restrukturisasi internal dengan perusahaan-perusahaan holding.
b. Sokoguru Ekonomi Berbentuk Koperasi
1. Pengertian koperasi
Koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang melakukan kerja sama tanpa modal untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama-sama.
Koperasi sebenarnya bukanlaj monopoli Indonesia. Diluar negeri pun bentuk usaha koperasi dipraktekkan bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
2. Perkembangan koperasi
Perkembangan koperasi di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu masa pra kemerdekaan dan masa pasca kemerdekaan.
a. Koperasi pada masa pra kemerdekaan
Karena pemerintah hindia belanda memperlakukan asa konkordansi, yakni suatu asas yang menyatakan bahwa hukkum dan perundang-undangan di negeri belanda berlaku juga bagi wilayah hindia belanga sebagai Negara jajahannya, maka dibentuklah peraturan koperasi di hindia elanda tanggal 7 april 1915, S. 431 1915, yang berjudul verordening op de cooperatieve verenigingen.
b. Koperasi pada masa pasca kemerdekaan
Setelah kemerdekaan, koperawsasi dicoba pacu untuk menjadi pilar utama pembangunan ekonomi, baik semasa orde lama maupun pada masa orde baru.
Maka tahun 1958, dikeluarkanlah Undang-undang No. 79 Tahun 1958, LN 1958 – 139 tentang Perkumpulan Koperasi.
Akan tetapi pada pihak lain, pengaturan dam undang-undang No.12 Tahun 1967 masih sarat idealism dan karenanya campur tangan pemerintah untuk pembinaannya masih terlalu dalam. Landasan koperasi menurut Undang-undang Tahun 1967 ini adalan :
(a) Landasan Ideal : Pancasila
(b) Landasan structural : Udang-undang Dsar 1945
(c) Ladasan Gerak : pasal 33 ayat 1 1945
(d) Landasan Mental : Setia kawan dan kesadaran berpribadi
Karenanya, dengan nuansa bertendensi frustasi, akhirnya dibuat lagi suatu undang-undang Koperasi No.25 tahun 1992, tanggal 21 Oktober 1992, LN 1992 No. 116, yang dalam hal ini menggantikan Undang-undang No. 12 tahun 1967.
Kemandirian koperasi merupakan salah satu missi yang diemban oleh Undang-undang No. 25 Tahun 1992. Disamping itu kehidupan koperasi di arahkan agar menjadi organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, partisipatif fan berwatak social. Memang terlihat bahwa kedudukan koperasi menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tersebut lebih realistis dari undang-undang sebelumnya.
c. Sokoguru ekonomi berbentuk perusahaan swasta
Menurut system Undang-undang Dsar 1945, sector swasta kurang mendapat tempat dibandingkan dua sokoguru ekonomi lainnya. Apalagi tentunya sector swasta yang dimotori oleh segelintir kecil para pengusaha besar. Tegas-tegas Pasal 33 ayat 1 Undang-undang dasat 1945 mengatakan bahwa perekonomian (tanpa kecuali) disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Keberadaan BUMN dapat ditopang oleh pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dsar 1945. Hanya secara tersirat dan eksepsional, lewat memori penjelasan Undang-undang Dasar 1945 dapat di tarik kesimpulan bahwa hanya perusahaan yang tidak menmguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan orang seorang.
C. PERLINDUNGAN PENGUSAHA KECIL
1. Political Will Pemerintah terhadap Perlindungan Pengusaha Kecil
Dalam rangka mencapai tujuan pemerataan dan keadilan dari pembangunan bangsa, maka berbagai program perlindungan pengusaha kecil mesti dilaksanakan.
Dimalaysia misalnya, disana dengan tegas dikumandangkan program-program perlindungan masyarakat Malaya (Pribumi). Program-program tersebtu disana dioprasionalisasikan secara cukup komprehensif, terencana, terstruktur dan sistematis. Bahkan juga Indonesia dalam dasawarsa tahun lima puluhan, dengan Program Benteng, pemerintahan kala itu tanpa segan-segan mengumandangkan program perlindungan pengusaha pribumi.
Jadi di antara program-program perlindungan pengusaha kecil yang pernah dikumandangkan sampai saat ini, yang paling komprehensif dan realistis justru dilaksankan pada masa Orde Lama lewat Program Bentenganya itu.
Akibat dari Program Benteng ini jelas terlihat dengan lahirnya pengusaha-pengusaha pribumi yang tangguh seperti Abdul Ghani Azis, Eddy Kowara, Pardede, Agoes Saad, dan lain-lain. Demikian juga pada masa orde lama tersebut muncul nama-nama seperti Ahmad Bakrie, Markham, dan sebagainya. Kini kerajaan bisnis mereka satu demi satu berguguran. Hal ini disebabkan oleh :
(1) Mereka tidak lagi mendapat angin dari pemerintah.
(2) Umumnya mereka tidak punya program alih generasi yang baik.
(3) Absennya tenaga manajer professional.
Jadi, berbeda dengan Program Benteng di masa Orde Lama yang lebih menekan pada prinsip “perlindungan” pengusaha kecil, maka pada era setelah 1965, yang lebih ditekankan adalah program-program “pembinaan” pengusaha kecil. Sehingga. Pada era setelah 1965 ini, para pengusaha kecil menjadi lebih “manja”, dan akibatnya tidak seperti pada masa Orde Lama, maka pada masa Orde Baru ini tidak ada di antara mereka yang menjadi pengusaha tangguh.
2. Bidang – bidang perlinduang pengusaha kecil
Pada prinsipnya, seluruhnya program perlindungan terhadap pengusaha agolongan ekonomi kecil di masa setelah tahun 1965, dapat di klasifikasikan ke dalam bidang-bidang sebagai berikut :
- Bidang banking dan financial
- Bidang yang berhubungan dengan equity perusahaan
- Bidang produksi dan tata niaga
- Perlindungan pengusaha kecil dan bidang banking dan financial
Perlidungan pengusaha kecil di bidang yang berkenaan dengan perbankan dan financial ini dapat berupa penyediaan kredit khusus untuk pengusaha kecil atau pun penyediaan penunjuk bank yang khusus melayani pengusaha kecil
Penyediaam kredit untuk pengusaha kecil pernah dilaksanakan lewat program-program Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Pemanen (KMKP), Kredit Candak Kulak, atau kredit Desa Mini, yang banyak di laksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia atau Bank-bank Perkreditan rakyat atau oleh bank lainya.
b. Perlindungan pengusaha kecil dalam Bidang yang Berkenaan dengan Equity
Bidang yang kedua tentang perlindungan pengusaha kecil adalah yang berkenaan dengan equity perusahaan. Untuk itu dapat dilaksanakan lewat berbagai cra, antara lain dengan jalan pengalokasiaan sebagai saham ke koperasi, penyisihan sebagai laba perusahaan ke koperasi/pengusaha kecil, dan lewat modal ventura
c. Perlindungan Pengusaha Kecil dalam Bidang Berkenaan dengan Produksi dan Tata Niaga
Bidang ketiga dari program perlindungan pengusaha kecil adalah yang berkenaan dengan bidang Produksi dan Tata niaga. Dalam hal ini, pola pembinaan dilakukan oleh berbagai pihak yaitu:
- Sesama swasta
- Oleh organisasi swasta
- Oleh pihak pemerintah
(1) Pola Kemitraan Usaha.
(2) Pola pemberian hak privege
Pernah juga ada usaha perlindungan pengusaha kecil lewat pemberian kemudahan/hak privilege tertentu. Misalnya apa yang di rencanakan pemerintah lewat program yang terkenal dengan Keppres 14, 14A dan sebagainya.
Selanjutnya pernah juga dilakukan pembinaan usaha kecil lewat program-program pembuatan Pasar Inpres atau pasar percontohan.
(3) Pola pemberian Kemudahan pajak
Dapat juga dilakukan perlindungan pengusaha kecil lewat pemberian keringana pajak, bahkan bila perlu pembebasan pajak terhadap jenis usahan tertentu, atau terhadap usaha sampai jumlah tertentu dalam hubungan dengan usaha yang dilaksanakan oleh pengusaha kecil.
(4) Pola pelaksanaan Policy Anti Monopoli dan Antitrust
Siatu upaya yang juga sebenarnya cukup ampuh bagi perlindungan pengusaha kecil adalah lewat pembuatan dan pelaksana peraturan-peraturan yang berhubungan dengan monopoli dan antitrust.
Di USA tentang antitrust dan anti monopoli ini di atur antara lain dalam:
- Sherman Act (1890)
- Clayot Act (1914)
- Robinson – Patman Act (1936)
- Federal Commision Act (1914)
Pada prinsipnyaaaa antitrust dan anti monopoli bertujuan untuk menciptakan agar berjalan secara baik dan efesien. Dilakuakn dengan jalan menghindari unsur-unsur monopoli dan berbagai bentuk persaingan tidak wajar lainya.
(5) Pola subsubcontracting dan feranchise
Program perlindungan usaha kecil di bidang produksi dan tata niaga dapat juga di wujutkan melalui pola-pola kerja sama yang lebih businesslike, dimna pengusaha besar menjalin kerja sama bisnis dengan pengusaha kecil yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Untuk itu antara lain di lakukan dengan cara :
- Pola sub contracting dan
- Pola kerja sama delam bentuk franchise
Hanya dalam praktek baik pola sub contracting maupun pola franchise belum mengarah kepada perlindungan pengusaha kecil. Bahkan seringkali terjadi dalam praktek bahswa pihak sub contractor dan pihak penerima hak franchise justru terdiri dari pengusaha kuat.