Fly Over Ciputat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mencapai masyarakat yang lebih tinggi derajatnya dan modern di perlukan pendidikan dan tingkat kelancaran lalu lintas yang baik. Meskipun dalam pelaksanaan belum adanya pemerataan dalam bidang tersebut. Oleh karena itu, ketika daerah ciputat sedang mengalami pertumbuhan yang pesat dangan keadaan pasar ciputat yang macet yang selalu menggangu danmenghambat jalannya mobilitas penduduk. Pada waktu sibuk yaitu pagi dan sore terjadi kemacetan yang panjang dan siang hari terasa hawa yang sangat panas dan menyengat.
Pembangunan daerah ciputat demi peningkatan kualitas manusia dan masyarakatnya yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pembangunan daerah membawa masyarakat Indonesia ke arah mordenisasi di segala bidang.
Akan tetapi, akibat lebih mengutamakan pertumbuhan pendidikan pada tahun 2002. Demi untuk memperbaiki mutu pendidikan. Setelah gedung-gedung dan fasilitas umum dibangun sumber daya manusia yang digunakan, ditingkatkan ini semua bisa dilihat pada tahun 2007 terjadi pembangunan flay over di ciputat. Semua itu, Berkaitan dengan mental masyarakat yang tidak disentuh program pembangunan.
Pembangunan mental masyarakat berkaitan erat dengan pembengunan bidang pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam UU No.25 tahun 2000 tentang Program Pengembangan Nasional.Tahun 2000-2004 Bidang Pendidikan diuraikan bahwa saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan menonjol bahwa saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan menonjol yaitu, (1) Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan , (2) Masih rendahnya kualitas dan relevasi pendidikan dan , (3) Masih lemahnya manjemen pendidikan disamping belum terwujutnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi dikalangan akademisi .
Ketimbangan pemerataan pendidikan juga terjadi antar wilayah geografis, yaitu antara perkotaan dan pedesaan, antar tingkat pendapatan penduduk atau antar gender.
Ketimbangan pemerataan, terutama dibidang pendidikan yang rendah akan berakibat pembangunan sumber daya manusia belum bisa ditingkatkan taraf hidup. Jika taraf hidup libih baik, status ekonomi mereka pun akan membaik. Golongan masyarakat dengan status social ekonomi yang baik akan menginginkan pendidikan bagi anak-anaknya yang lebih baik dan berkualitas. Begitu pula, sarana transportasi yang sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan pembangunan.
Manakah yang lebih dahulu, antara pendidikan dengan pembangunan transpotrasi yang nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas taraf hidup masyarakat ciputat. Kajian ini merupakan suatu bahan pembicaraan yang sudah lama dilakukan.
Pada awal-awal tahun 2007 ciputat mengadakan pembangunan flay over. Pembangunan tersebut guna membantu kelancaran transportasi lalu lintas. Semua itu, merupakan proses yang memakan waktu yang cukup lama atau panjang. Jadi, pda masa pembangunan flay over harus ada yang dikorbankan yaitu; 1) Pembersihan ruko-ruko yang dipinggir jalan, 2) Perusakan jalan guna pengeboran, disamping itu, kemacetan di ciputat akan bartambah. Oleh karena itu kajian tentang mobilitas social yang terjadi antar generasi merupakan satu hal penting dilakukan.
Masyarakat daerah ciputat yang multikultur, akan memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan mobilitas social. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan flay over ciputat dengan keterlambatan hadirnya siswa, khususnya SMA Triguna Utama ciputat. Untuk melihat dan lebih memfokuskan penlitian akan diambil dari data keterlambatan siswa SMA Triguna Utama untuk melihat pengaruhnya pembangunan flay over.
Dalam analisis ini penulis kan mengangkat permasalahan sebagai objek penelitian secara kritis dan kompratif. Penulis dalam hal ini juga mengunakan pengamatan dengan data yang lengkap agar karya tulis ini disajikan dengan baik dan benar.Penulis mengangkat keterlambatan hadir sisiwa SMA Triguna Utama dengan pengaruh dari pembangunan flay over ciputat. Alasan dibuatnya karya tulis ini adalah untuk mengadakan analisis. Dalam karya tulis ini diberi nama judul “ Keterlambatan hadir siswa SMA Triguna Utama dengan kemacetan pembangunan flay over ciputat. Karya tulis ini pun dapat bermanfaat bagi pembaca apresiasi sebagai informasi dan pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak kehadiran (keterlambatan) hadir siswa SMA Triguna Utama dengan pembangunan flay over ciputat?
2. Bagaimana situasi kemacetan/kelancaran pasar ciputat dengan pembangunana flay over ciputat?

C. Hipotesis
Semakin tinggi kepadatan lalu lintas pasar ciputat, ketidak disiplinan dan pembangunan flay over ciputat. Semakin bertambahnya kemacetatn pasar ciputat, sehingga meningkatnya daftar keterlambatan siswa SMA Triguna Utama ciputat.

D. Pembatasan Masalah
Dalam tugas ini, peneliti hanya menitik beratkan kepada masalah keterlam batan siswa SMA Triguna Utama ciputat akibat pembangunan flay over ciputat.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian .
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey. Artinya penelitian ini yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang sama atau sejenis dari berbagai orang terutama documenter dan kuesioner.Untuk memperoleh tingkat generalisasi yang tinggi biasanya digunakan jumlah.
Untuk melihat keterlambatan siswa pada keterlambatan kehadiran siswa di SMA Triguna Utama yang bisa menampilkan data yang diperlukan.

B. Objek penelitian
Populasi untuk penelitian ini akan diambil dari satu kelas yang bisa mewakili keberagaman responden. Sempel yang diambil lebih spesifik lagi adalah siswa SMA Triguna Utama kelas XII IPS yang terdapat 36 siswa.

C. Teknik pengambilan sample
Teknik pengambilan sempel menggunakan sempel acak sederhana ( sempel random samping ) artinya setiap subjek penelitian memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi sample.

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan penilitian survey sehingga memerlukan responden yang besar jumlahnya untuk bisa menggeneralisir permasalahan yang diujikan. Untuk itu, akan digunakan instruman penelitian berupa kuesioner, pengamatan dan angket.

Published in: on March 31, 2010 at 2:20 am  Leave a Comment  

Asbabun-Nuzul

A. Pengertian Asbabun-Nuzul

Menurut Dr. Shubhi as-Shalih, pengertian Asbabun-Nuzul secara terminologis adalah:
Suatu peristiwa atau pertanyaan yang melatar belakangi turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut mengandung informasi mengenai peristiwa itu, atau memberikan jawaban terhadap pertanyaan, atau menjelaskan hukum yang terkandung dalam peristiwa itu, pada saat terjadinya peristiwa / pertanyaan tersebut.
Berdasarkan definisi ini maka Ilmu Asbabun-Nuzul dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang historis turunnya ayat-ayat Alquran. Baik berupa peristiwa maupun berupa pertanyaan. Jika sebabnya berupa peristiwa, maka ayat yang turun mengandung informasi tentang peristiwa tersebut atau memberikan penjelasan terhadap hukum yang terkandung di dalamnya, pada saat peristiwa itu terjadi. Jika sebabnya berupa pertanyaan, maka ayat yang turun akan berfungsi sebagai jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

B. Makna Ungkapan-ungkapan Sebab Nuzul
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun-nuzul itu terjadinya pada masa Rasulullah, atau lebih khusus lagi, pada masa turunnya ayat-ayat Al-quran. Dengan demikian asbabun-nuzul hanya dapat diketahui melalui penuturan para sahabat Nabi yang secara langsung menyaksikan terjadinya peristiwa atau munculnya pertanyaan sebab nuzul. Hal ini berarti, bahwa Asbabun-Nuzul haruslah berupa riwayat yang dituturkan oleh para sahabat.
Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul menggunakan ungkapan yang berbeda antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan tersebut tentunya mengandung perbedaan makna yang memiliki implikasi pada status sebab nuzulnya.
Macam-macam ungkapan/redaksi yang digunakan sahabat dalam mendeskribsikan sebab nuzul antara lain:
1. kata سبب (sebab). Contohnya seperti:
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا… (sebab turunnya ayat ini demikian …)
Ungkapan (redaksi) ini disebut sebagai redaksi yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi seperti ini menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat, tidak mengandung makna lain.
2. kata فـــ (maka). Contohnya seperti:
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ (telah terjadi peristiwa ini dan itu, maka turunlah ayat). Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3. kata في (mengenai/tentang). Contohnya seperti:
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا … (ayat ini turun mengenai ini dan itu). Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menunjukkan sebab turunnya suatu ayat. Akan tetapi masih dimungkinkan mengandung pengertian lain.

C. Kaedah-kaedah Penetapan Hukum Dikaitkan dengan Sebab Nuzul.
Dalam memahami makna ayat Alquran yang mengandung lafal umum dan dikaitkan dengan sebab turunnya, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan dasar pemahaman.Karena itu, berkaitan dengan masalah ini ada dua kaedah yang bertolak belakang.

Kaedah pertama menyatakan:
اْلعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada bentuk umumnya lafazh (bunyi lafazh), bukan sebabnya yang khusus).
Kaedah kedua menyatakan sebaliknya:
اْلعِبْرَةُ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ لَا بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ
(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada penyebabnya yang khusus (sebab nuzul), bukan pada bentuk lafazhnya yang umum).

Contoh Penerapan Kaedah Pertama.
Firman Allah, Surat An-Nur ayat 6:
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. [Q.S. An-Nur: 6].
Jika dilakukan pemahaman berdasarkan bentuk umumnya lafal terhadap surat An-Nur ayat 6 di atas, maka keharusan mengucapkan sumpah dengan nama Allah sebanyak empat kali bahwa tuduhannya adalah benar, berlaku bagi siapa saja (suami) yang menuduh isterinya berzina. Pemahaman yang demikian ini (berdasarkan umumnya lafal) tidak bertentangan dengan ayat lain atau hadits atau ketentuan hukum yang lainnya
Contoh Penerapan Kaedah Kedua,
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situ-lah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas Rahmat-Nya, lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115).
Jika dalam memahami ayat 115 ini kita terapkan kaedah pertama, maka dapat disimpulkan, bahwa shalat dapat dilakukan dengan menghadap ke arah mana saja, tanpa dibatasi oleh situasi dan kondisi di mana dan dalam keadaan bagaimana kita shalat. Kesimpulan demikian ini bertentangan dengan dalil lain (ayat) yang menyatakan, bahwa dalam melaksanakan shalat harus menghadap ke arah Masjidil-Haram. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Alllah:
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah: 149).
Akan tetapi, jika dalam memahami Surat Al-Baqarah ayat 115 di atas dikaitkan dengan sebab nuzulnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa menghadap ke arah mana saja dalam shalat adalah sah jika shalatnya dilakukan di atas kendaraan yang sedang berjalan, atau dalam kondisi tidak mengetahui arah kiblat (Masjidil-Haram). Dalam kasus ayat yang demikian ini pemahamannya harus didasarkan pada sebab turunnya ayat yang bersifat khusus dan tidak boleh berpatokan pada bunyi lafazh yang bersifat umum.
D. Kegunaan Asbabun-Nuzul
Keharusan mengetahui sebab nuzul untuk memahami isi kandungan Alquran tentu tidak untuk semua ayat Alquran. Karena tidak semua ayat dalam Alquran memiliki sebab nuzul. Bahkan ayat yang turun tanpa sebab nuzul jumlahnya jauh lebih banyak daripada ayat-ayat yang mempunyai sebab. Namun pembahasan tentang sebab nuzul mendapat perhatian yang sangat besar dari para ahli Ulumul-Quran. Hal ini menunjukkan pentingnya kajian Asbabun-Nuzul dalam Ulumul-Quran. Di antara arti pentingnya adalah:
1. Mengetahui rahasia dan tujuan Allah menysyariatkan agamanya melalui ayat-ayat Alquran.
2. Memudahkan pemahaman Alquran secara benar, sehingga terhindar dari kesukaran dan memperkecil kemungkinan salah.
3.Asbab an-Nuzul memperkuat hafalan Alquran, terutama ayat-ayat yang memiliki kemiripan ungkapan.

Published in: on March 30, 2010 at 10:35 am  Comments (1)  

Membuat Naskah Buku yang Berkualitas

Naskah buku yang berkualitas adalah dambaan setiap penerbit. Hampir dipastikan penerbit hanya akan menerbitkan naskah-naskah yang berkualitas. Naskah yang berkualitas tidak hanya memiliki bobot isi yang baik, tapi juga bidikan pasar yang marketable. Bobot isi yang baik tidak terletak pada tema yang diangkat. Tema tidak menentukan apakah sebuah buku—meminjam istilah Hernowo—“bergizi” atau tidak. Tema hanya menentukan selera.

Lalu, apa saja yang membuat naskah buku berkualitas ?
Tentu, di samping materi yang berbobot, paling tidak ada 2 hal yang patut diperhatikan menyangkut naskah yang berkualitas:

Pertama, bahasa buku. Sehebat apapun materi yang disajikan, tapi penataan bahasanya kacau—tidak memenuhi kaidah-kaidah reasoning (penalaran)—naskah buku tersebut akan menjadi tidak

menarik. Karenanya, bahasa perlu diolah sedemikian rupa agar ketika naskah dibaca, terasa enak, mengalir, mudah dicerna, dan mengasyikkan, serta merangsang nalar.

Untuk membuat sebuah bahasa yang mampu merangsang nalar, maka, 1) susunan kalimat dan gerombolannya harus logis. 2) seluruh kalimatnya diupayakan memiliki diksi (pilihan kata) yang indah dan menggairahkan. 3) penyajian keseluruhan bahasa memiliki koherensi (keterkaitan) dan komposisi (ketersusunan) yang selain harmonis juga menyimpulkan.

Kedua, mengemas “daya pikat”. Sebuah buku, dikatakan berkualitas, selain karena materinya oke, bahasanya tertata dengan baik, juga karena tampilan bukunya yang memikat. Untuk naskah buku, tak banyak yang bisa diperbuat oleh penulis untuk mengemas daya pikat. Pihak penerbit yang banyak berperan.

Tapi, membuat judul yang “menggigit”, satu dari banyak hal yang bisa dilakukan oleh penulis untuk mendongkrak kualitas naskah buku. Perhatikan buku-buku yang berhasil best seller, judul-judulnya menggigit bukan? Bahkan acapkali judulnya lebih “menggigit” ketimbang isi buku itu sendiri.

Dalam sebuah acara diskusi buku Seks In The Kost di Aula Fakultas Psikologi Unair Surabaya, Iip Wijayanto pernah diprotes dengan judul bukunya itu yang teramat provokatif. Isi buku itu dinilai beda jauh dengan judulnya. Karenanya Iip dituding hanya mengejar keuntungan.

Dari aspek judul, buku-buku Iip memang cukup kontroversial. Di antaranya, 97,05 Persen (hasil penelitian tentang virginitas mahasiswi Jogja), Seks In The Kost, Seks Kalangan Terpelajar, dan Kampus Fresh Chiken. Tapi kalau membaca isinya, buku-buku itu lebih kepada analisis seks menggunakan ilmu tasawuf.

Apa kata Iip? Iip mengaku sengaja memilih judul-judul yang kontroversial dan komersial. Bagi Iip, judul buku yang “heboh” itu adalah strategi saja. Karena, menurutnya, kalau judul bukunya mengandung unsur religius, maka pangsa pembacanya hanya kalangan tertentu. Judul-judul yang “heboh” merupakan strategi agar pesan dakwah sampai ke banyak kalangan.

Maka, tak heran bila buku-buku Iip dapat menembus angka penjualan yang lumayan spektakuler. Buku Seks In The Kost-nya Iip misalnya, terjual 20.000 eksemplar pada dua bulan pertama.

Terlepas dari benar-tidaknya apa yang dilakukan Iip, “kasus” judul-judul Iip yang kontroversial, memberi pelajaran kepada kita pentingnya membuat judul yang “menggigit”.

Membangun Tradisi Membaca, Kunci Utama Menjadi Penulis Buku (1)
Termasuk pula ketika seseorang ingin menapak jalan menuju kesuksesan sebagai seorang penulis buku, maka tak pelak ia terlebih dahulu harus membangun tradisi membaca yang kuat dalam hidupnya. Tanpa ini, maka hampir dipastikan jalan untuk menjadi penulis buku yang sukses akan sia-sia.
Logikanya sederhana, menulis buku tentu berhubungan dengan banyak hal yang berbasis pada ilmu, informasi, dan pengetahuan. Dan kesemua hal itu hanya bisa diperoleh dari hasil kerja membaca, baik membaca dalam arti tekstual seperti membaca buku, atau pun membaca dalam arti kontekstual seperti membaca alam atau peristiwa kehidupan.
1. Teori Kendi
Ada sebuah teori sederhana yang bisa menjadi bahan untuk menjelaskan pentingnya “membaca” (sebagai proses menyerap ilmu dan informasi) sebagai kunci bagi seseorang yang ingin menjadi penulis buku. Teori itu adalah “teori kendi”.

Pernah Anda melihat kendi ? Benda yang sederhana dan terbuat dari tanah liat yang dibakar itu ternyata menyimpan sebuah teori yang sangat penting, khususnya mengenai menulis buku.
Sebuah kendi, ada kalanya diisi air. Namun, kadang juga airnya ditumpahkan untuk diminum. Kendi itu akan tumpah airnya seandainya dimasuki air terus-menerus. Lalu apa hubungannya antara kendi dengan menulis buku ?

Menulis buku pun tidak jauh berbeda dengan kendi. Diibaratkan kendi itu adalah tubuh manusia. Seseorang yang jenius sekalipun tidak akan bisa menulis buku kalau tak pernah memberi “air” dalam “kendinya”. Air itu adalah ilmu, pengetahuan, data, informasi, pengalaman, pengamatan, dan lain-lain. Tentu kita tidak akan bisa menulis buku tentang “pendidikan seks Islami”, misalnya, apabila kita tak pernah menyerap ilmu, pengetahuan, informasi, tentang hal itu.

Serupa dengan teori kendi adalah “teori ember” yang dikemukakan oleh YB. Mangunwijaya. Dalam wawancara dengan majalah sastra Horison (XXI/365-367) YB. Mangunwijaya mengatakan yang intinya adalah, bahwa penulis itu ibarat ember yang penuh berisi air. Jika ember ini diisi air lagi, pasti ada air yang akan luber. Penulis diandaikan penuh (secara relatif) oleh pengetahuan, apa pun itu. Kalau ia “diisi” (dalam arti membaca) pasti lama-lama akan ada “luber”, maksudnya dibagikan kepada khalayak ramai melalui karya tulisan.
2. Penulis (Buku) yang Baik adalah Pembaca (Buku) yang Baik Pula
Untuk itu, tradisi membaca memang merupakan tradisi yang tak bisa ditawar-tawar lagi bagi seorang calon penulis buku. Seorang penulis (buku) yang baik tentu adalah juga seorang pembaca (buku) yang baik pula. Karena seorang penulis buku haruslah seorang yang kaya wawasan. Menulis buku berarti memberi informasi atau wawasan kepada masyarakat. Sehingga seorang penulis buku haruslah “lebih pandai” dari pembacanya.

Dengan tradisi membaca pula, banyak pengetahuan yang akan didapat dan wawasan pun akan kian luas membentang. Pengetahuan yang banyak dan wawasan yang luas adalah “bahan baku utama” yang siap “dimasak” menjadi aneka buku yang akan dinikmati masyarakat. Dengan banyak membaca pula seorang penulis akan selalu produktif menghasilkan karya dan tidak akan kehabisan ide.

Strategi Menutup Artikel

Menutup artikel tidaklah sesulit membuat pembukanya (intro). Meski demikian, keduanya sama-sama penting. Bisa juga dengan menggunakan teori yang sama seperti teknik membuka artikel.

Bedanya, kalau pembuka, mengantarkan pembaca untuk memasuki emosi pemikiran penulis, sementara penutup artikel berfungsi sebagai penyampai gagasan utama, atau kabar kepada pembaca, bahwa tulisan sudah berakhir.

Bayangkan, bagaimana jadinya jika sebuah tulisan tidak ada penutupnya? Pasti hambar rasanya. Kita bisa menutup artikel dengan 7 hal berikut.

1. Menyampaikan Kembali Ide Pokok
Ide pokok sebenarnya sudah terurai di sebuah tulisan yang sedang digarap. Namun di alinea paling akhir, nyatakan kembali ide pokok itu. Cuma, dengan bahasa (kata-kata) yang berbeda. Tetapi muatan utamanya sama, sebagaimana tertuang dalam tulisan tersebut.

Misal, sebuah artikel berjudul “Utang Ibadah yang Mulia” (MQ, Oktober 2003). Ditulis oleh Purdi E. Chandra seorang Presdir Primagama Group. Ia menjelaskan, untuk berani membuka usaha walau pun dengan jalan hutang. Kita perhatikan alinea penutupnya.

Utang bukan pantangan untuk mengembangkan usaha, mungkin sedikit memelesetkan pesan Bung Karno menjadi “gantungkan utangmu setinggi langit”. Dengan utang, kita bisa kembangkan bisnis dan membuka peluang bekerja pada banyak orang. Itu sebuah ibadah yang mulia. Jadi, tak keliru kalau saya berkeyakinan bahwa utang untuk bisnis adalah sebuah ibadah yang mulia. Anda setuju?
2. Mengajak Pembaca untuk Beraksi
Artikel ditulis untuk mempengaruhi pembaca agar segera beraksi. Melakukan hal-hal yang semestinya menurut penulis harus dilaksanakan. Contoh ini bisa kita tiru dalam “Al-Aqsha, Nurani yang Terkoyak”, tulisan ASM. Romli (MQ, Oktober 2003).

Selayaknya, paling tidak setiap peringatan Isra Mi’raj (27 Rajab) umat Islam memikirkan dan memprogram pola perjuangan bagi pembebasan Yerusalem (Palestina), menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap Al-Aqsha di kalangan umat, sehingga rakyat muslim di berbagai negara dapat mendesak pemerintahnya untuk bersatu dengan pemerintah muslim lain, demi pembebasan Yerusalem. Wallahu a’alam.”
3. Do’a atau Harapan
Ada kalanya artikel ditulis dengan nada permohonan atau harapan. Biasanya tulisan semacam ini, dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian sebelumnya yang dianggap belum optimal.Namun bisa juga ditulis karena masa depan yang akan diraih masih dalam tahap perhitungan-perhitungan tertentu atau belum jelas.

Kita simak kata penutup tulisan H. Rachmat M.A.S berjudul “Benang Hitam Khusus di Malam Gelap” (Pikiran Rakyat,15 September 2003).

Ya Allah Yang Maha Melindungi, lindungilah Bandung dan pemerintahannya dari manusia-manusia yang berniat jahat mau mencari di atas penderitaan rakyat. Ya Allah, ya Tuhan kami, berikanlah kebaikan dunia dan kebaikan akhirat kepada kami dan lindungilah kami dari api neraka. Amiin.
4. Kesimpulan dari Sudut Kronologios
Banyak yang menulis artikel dengan cara beberapa judul kecil (sub jusdul). Model ini, penutupnya, bisa menggunakan gaya dengan cara menuturkan simpulan kronologis. Uraian sangat singkat batang tubuh tulisan.

Contoh demikian terdapat dalam “Relevansi Dakwah dan Toleransi Beragama”, tulisan Yusuf Burhanuddin (Republika, 22 Agustus 2003). Yusuf membuat judul kecil dengan, “Epistomologi Dakwah”, “Tujuan Dakwah”, dan “Realitas Kosmologis.”

Toleransi akhirnya menjadi keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dalam menata khidupan bersama. Dan bukanlah semata bertujuan untuk meng’agama’kan seluruh segmen kehidupan melainkan bagaimana mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan terutama dalam enghargai keragaman. Wallahu a’alam.
5. Anekdot
Pesan: kritik sosial, cukup efektif dengan menggunakan humor. Tidak keras, tapi sasarannya tercapai serta mengena di hati pembaca.
Misal, kita menulis tentang “Rendahnya Budaya Berpikir di Kalangan Masyarakat Indonesia”. Kita bisa menutup humor seperti di bawah. Saya tidak tahu persis siapa pencipta anekdot ini.
Suatu saat di Jerman ada pameran otak. Otak yang paling mahal adalah otak yang jarang digunakan untuk berpikir. Sebaliknya, otak yang sudah rusak nilai jualnya rendah, sebab terus menerus digunakan untuk berpikir. Otaknya difungsikan. Ternyata, seluruh pengunjung pameran menyerbu stand Indonesia untuk membeli otak-otak orang Inonesia. Karena otaknya masih utuh.
6.Dalil Naqli
Tidak sedikit penulis memilih gaya tulisannya dengan menuliskan tujuan di akhir alinea. Tujuan tertinggi yaitu tujuan yang dianggap sesuai dengan firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
Misal, untuk menutup artikel bertema “Keutamaan Ilmu”, kita akhiri dengan sabda Nabi Muhammad Saw. mengenai ilmu:

“Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari ilmu,ia berada di jalan Allah. Dan tinta seorang pandai adalah daripada darah seorang syahid.”
7. Kutipan Seorang Praktisi
Menutup artikel dapat juga dengan mengutip pernyataan tokoh tertentu. Sesuai dengan bahasan yang kita garap. Menulis masalah hukum, ambillah misalnya pernyataan dari Adnan Buyung Nasution. Tentang cerpen, kutiplah Helvy Tiana Rosa. Masalah seputar perbukuan, kutiplah Bambang Trim, dan seterusnya.

Contoh: kita mengurai tentang “Kebebasan dalam Menulis Puisi”. Selama ini banyak tata cara dan formula menulis puisi. Kita ingin bebas berekspresi dalam hal bahasa. Lalu kutiplah pernyataan penyair “liar” Emha Ainun Nadjib yang mendukung isi tulisan kita.

Puisi itu semacam bagian ruh dalam, suatu kesadaran atau suatu pengalaman, yang bisa diungkapkan dengan berbagai jenis bahasa.

Strategi Membuat Judul

Roesli Lahani Yunus dengan gaya kocak mengibaratkan judul sebagai wajah perempuan dalam tatapan laki-laki. Kita kutip suatu alenia penuh.

“Umumnya kaum pria selalu memulai daya pandanganya yang ditujukan pada kaum wanita, tertukik pada bagian kepala, yaitu muka wanita itu. Kemudian matanya, bibirnya, hidungnya, dagunya, rambutnya, dadanya, dan terus sampai ke ujung kaki. Akan lebih senang lagi pria melihatnya bila wanita itu tersenyum manis, pertanda hatinya baik dan berbudi. Selesai memperhatikan bagian atas, pandangan akan meluncur ke bawah” (Kiat Jadi Penulis dan Wartawan, BPJ, 1998).

Saya tahu maksud permisalan pak Roesli, dengan mendialogkan kaum Hawa dan Adam supaya lebih gampang memahami uraian.

Judul identik dengan kandungan isi tulisan. Judul sering diartikan sebagai pintu masuk.
Dari tiga penyataan tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, peranan judul amat penting. Untuk merumuskan dan membuat judul memerlukan beberapa langkah.
1. Tulisan yang Dianggap Paling Menarik
Tahapan awal menulis judul yaitu tulis yang paling menarik, yang dianggap dapat menyedot perhatian banyak pembaca. Jangan ragu-ragu tulis saja. Manjakan bayangan-bayangan tulisan yang sedang dan akan kita garap dengan menulis judul sesuai selera waktu menulis. Sekali lagi jangan ragu. Tulis saja.
2. Judul Awal Bukan Hal yang Final
Seiring proses penulisan dari satu alinea ke alinea lainnya, terkadang terjadi pergeseran makna. Substansi tulisan tidak hanya satu jalur. Bisa merembet pada masalah yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan banyak kasus seperti ini.

Jika saat menulis judul pertama kali, kata-kata apa saja harus ditulis bagus, maka pada tingkat kedua harus dilakukan perubahan judul sesuai perjalanan tulisan kata lainnya. Judul awal bukanlah hal yang final kalau terjadi perubahan isi. Sekarang kita baca langkah ketiga.
3. Jika Timbul Judul-judul Lain
Satu judul yang sedang kita rampungkan, tidak jarang beranak dan menjurus pada dualisme judul atau lebih. Apa yang harus kita lakukan? Jangan terlalu panik. Kepanikan menyebabkan frustasi. Akhirnya tidak percaya diri bahwa kita mampu menulis.

Kalau menemukan kenyataan ada judul baru timbul, pilih yang paling mudah, kondisikan dengan referen yang tersedia, dengan kemampuan kita.

Selesai memutuskan judul (yang pertama, kedua, ketiga…..), segera “matikan” judul lainnya. “Kunci” sementara untuk lain waktu dibuka kembali supaya sebuah tulisan segera rampung atau matang dan tidak mengambang.
4. Meminjam Istilah yang Sedang Ngetrend
Istilah yang sedang ngetrend pasti lagi banyak dibicarakan banyak orang. Cara ini sangat efektif menyapa emosi pembaca, membangkitkan gairah membaca isi tulisan. Sumbernya entah dari judul film, iklan, atau pernyataan tokoh berpengaruh.

Beberapa waktu lalu sebuah judul film yang dibintangi Dian Sastro Wardoyo begitu mengemuka, “Ada Apa Dengan Cinta”. Sebelumnya lagi nyanyian Joshua “Diobok-obok”.

Kita bisa memanfaatkan kepopuleran istilah-istilah itu. Dengan membubuhkan pesan yang akan disampaikan. “Ada Apa Dengan….”. Titik-titik diisi dengan nyawa tulisan (pesan). Misal, “Ada Apa dengan RUU Penyiaran, Ada Apa dengan Anggota Dewan, Ada Apa dengan Pemilihan Gubernur, Kehormatan Rakyat Diobok-obok,” dan seterusnya.
5. Gaya Mempengaruhi
Salah satu penulisan judul yang efektif dengan cara nada mempengaruhi. Para akademisi sering mangatakan gaya mempengaruhi dengan sebutan persuasif, kita petik sebuah contoh dari makalah yang ditulis AS. Haris Sumandria, mantan Redaktur Bandung Pos (Alm).

Topik: Keuntungan Mengikuti Pendidikan Retorika
Judul: Tanpa Retorika Kita Tak Berdaya

Dengan memberikan judul “Tanpa Retorika Kita tak Berdaya”, Pak Haris memaparkan, ada dua keuntungan (tujuan) yang ingin dicapai dari penulisan judul itu. Pertama, secara umum mempengaruhi massa. Kedua, lebih khusus lagi yaitu, meyakini berbagai manfaat retorika sekaligus menggiring pembaca untuk mengikuti kursus pelatihan komunikasi di lembaga tempat ia beraktivitas.

6. Boleh Pendek, Boleh Panjang
Umumnya para pembaca lebih menyukai judul dengan menggunakan kalimat pendek atau efektif, kalimat jelas dan singkat serta tidak memerlukan banyak kata.

Panganut (peminat) judul pendek biasanya menulis judul tidak lebih dari enam kata. Misal, “Agar Komunis Tidak Bangkit Lagi”.

Sebenarnya penulisan judul dapat pula dilakukan dengan memanjangkan kata kata tambahan. Lazimnya kata-kata tambahan diberi tanda kurung.

Berikut ini pemanjangan dari judul pendek di atas. “Agar Komunis Tidak Bangkit Lagi” (Upaya Pencegahan Dampak Negatif Paham Komunis Melalui Pendekatan Ekonomi yang Islami).
Jadi, penulisan judul boleh pendek, boleh panjang. Disesuaikan, patutkan dengan selera sendiri, redaktur atau pembaca.
7. Sesuai Isi
Urutan ketujuh inilah yang paling prinsipil. Harga mati. Apa pun gaya tulisan, dengan pendekatan apa saja, penulisan judul harus mencerminkan kandungan isi tulisan.

Mengatasi Keenganan Membaca

Membangun tradisi membaca tidak seperti “main sulap”, sim salabim aba kadabra langsung suka membaca. Tidak. Tapi ia harus dibangun dan dibiasakan. Bagi yang sudah terbiasa membaca sejak kecil sih, tidak ada masalah. Tapi, bagi yang tidak terbiasa membaca sejak kecil, sulit sekali untuk punya tradisi membaca. Keinginan sih ada, tapi baru lihat buku saja, apalagi yang tebal, sudah bete dulu. Atau baru membaca dua atau tiga halaman buku, sudah ngantuk.

Survei membuktikan, tak banyak orang yang memiliki tradisi membaca. Banyak yang lebih memilih tradisi mendengar dan menonton. Padahal, tradisi membaca lebih baik dibanding dengan hanya sekedar menonton dan mendengar. Informasi yang diserap dari kerja membaca jauh lebih efektif dan mengendap ketimbang yang diperoleh dari mendengar dan menonton.

Dalam bahasa Hernowo di bukunya Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, gizi membaca buku melebihi ceramah atau hal-hal lain yang diperoleh dari telinga (mendengar) dan mata (melihat). Sebab, hanya lewat membaca bukulah kita mampu menumbuhkan saraf-saraf di kepala kita.

Dan, manfaat lainnya, membaca buku akan membuat seseorang tetap berpikir. Seorang peneliti dari Hanry Ford Health System bernama Dr. C. Edward Coffey, sebagaimana dikutip Hernowo, membuktikan bahwa hanya dengan membaca buku, seseorang akan terhindar dari penyakit demensia.

Demensia adalah nama penyakit yang merusak jaringan otak. Apabila seseorang terserang demensia, dapat dipastikan akan mengalami kepikunan atau (dalam bahasa remaja disebut) “tulalit”.

Menurut penelitian Coffey, pendidikan (salah satu pendidikan termudah adalah membaca buku) dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti-rugi perubahan otak. Hal itu dibuktikan dengan meneliti struktur otak 320 orang berusia 66 tahun hingga 80 tahun yang tak terkena demensia.

Lalu bagaimana mengatasi keengganan membaca? Hernowo yang kini menjabat General Manajer Editorial Penerbit Mizan mempunyai kiat-kiat jitu. Dalam bukunya Andaikan Buku Sepotong Pizza ia mengungkapkan kiat-kiat itu. Berikut ini intisari kiat-kiat itu.
1. Mengubah Paradigma Membaca : Menganggap Buku Sebagai Makanan
“Kunci” untuk membuka gembok keengganan membaca buku adalah paradigma. Apa itu paradigma ? Paradigma adalah kacamata. Paradigma adalah cara kita memandang sesuatu.

Bayangkan Anda memiliki kacamata minus 2. Lima tahun kemudian, Anda harus mengganti kacamata Anda dengan kacamata minus 3. Namun, Anda bersikukuh tak mau mengganti kacamata minus 2 Anda. Apa yang terjadi ? Anda akan merasa pusing apabila melihat sesuatu. Inilah akibat yang timbul karena Anda mempertahankan paradigma kacamata minus 2 Anda.

Apa ya paradigma Anda berkaitan dengan membaca buku? Mungkin ini: “Wah, boring deh baca buku yang tebal-tebal itu.” Atau ini: “Setiap kali baca buku ilmiah, saya pasti ngantuk.” “Saya pilih nonton sinetron aja deh ketimbang baca buku. Baca buku bikin kepala cepat botak!”

Itulah paradigma—atau kacamata yang Anda gunakan—dalam membaca buku. Nah, untuk memasuki dunia buku, kita perlu mengubah paradigma (atau kaca mata) dalam memandang buku. Buku sama saja dengan makanan, yaitu makanan untuk ruhani kita. Bayangkan apabila jasmani kita tidak diberi nasi, telur, daging ayam, dan makanan bergizi tinggi lainnya. Apa yang akan terjadi. Tubuh kita akan loyo dan sakit-sakitan.

Demikian jugalah yang terjadi dengan ruhani kita. Buku adalah salah satu jenis “makanan ruhani” kita yang sangat bergizi. Mendengarkan pengajian dan ceramah adalah juga sebentuk “makanan ruhani”. Namun, buku kadang memiliki gizi lebih dibandingkan ceramah.

Lewat paradigma-baru membaca buku—dengan menganggap buku sebagai makanan—kita dapat memperlakukan buku laiknya makanan kesukaan kita. Pertama, agar membaca buku tidak lantas membuat kita mengantuk, pilihlah buku-buku yang memang kita sukai, sebagaimana Anda memilih makanan yang Anda gemari.

Kedua, cicipilah “kelezatan” sebuah buku sebelum membaca semua halaman. Anda dapat mengenali lebih dahulu siapa pengarang buku tersebut. Atau, Anda bisa bertanya kepada seseorang yang menganjurkan Anda untuk membaca sebuah buku (misalnya guru, orangtua, atau sahabat Anda). Mintalah mereka untuk menunjukkan lebih dahulu hal-hal yang menarik yang ada di buku itu.
Ketiga, bacalah buku secara ngemil (sedikit demi sedikit, laiknya Anda memakan kacang goreng). Apabila Anda bertemu dengan buku ilmiah setebal 300 halaman, ingatlah bahwa tidak semua halaman buku itu harus dibaca. Cari saja halaman-halaman yang menarik dan bermanfaat. Anda dapat ngemil membaca pada pagi hari sebanyak 5 halaman. Nanti, pada sore hari, tambah 10 halaman.
2. Membaca dengan Gaya SAVI
Apabila Anda sudah mengubah paradigma membaca buku Anda—bahwa membaca buku seperti memakan pizza—cobalah mulai membaca buku-buku ilmiah saat ini juga. Untuk mempermudah Anda dalam membaca buku, Dave Maier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook, menyajikan tip-tip menarik.

Meier menamai tip-tipnya ini “metode belajar gaya SAVI”. SAVI adalah singkatan dari Somatis (bersifat raga/tubuh), Auditori (bunyi), Visual (gambar), dan Intelektual (merenungkan). Nah, silahkan menggunakan gaya SAVI dalam membaca sebuah buku, sebagaimana petunjuk berikut.

Pertama, membaca secara Somatis. Ini berarti, pada saat membaca, cobalah Anda tidak hanya duduk. Berdiri atau berjalan-jalanlah saat membaca buku. Gerakkan tubuh Anda saat membaca. Misalnya, setelah membaca 5 atau 7 halaman, berhentilah sejenak. Gerakkan tangan, kaki, dan kepala Anda. Setelah itu, baca kembali buku Anda.

Kedua, membaca secara Auditori. Cobalah sesekali membaca dengan menyuarakan apa yang Anda baca itu (dijaharkan). Lebih-lebih bila Anda menjumpai kalimat-kalimat yang sulit dicerna. Insya Allah, telinga Anda akan membantu mencernanya.

Ketiga, membaca secara Visual. Ini berkaitan dengan kemampuan dahsyat Anda yang bernama imajinasi atau kekuatan membayangkan. Cobalah bayangkan saat Anda membaca sebuah konsep atau gagasan. Kalau perlu, gambarlah! Ini, insya Allah, juga akan mempercepat pemahaman Anda.

Keempat, membaca secara Intelektual. Ini juga berkaitan dengan kemampuan luar biasa Anda. Anda perlu jeda atau berhenti sejenak setelah membaca. Dan renungkanlah manfaat yang Anda peroleh dari pembacaan Anda. Akan lebih bagus apabila—saat merenung itu—Anda juga mencatat hal-hal penting yang Anda peroleh dari halaman-halaman sebuah buku. Insya Allah, Anda akan dimudahkan dalam menuangkan atau menceritakan kembali apa-apa yang Anda baca.

Kiat-kiat di atas hanyalah beberapa petunjuk praktis yang diharapkan dapat membantu memotivasi Anda untuk tak lagi enggan membaca buku. Agar hasilnya lebih bagus, penguatan internalisasi akan pentingnya membaca dalam kehidupan harus dilakukan. Agar pembacaan Anda lebih bermakna. Sehingga aktivitas membaca akan lebih langgeng dan bukan semata bertujuan karena Anda ingin menjadi seorang penulis buku.

Dorongan ingin (menjadi) penulis buku, dengan demikian, hanya satu saja dari sekian dampak positif yang akan Anda dapatkan dengan tradisi membaca yang kuat. Itu pun harus diniati, menulis bukunya untuk berdakwah: menyampaikan kebenaran, mengajak manusia kepada jalan yang lurus, dan menghindarkan manusia dari jalan hidup yang sesat. Untuk itu, mari kita baca dan tafakkuri kembali wahyu pertama Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 agar kita senantiasa mengingat bahwa aktivitas membaca adalah pesan penting pertama Al-Quran yang sudah selayaknya kita sambut untuk menjadi bagian dalam hidup kita.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5).

Gagal Menjadi Penulis Sukses, Kenapa?

Saya akan coba mengurai sejumlah penyebab kegagalan menjadi penulis. Dalam bidang apa pun kegagalan adalah jenis makhluk yang bikin tidak enak bagi yang menjalaninya. Kita perhatikan dan kenali 7 sebab kegagalan dalam proses olah tulis menulis.
1. Belajar Teori Saja
Aa Gym sering mengingatkan, “satu langkah bukti nyata, lebih baik daripada seribu teori”. Saya setuju dengan apa yang dikemukakan Aa Gym.

Prestasi apa yang dapat dihasilkan oleh generasi, yang cuma berhenti sampai tingkat teori saja. Dalam olah tulis menulis, betapa banyak jebolan perguruan tinggi, ditambah alumni kursus-kursus pelatihan menulis atau mengarang, tapi tidak pernah mampu menyelesaikan barang sejudul pun.

Maka tidak heran jika Abu Al-Ghifari sewaktu aktif di Ash-Shidiq Intelectual Forum, sebuah lembaga pelatihan

jurnalistik yang dipimpinnya, menerima banyak keluhan dari sarjana S1. Keluhan mereka yaitu tidak bisa menulis.

Kata DR. Deddy Mulyana, di negeri semisal Amerika, adalah kenyataan aneh bila seorang dosen tidak bisa menulis. Dan apalagi bergelar S2 atau S3. Dengan semangat tinggi, Bambang Trim mengutip sebuah pernyataan dari pusat pendidikan AS, bahwa “semua ilmuwan adalah sama, sampai satu di antara mereka menulis buku.”

Saya sepakat dengan Abu Al-Ghifari, kesulitan menulis bagi kaum intelektual bukan terletak pada teori tulis menulis. Tetapi karena malas mempraktekkannya. Kesimpulannya, siapa pun yang hanya mempelajari teorinya saja, tidak akan pernah bisa menulis.
2. Ide Sebatas Ide
Boleh jadi ide sudah berjumpalitan di otak kepala. Mungkin baru saat ide ditemukan rasanya tiada duanya. Perkiraan ide belum ditulis oleh penulis lainnya. Terbayanglah di benak kita ide ini paling mutakhir bernilai jual tinggi.
Tetapi sayang, ide hanyalah bunga-bunga khayalan. Akhirnya, bunga-bunga ide lesu dimakan waktu. Dan terkejutlah saat membaca tulisan yang ide utamanya sama. Rugilah kalau ide sebatas ide.
3. Menulis yang Tidak Disukai
Bicara mengenai tingkat kelancaran sekaligus kemandegannya, antara komunikasi lisan dan tulisan terdapat kesamaan. Jalaluddin Rakhmat dalam “Retorika Modern” (Rosda Karya, 1992) menjelaskan, apa pun isi ceramah yang disampaikan ke khalayak akan menjadi menarik bila materi itu dikuasai.
Lalu timbul kesimpulan, ceramah yang disampaikan, amat tidak menarik, jika mengucapkan apa-apa yang tidak dikuasai.

Begitu pula dengan tulis menulis. Nulis apa saja kalau kita menguasai materinya pasti lancar meski tidak bebas hambatan. Sebaliknya, nulis apa pun sekiranya materi tidak dikuasai, niscaya menemui kemandegan atau kebuntuan.

Jangan cuma karena ingin gagah-gagahan, kita menulis bahasan yang sebenarnya kita tidak memahami. Contoh: kita hendak menulis tentang Pemilu (Pemilihan Umum). Sementara pengetahuan mengenai Pemilu tidak memadai bahkan masih terbilang buta. Maksudnya, jangan memaksakan diri.
Setiap penulis memiliki spesialisasi ilmu yang khas. Jangan terjebak pada arus gemuruh emosi sesaat. Ukurlah kemampuan diri.
4. Cepat Puas
Tidak sedikit penulis pemula yang tulisannya berhasil dimuat media massa. Tidak cuma lokal, bahkan ada yang menembus media berskala nasional.

Namun sangat disayangkan, mereka cepat sekali merasa puas dengan capaian seperti itu. Mereka terlena dengan satu, dua tulisan yang dimuat dibangga-banggakan di setiap waktu dan diedarkan ke setiap forum pertemuan. Tentu saja bangga itu boleh, tetapi bila dalam waktu yang cukup lama kemudian tidak lagi menulis, nanti akan lupa bagaimana caranya menulis. Akibatnya sulit lagi untuk menulis.

Cepat puas dalam konteks ini dapat menimbulkan kemacetan total. Sayang, padahal sudah terbukti mampu menulis.
5. Ingin Cepat Populer
Para penulis pemula utamanya punya kebiasaan buruk, yakni ingin cepat popular. Terkadang lupa bahwa ketenaran, kepopularan, keterkenalan memerlukan proses waktu yang panjang dan perjuangan sangat keras. Tidak cukup dalam waktu singkat sebab profesi menulis bukan pekerjaan instan.

Tidak adil jika kita menuntut diri dengan harapan sosial yang tak proporsional. Robert B. Downs penulis “Buku-buku yang Merubah Dunia” (PT. Pembangunan Djakarta, 1959) mengungkap, banyak para penulis yang menggerakkan sejarah menulis di usia paruh baya atau tua: 44-54 tahun. Dua di antaranya, Thomas Paine dan Adolf Hitler (lepas dari kejahatannya). Paine dinilai sebagai pelopor kemerdekaan Amerika dengan karyanya “Pikiran Sehat (Common Sense).” Sedangkan Hitler penulis “Perjuanganku (Mein Kampf)” begitu kuat mempengaruhi gerakan komunis.

Hikmah yang kita petik adalah meraih popularitas perlu waktu panjang. Penulis yang tidak tahan proses, jelas akan gagal.
6. Macet Terjebak Honor
Bagi penulis senior, apa lagi yang idealis, kegiatan menulis tidak lagi (terutama) untuk mencari honor. Buat mereka yang terpenting ide sudah tersebar. Memasarkan ide ke lebih banyak orang dan kalangan. Berbeda dengan penulis pemula, yang dicari adalah honor berupa uang. Kelompok kedua jelas lebih banyak jumlahnya, ketimbang kelompok pertama.

Di bulan Oktober 1996, dua tulisan saya dimuat sebuah harian lokal. Senang bukan bikinan. Selang seminggu, setelah pemuatan tulisan kedua, saya menghubungi bagian yang bertugas mengurusi honor. Waktu itu saya kecewa berat, karena katanya tidak ada honor untuk penulis luar. Sifatnya hanya menyumbang naskah. Petugas itu mohon maaf ditambah basa-basi sedikit. Saya pun segera tahu, dan sangat memaklumi koran lokal yang memuat tulisanku, sedang berjuang keras memperpanjang umurnya. Cerita yang sama dialami Toha Nasrudin, nama lahir Abu Al-Ghifari sewaktu saya berkunjung ke Mujahid Press. Ia menyatakan, “tulisan saya sudah 20 judul tidak dihonor oleh media yang sama, tapi bukan uang sebagai tujuan.”

Pembaca Budiman, sekiranya Abu Al-Ghifari berhenti menulis gara-gara tidak dihonor, pasti ia tidak seproduktif sekarang yang telah menulis puluhan buku itu. Jika pembaca mengalami hal demikian, kecewa boleh, tapi jangan dipelihara. Ambil positifnya saja. Dimuat pun sudah beruntung.

7. Membesar-besarkan Kelemahan Sendiri
Bicara kelemahan, siapa yang terlepas dari kelemahan. Semua punya. Jangan perbesar kekurangan. Apalagi kita umbar ke setiap orang. Bisa-bisa yang mendengarkan jadi pusing dan jengkel.
Biasanya kelemahan itu berupa: tidak ada waktu, kurang referen, tidak ada bakat menulis dan bukan keturunan penulis.

Begitu sering pengamat politik muda usia Eep Saefullah Fatah menulis kolom saat menyetir. Caranya, Eep ngomong soal politik, sedang istrinya mencatat yang dibicarakannya. Ada bekas menteri yang mengetik di atas kendaraan. Hernowo mengaku bukan keturunan penulis. Ketiga orang ini jelas memiliki kelemahan dalam mengolah tulisannya, namun mereka tetap produktif.

Pembaca budiman, semakin meyakini lemah dan memperbesar kelemahan dalam menulis, tambah dalamlah diri kita memasuki wilayah kegagalan menjadi penulis.

Published in: on March 21, 2010 at 1:30 pm  Leave a Comment  

KEMUKJIZATAN AL – QUR’AN

A. Pengertian
Kemukjizatan Alquran. Dalam Bahasa Indonesia, frase Kemukjizatan Alquran merupakan terjemahan dari susunan kata-kata I’jazul-Quran dalam Bahasa Arab. Kata I’jaz dalam susunan ini, secara etimologis berasal dari akar kata ‘ajaza yang berarti lemah; kemudian mendapat imbuhan hamzah pada awalnya, menjadi a’jaza yang berarti melemahkan. Dengan demikian, susunan kata-kata I’jaz Alquran merupakan bentuk idhafah mashdar kepada fa’ilnya, yang jika diterjemahkan secara literlek berarti keberadaan Alquran yang dapat melemahkan. Sedangkan obyek yang dilemahkan dalam hal ini adalah manusia. Jadi, secara lughawy, susunan kata ini dapat diartikan sebagai klaim Alquran terhadap kelemahan manusia untuk menandinginya.
Sedangkan menurut pengertian istilah (terminologi) yang dipakai di kalangan para ahli ‘Ulumul Quran, Kemukjizatan Alquran (I’jazul Quran) ialah penetapan kelemahan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok, untuk menghasilkan suatu karya yang sama nilainya dengan Alquran (Ash-Shabuni, 1958: 100). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kelemahan manusia bukanlah berarti, bahwa manusia itu tidak memiliki potensi sama sekali untuk menandingi Alquran; melainkan karena kehebatan dan ketinggian Alquran itu baik dari segi keindahan bahasa, maupun dari segi kandungan isinya berada jauh di atas kemampuan manusia biasa. Sehingga manusia tidak sanggup untuk menandinginya. Dengan demikian, sangatlah mustahil untuk mengatakan Alquran sebagai karya manusia. Hal ini berarti, bahwa ia (Alquran) betul-betul datang dari Allah.
Jika statemen yang menyatakan, bahwa Alquran datang dari Allah dapat diterima dengan penuyh kesadaran; maka kenabian Muhammad sebagai pembawa Alquran, secara logika juga mesti diterima. Oleh sebab itu, masalah yang sangat mendasar dalam membahas kemukjizatan Alquran ini ialah bagaimana cara membuktikan keabsahan Alquran sebagai wahyu Allah.

B. Macam-macam Mukjizat Nabi Muhammad
Mukjizat yang diberikan Allah kepada para Rasul-Nya bertujuan untuk membuktikan keabsahannya sebagai rasul bagi umat yang dihadapinya. Karena itu, sifat mukjizat yang diberikan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya disesuaikan dengan kondisi umat yang mereka hadapi. Nabi Musa a.s., umpamanya, karena beliau menghadapi umat yang sedang menggandrungi ilmu sihir, maka Allah berikan mukjizat yang dapat menaklukkan semua sihir yang ada. Demikian pula halnya dengan Nabi Isa a.s. yang menghadapi umat yang menggandrungi ilmu kedokteran, maka Allah berikan mukjizat berupa kemampuan menyembuhkan berbagai macam penyakit; bahkan dapat menghidupkan orang yang telah mati sekalipun.
Demikian pula halnya dengan Nabi Muhammad. Beliau diangkat menjadi Rasul di tengah-tengah bangsa Arab yang sedang menggandrungi keindahan karya sastra. Karena itu Allah berikan mukjizat berupa Alquran yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi, sehingga tak seorang manusia pun di permukaan bumi ini yang sanggup membuat karangan seindah Alquran. Selain dari itu, keberadaan Nabi Muhammad sebagai rasul yang diutus kepada seluruh umat manusia dan untuk sepanjang zaman, maka sifat mukjizat yang diterimanya pun memungkinkan untuk menjadi bukti bagi masyarakat Arab yang sedang dihadapinya dan umat manusia lainnya yang hidup sampai akhir zaman. Oleh sebab itu, mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad terdiri dari dua macam: (1) Mukjizat yang bersifat fisik, indrawi, dan temporal; dan (2) Mukjizat yang bersifat akli, maknawi dan non-indrawi.
1. Mukjizat Indrawi.
Masyarakat Arab yang berhadapan langsung dengan Nabi Muhammad, membutuhkan bukti nyata bahwa ia betul-betul utusan Allah. Untuk pembuktian ini, maka Allah berikan mukjizat yang dapat dilihat langsung oleh orang-orang Arab. Mukjizat-mukjizat tersebut antara lain berupa:
a. Terbelahnya bulan
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab-kitab hadits lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum Rasulullah Saw. hijrah, berkumpullah tokoh-tokoh kafir Quraiy, seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah dan Al ‘Ash bin Qail. Mereka meminta kepada nabi Muhammad Saw. untuk membelah bulan. Kata mereka, “Seandainya kamu benar-benar seorang nabi, maka belahlah bulan menjadi dua.”
Rasulullah (saw) berkata kepada mereka, “Apakah kalian akan masuk Islam jika aku sanggup melakukannya?”Mereka menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah (saw) berdoa kepada Allah agar bulan terbelah menjadi dua. Rasulullah (saw) memberi isyarat dengan jarinya, maka bulanpun terbelah menjadi dua. Selanjutnya sambil menyebut nama setiap orang kafir yang hadir, Rasulullah (saw) berkata, “Hai Fulan, bersaksilah kamu. Hai Fulan, bersaksilah kamu.” Demikian jauh jarak belahan bulan itu sehingga gunung Hira nampak berada diantara keduanya. Akan tetapi orang-orang kafir yang hadir berkata, “Ini sihir!” padahal semua orang yang hadir menyaksikan pembelahan bulan tersebut dengan seksama. Atas peristiwa ini, maka Allah menurunkan ayat Al Qur’an:
اُقتَرَ بَتِ السَا عَةُ واْ نشَقَ اُلقَمَرُ (1 ) و اِن يَرَ و ءَ ا يَةً يُعرِ ضُوا وَ يَقُو لُو ا سِحرٌ مُستَمِرٌ (2 )
Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka orang-orang musyrikin melihat sesuatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan berkata : “ ini adalah sihir yang terus menerus.
b. Pohon kurma berbuah seketika
Dari Jabir, ia berkata:
Sewaktu Bapakku meninggal, ia masih mempunyai utang yang banyak. Kemudian, aku mendatangi Rasulullah saw untuk melaporkan kepada Beliau mengenai utang bapakku. Aku berkata kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, bapakku telah meninggalkan banyak hutang. Aku sendiri sudah tidak mempunyai apa-apa lagi kecuali yang keluar dari pohon kurma. Akan tetapi pohon kurma itu sudah dua tahun tidak berbuah. Hal ini sengaja aku sampaikan kepada Rasulullah agar orang yang memiliki piutang tersebut tidak berbuat buruk kepadaku. Kemudian Rasulullah mengajakku pergi ke kebun kurma. Sesampainya disana beliau mengitari pohon kurmaku yang dilanjutkan dengan berdo’a. Setelah itu beliau duduk seraya berkata kepadaku, “Ambillah buahnya.” Mendengar perintah Rasulullah saw tersebut, aku langsung memanjat pohon kurma untuk memetik buahnya yang tiba-tiba berbuah. Buah kurma itu kupetik sampai cukup jumlahnya untuk menutupi utang bapakku, bahkan sampai lebih. (Sahih Bukhari Juz 4; Hadits no. 780)
c. Air memancar dari sela-sela jari Nabi
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah:
“Dalam pandangan kami mukjizat adalah anugerah Allah, tetapi dalam pandangan kalian mukjizat adalah peringatan. Suatu ketika kami menyertai Rasulullah saw dalam sebuah perjalanan dan kami nyaris kehabisan air. Nabi saw bersabda: “Bawalah kemari air yang tersisa!” orang-orang membawa kantung yang berisi sedikit air. Nabi saw memasukkan telapak tangannya kedalam kantung itu dan berkata, “Mendekatlah pada air yang diberkahi dan ini berkah dari Allah.” Aku melihat air memancar dari sela-sela jemari tangan Rasulullah saw.” (Sahih Bukhari, juz 5 no. 779).
d. Hujan Lebat dan Banjir
Diriwayatkan oleh Anas:
Pernah lama Madinah tidak turun hujan, sehingga terjadilah kekeringan yang bersangatan. Pada suatu hari Jum’at ketika Rasulullah saw sedang berkotbah Jum’at, lalu berdirilah seorang Badui dan berkata: “Ya Rasulullah, telah rusak harta benda dan lapar segenap keluarga, doakanlah kepada Allah agar diturunkan hujan atas kita. Berkata Anas : Mendengar permintaan badui tersebut, Rasulullah mengangkat kedua tangannya kelangit (berdo’a). Sedang langit ketika itu bersih, tidak ada awan sedikitpun. Tiba-tiba berdatanganlah awan tebal sebesar-besar gunung. Sebelum Rasulullah saw turun dari mimbarnya, hujan turun dengan selebat-lebatnya, sehingga Rasulullah saw sendiri kehujanan, air mengalir melalui jenggot Beliau. Hujan tidak berhenti sampai Jum’at yang berikutnya, sehingga kota Madinah mengalami banjir besar, rumah-rumah sama terbenam. Maka datang Orang Badui berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, sudah tenggelam rumah-rumah, karam segala harta benda. Berdo’alah kepada Allah agar hujan diberhentikan diatas kota Madinah ini, agar hujan dialihkan ketempat yang lain yang masih kering. Rasulullah saw kemudian menengadahkan kedua tangannya ke langit berdo’a: Allahuma Hawaaliinaa Wa laa Alainaa (Artinya: Ya Allah turunkanlah hujan ditempat-tempat yang ada disekitar kami, jangan atas kami). Berkata Anas: Diwaktu berdo’a itu Rasulullah saw menunjuk dengan telunjuk beliau kepada awan-awan yang dilangit itu, seakan-akan Beliau mengisyaratkan daerah-daerah mana yang harus didatangi. Baru saja Rasulullah menunjuk begitu berhentilah hujan diatas kota Madinah.
(Sahih Bukhari, juz 8 no 115).

e. Rasulullah menyembuhkan Ali dari sakit mata
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab shahihnya, bahwa Rasulullah saw bersabda pada saat peristiwa penaklukkan Khaibar :
“Esok hari aku (Nabi saw) akan memberikan bendera kepada seorang yang akan diberikan kemenangan oleh Allah swt melalui tangannya, sedang ia mencintai Allah dan Rasulnya, dan Allah dan Rasulnya mencintainya”.
Maka semua orangpun menghabiskan malam mereka seraya bertanya-tanya didalam hati, kepada siapa diantara mereka akan diberi bendera itu. Hingga memasuki pagi harinya masing-masing mereka masih mengharapkannya. Kemudian Rasulullah saw bertanya: “Kemana Ali?” lalu ada yang mengatakan kepada beliau bahwa Ali sedang sakit kedua matanya. Lantas Rasulullah saw meniup kedua mata Ali seraya berdoa untuk kesembuhannya. Sehingga sembuhlah kedua mata Ali seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Lalu Rasulullah saw memberikan bendera itu kepadanya. (Sahih Bukhari).
f. Mimbar menangis
Diriwayatkan oleh Ibn Umar:
Rasulullah saw naik keatas mimbar dan berkotbah. Sedang Rasulullah saw berkotbah, Rasulullah saw mendengar mimbar itu menangis seperti tangisan anak kecil, sehingga seakan-akan mimbar itu mau pecah. Lalu Rasulullah saw turun dari mimbar dan merangkul mimbar itu sehingga tangisnya berkurang sampai mimbar itu diam sama sekali. Rasulullah saw berkata: “Mimbar itu menangis mendengar ayat-ayat Allah dibacakan diatasnya.” (Sahih Bukhari juz 4 no. 783).

2. Mukjizat Aqliyah
Satu-satunya Mukjizat Nabi Muhammad yang bersifat Aqliyah adalah Alquran. Sebagai bukti kenabian Muhammad, kemukjizatan Alquran dapat dilihat dari beberapa aspek, sebagaimana penjelasan berikut ini.
C. Aspek – aspek Kemukjizatan Al – Quran
Dalam sejarah kemunculan dan berkembangnya pembiranaan tentang Kemukjizatan Alquran , terlihat bahwa para ahli berbeda pendapat dalam melihat aspek-aspek kemukjizatan Alquran yang dipandang penting. Namun dari berbagai perbedaan itu , secara global tidak terlepas dari tiga aspek yang meliputi: (1) as-Sharfah, (2) Keindahan bahasa, (3) Ketelitian Redaksi, dan (4) Kandungan isinya. Untuk lebih jelasnya, ketiga aspek ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Aspek_Ash-Sharfah
Dari kalangan mutakallimin, Abu Ishak Ibrahim An-Nazzam, berpendapat, bahwa kemukjizatan Alquran terjadi dengan cara Ash-Sharfah (pemalingan). Arti Ash-Sharfah menurut An-Nazzam ialah, bahwa Allah memalingkan perhatian orang-orang Arab dari menandingi Al;-Quran. Padahal, mereka sebenarnya mampu untuk menandinginya. Di sinilah letak kemukjizatan Al-Qurean menurut An-Nazzam.
2. Tokoh lain dari pendukung konsep Ash-Sharfah ialah Al-Murtadha (dari aliran Syi’ah). Hanya saja Al-Murtadha mengartikan Ash-Sharfah berbeda dengan pengertian yang dibuat An-Nazzam. Menurut Al-Murtadha, Ash-Sharfah berati pencabutan. Dalam hal ini, Allah mencabut ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk menandingi Alquran dari orang-orang Arab pada masa itu. Sehingga mereka tidak mampu membuat karya yang menandingi Alquran (Manna’ Khalil Al-Qaththan, 1992: 372 – 373).

3. Keindahan Bahasa (Fashahah dan Balaghah)
Aspek kedua dari kemukjizatan Alquran yang menjadi pokok bahasan para ulama Kalam ialah dari segi keindahan bahasanya. Dalam hal ini, Bahasa Arab yang digunakan Alquran dipandang sebagai bahasa yang istimewa, baik dari segi gaya bahasanya, susunan kata-katanya, maupun ketelitian redaksi yang digunakannya. Walaupun di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat mengenai segi-segi keindahan bahasa Alquran, namun pada umumnya mereka sepakat, mengakui keindahan bahasa Alquran. Keindahannya, jauh melebihi keindahan bahasa yang disusun oleh para sastrawan Arab. Bahkan, kekaguman terhadap keindahan bahasa Alquran ini bukan saja berasal dari kalangan orang-orang yang beriman saja, melainkan orang-orang kafir Qureisy pun pada saat turunnya Alquran mengakui hal ini. Hanya saja mereka tidak mau mengakuinya sebagai wahyu dari Allah. Mengenai keluar-biasaan keindahan bahasa Alquran mereka sangat terkesima, sehingga menuduh, bahwa hal itu dibuat oleh Muhammad dengan menggunakan sihir yang dipelajarinya dari orang-orang Yahudi. Sebagaimana terlihat dari firman Allah, ketika mensitir perkataan orang yang membangkang dari kebenaran, “Lalu dia berkata: (Alquran) ini tak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang Yahudi)” (Al-Muddatstsir/74: 24).
4. Ketelitian’Redaksinya

Ketelitian redaksi bergantung pada hal berikut :
1) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya, beberapa contoh diantaranya :
Al-Hayah (hidup0 dan Al-Maut (mati), masing-masing serbanyak 145 kali
An-Naf (manfaat) dan Al-Madharah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
Al-Har (panas) dan Al-Bard (dingin) sebanyak 4 kali
As-Shalihat (kebajikan) danAs-Syyiat (keburukan) sebanyak masing-masing 167,kali
Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan Adh-dhiq (kesempitan/kekesalan) sebanyak masing-msing 13 kali
2) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya
a. Al-harts dan Az-zira’ah (membajak/bertani) masing-masing 14 kali
b. Al-‘ushb dan Adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh) masing-masing 27 kali
c. Adh-dhaulun dan Al-mawta (orang sesat/mati jiwanya) masing-masing 17 kali
5) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnya
a. Al-infaq (infaq) dengan Ar-ridha (kerelaan) masing-masing 73 kali
b. Al-bukhl (kekikiran) dengan Al-hasarah (penyesalan) masing-masing 12 kali
c. Al-kafirun(orang- orang kafir) dengan An-nar/Al-ihraq (neraka/pembakaran) masing-masing 154 kali

6) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
a. Al-israf (pemborosan dengan As-sur’ah (ketergesaan) masing-masing 23 kali
b. Al-maw’izhah (nasihat/petuah) dengan Al-lisan (lidah) masing-masing 25 kali
c. Al-asra (tawanan) dengan Al-harb (perang) masing-masing 6 kali
7) Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, di temukan juga keseimbangan khusus
a. Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari dalam bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
b. Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah ayat 29, surat Al-Isra ayat 44, surat Al-Mu’minun ayat 86, surat Fushilat ayat 12, surat Ath-thalaq 12, surat Al- Mulk ayat 3, surat Nuh ayat 15, selain itu, penjelasan tentang terciptanta langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
c. Kata-kata yang menunjukkan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau (nadzir pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut yakni 518.

4. Kandungan’Isinya
Pembahasan menmgenai aspek kemukjizatan Alquran dari segi kandungan isinya, sungguh akan menyita banyak halaman (tempat) dalam makalah ini. Untuk itulah, maka pembahasan dari aspek ini akan dipaparkan secara global.
Isi dan kandungan Alquran banyak memberikan informasi mengenai hal-hal yang tak mungkin dikuasai (diketahui) oleh ilmuwan manapun yang hidup pada abad VI M (empat belas abad yang lalu). Bahkan, hingga saat sekarang pun banyak di antara informasi-informasi itu yang hanya bisa diperoleh dari Alquran. Informasi-informasi (berita-berita) seperti inilah yang merupakan salah satu aspek kemukjizatan Alquran.
Di antara isi dan kandungan Alquran yang menunjukkan kemukjizatannya, secara garis besar dapat diklassifikasikan kepada tiga jenis sebagai berikut:

a. Berita tentang Hal-hal yang Ghaib
Beritan-berita ghaib yang terdapat dalam Alquran dapat dikelompokkan kepada:
1) Berita-berita ghaib yang terjadi sebelumnya; yaitu berita-berita tentang orang-orang terdahulu. Seperti berita tentang Nabi Musa a.s. (Alquran, 28: 44 -46); berita tentang Maryam, ketika melahirkan Isa a.s. (Q. S. 19: 15- 34 dan 4: 44); pertualangan Nabi Ibrahimdalammencarti Tuhan (Q. S. 6: 74 – 81). Kesemua berita ini disampaikan kepada Nabi Muhammad untuk memperteguh hatinya dan sebagai peringatan bagi orang-orang Mukmin (Q. S. 11:120). Sebelum mendapat wahyu ini, Nabi Muhammad sendiri tidak tahu tentang berita-berita tersebut (Q.S. 11: 49).
2) Berita-berita ghaib yang sedang terjadi di tempat lain. Seperti mengenai maksud jahat orang-orang munafik dengan membangun masjid Dhirar (Q. S. 9: 107); aatau berita ghaib yang terjadi di tempat yang sama. Seperti sikap orang-oraorang munafik yang bermanis muka di hadapan Nabi, padahal hatinya buruk dan sangat memusuhi Nabi (Q. S. 2: 204 – 206).
3) Berita-berita ghaib yang akan terjadi (sesudah turunnya wahyu). Seperti kemenangan yang akan diperoleh tentara Romawi dalam menghadapin bangsa Persia (Q. S. 30: 1 – 6); Nabi dan para sahabatnya akan memasuki kota Mekkah dalam keadaan aman (Q. S. 48: 27); Allah akan mengabadikan jenazah Fir’aun sebagai bukti historis (Q. S. 10: 92); Kemurnian Alquran tetap akan terpelihara (Q.S. 15: 9); dan berbagai masalah ghaib lainnya yang ditunjukkan oleh Alquran, baik secara eksplisit maupun implisit.

b.Isyarat-isyarat.Ilmiah
Isi dan kandungan Alquran banyak menginformasi-kan masalah-masalah ilmiah yang hanya mungkin diketa-hui oleh ilmuwan abad modern ini. Sungguhpun dalam hal ini Alquran tidak mengupas secara tuntas masalah-masalah keilmuan modern — karena hal ini bukan tujuan utama diturunkannya Alquran — namun, paling tidak Alquran telah memberikan isyarat-isyarat yang mungkin dapat dikem-bangkan oleh manusia. Isyarat-isyarat ilmiah semacam ini merupakan suatu hal yang sangat mustahil dapat diketahui oleh manusia abad VI M. Ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmiah semacam ini, semakin lama semakin banyak ditemukan dalam Alquran, sejalan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Di antara ayat-ayat tersebut yang sudah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan di bidang ilmu pengetahuan Alam antara lain:
1) Hukum Toricelly yang ditemukan pada abad XVII M, menyatakan bahwa semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah tekanan udara yang ada di tempat itu. Hukum ini diisyaratkan Alquran dalam Surat Al-An’am/6: 125
yang mengisyaratkan bahwa seseorang yang naik ke langit (ke tempat yang lebih tinggi), maka akan mengalami sesak napas, karena dadanya terasa sempit. Hal ini (rasa sempit di dada), menurut Hukum Torecelly akan terjadi ketika seseorang berada pada ketinggian 12000 feet dari permukaan laut [Muhammad Ismail Ibrahim, t.t.: 89].
2) Atom bukanlah partikel terkecil yang tak dapat dibagi-bagi lagi (Q.S. 10: 61), melainkan masih dapat dipecah lagi menjadi unsur-unsur: Proton, Netron dan Elektron [MuhammadAliAsh-Shabuni,op.cit.:131].
… tidak ada yang luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
3) Mata hari adalah planet yang mengeluarkan energi dan cahaya. Hal ini diisyaratkan pada(Q.S. 10 : 5 ); Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada,orang-orang,yang,mengetahui.
4) Siang dan malam tidak selalu sama lama (tempo)nya. Kadangkala malam lebih panjang daripada siang, dan kadangkala juga terjadi sebaliknya. Hal ini mengundang tanda tanya untuk dipikirkan jawabannya, seperti tersirat pada Surat Yunus/10: 6.
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.
Selain dari ayat-ayat tersebut di atas, sebenarnya masih banyak lagi penemuan-penemuan ilmiah modern yang keberadaannya diisyaratkan oleh Alquran sejak empat belas abad yang lalu. Dalam kaitan ini, peran serta ilmuwan muslim dituntut untuk lebih banyak terlibat dalam penemuan-penemuan ilmiah secara obyektif, sehingga akan lebih banyak lagi menyingkap rahasia-ahasia kemukjizatan Alquran dari aspek ini.

c)Kesempurnaan-Syari’atnya
Kandungan Alquran yang menjadi tujuan utama diturunkannya, yakni berupa syari’at Islam menunjukkan bentuk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan bentuk perundang-undangan manapun yang pernah ada di dunia ini. Hal ini terbukti dengan semakin luasnya tersebar ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia dan diterima oleh semua lapisan masyarakat, dari kurun-kr kurun hingga abad modern sekarang ini. Indikasi semacam ini, menurut William Montgomery Watt, seorang orientalis dari Skotlandia, merupakan suatu pertanda keabsahan Muhammad sebagai Nabi yang membawa ajaran ini [William Montgomery Watt, 1984:246].
Keistimewaan lain yang dimiliki oleh Alquran ialah tekunnya para ulama, khususnya para fuqaha dan juga mutakallimin, mempelajari kandungan Alquran yang tak henti-hentinya sejak empat belas abad yang lalu; sehingga melahirkan warisan pemikiran yang patut dibanggakan hingga saat ini [Muhammad Ismail Ibrahim, 1978: 21]. Selain itu, syari’at Islam juga diakui sebagai syari’at yang sesuai dengan kebutuhan manusia, karena ia berasal dari pencipta manusia itu sendiri, yang tujuan utamanya untuk membebaskan manusia dari alam gelap gulita enuju dunia pencerahan yang terang-benderang (Q. S. Al-Baqarah/2: 257). Dalam hal ini banyak indikasi yang menunjukkan, bahwa orang-orang non-muslim pun pada akhirnya berupaya untuk kembali mengadopsi ajaran syari’at Alquran, yang semula mereka acuhkan — baik disadari atau tidak. Seperti contoh-contoh yang dipaparkan oleh Az-Zarqani [Az-Zarqani, op. cit.: 352 – 353].
Dari ketiga klassifikasi kemukjizatan Alquran berdasarkan kandungan isinya, sebagaimana tersebut di atas, yang banyak mendapat perhatian kalangan mutakallimin sebagai obyek kajiannya, hanyalah klassifikasi yang pertama, yaitu berita-berita ghaib yang dikandung Alquran (Al-Akhbar ‘An Al-Ghuyub).

Published in: on March 21, 2010 at 12:58 pm  Comments (3)  

JOURNALISM

What is journalism ? Journalism is information. It is communication. It is the events of the day distilled into a few words, sounds or pictures, processed by the mechanics of communication to satisfy the human curiosity of a world that is always eager to know what’s new.
Journalism is basically news. The word derives from jurnal: it’s best contents are ‘du jour’. Of of the day itself. But journalism may also be entertainment and reassurance, to satisfy the human frailty of a world that is always eager to be comforted with the knowledge that out there era millions of human beings just like us.
Journalism is The Times and the Guardian, the daily Mirror and the Sun. It is the Huddersfield Daily Examiner and the Kidderminster Shuttle. It is the ‘Today’ programme and ‘World at One’ and ‘P.M.’ on BBC radio. It is ‘Newsroom’, ‘Panorama’, ‘Twenty-Four Hours’ and BBC television news : it is Independent Television News.
Journalism is Private Eye and the International Times and Oz and Rolling Stone, and every ‘underground’ news sheet. It is the discjockey on Radio One chattering about the latest group to emerge in the pop-rock culture.
Journalism is the television picture beamed by satellite direct from the Vietnam war, showing men dying in agony and accurate colour. It is the television picture of man stepping one to the surface of the moon, seen in millions of homes as it happens.
Journalism can communicate with as few people as can a classroom news-sheet or parish magazine, or with as many people as there are in the world.
The cave-man drawing a buffalo on the wall of his home did so to give other hunters the news that buffalo were nearby. The town-crier reciting the news in the market-place provided a convenient way in which a number of people could simultaneously learn facts affecting all their lives.

Published in: on March 21, 2010 at 12:57 pm  Leave a Comment  

ZIS

ZIS (zakat, infaq dan shodaqoh)
 Pengertian zakat, infaq dan shodaqoh
 Zakat adalah bersih, mensucikan, sedangkan menurut istilah zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta/jiwa dengan ketentuan tertentu dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan tujuan untuk membersihkan jiwa dan harta.
 Infaq adalah telah habis atau berlalu, menurut istilah sesuatu yang diberikan oleh seseorang buna mencukupi kebutuhan orang lain atau memberikan sumbangan (harta) kepada orang lain karena rasa ikhlas dan karena Allah semata
 Shodaqoh adalah amal jariyah, menurut istilah memberikan sesuatu barang atau benda kepada faqir miskin yang berhak menerimanya dengan maksud mendapat keridhaan Allah.
Hukum zakat adalah wajib bagi orang-orang yang mampu, selain itu zakat adalah salah satu rukun Islam.

“dirikanlah sholat dan bayarkanlah zakat hartamu”(An-Nisa’:77)

“ambilah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan mereka” (At-Taubah:103)
 Benda yang wajib dizakatkan:
1. Binatang ternak
Binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi, kerbau, kambing.
2. Emas dan perak
3. Biji makanan yang mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum
4. Buah-buahan
5. Harta perniagaan
 Syarat-syarat zakat
 Orang islam
 Merdeka
 Baligh
 Berakal sehat
 Cukup satu nisab
 Melebihi kebutuhan pokok
Orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik), ada 8 golongan, yaitu :
1. Faqir adalah orang yang tidak memiliki harta atau tidak bekerja karena sebab tertentu
2. Miskin adalah orang yang memiliki tempat tinggal dan memiliki penghasilan tetapi tida mencukupi kehidupan diri dan keluarga
3. Amil adalah orang yang menyalurkan zakat
4. Muallaf adalah orang yang baru masuk islam
5. Riqah adalah hamba sahaya/ budak
6. Gharimin adalah orang yang terlilit hutang
7. Sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan allah
8. Musafir adalah orang yang sedang bepergian jauh dengan niat mendapat ridho allah

Zakat piutang
Orang yang mempunyai piutang banyaknya sampai satu nisab dan masanya telah sampai satu tahun serta mencukupi syarat-syarat yang mewajibkan zakat, juga keadaan piutang itu telah tetap, baik piutang itu sejenis emas atau perak maupun harta perniagaan, piutang yang seperti itu wajib dizakati dan wajib mengeluarkan zakatnya bila mungkin membayarnya.
Zakat uang kertas
Uang kertas itu adalah sebagai tanda bahwa yang memegangnya berhak emas atau perak sebanyak angkanya, tetapi sekarang uang kertas sudah laku di pasar-pasar sebagaimana emas dan perak. Dapat dibelikan pada apapun dan boleh ditukar dengan perak di sembarang waktu dan tempat dengan cepat. Oleh karena itu, uang kertas wajib dizakati apabil mencukupi syarat-syarat wajib zakat sebagai yang telah diterangkan. Dalam prakteknya, emas dan perak sekarang sudah amat sedikit di tangan orang banyak karena emas dan perak itu sudah dikuasai oleh bank (negara) di seluruh dunia, sedangkan segala keperluan dapat dijalankan dengan uang kertas saja maka, kalau tidak diwajibkan zakat pada uang kertas, sudah tentu akibatnya akan mengurangi hak fakir-miskin. Malahan boleh jadi sedikit hari lagi akan hilang sama sekali bila uang eas dan perak terus menerus dikuasai oleh bank dan pemerintah, sedangkan zakat itu disyariatkan guna menolong mereka yang berhak menerima zakat, agar mereka dapat pula menjalankan kewajiban mereka kepada Allah dan kepada masyarakat.
Nisab Biji dan buah-buahan
Nisab biji makanan yang menyenangi dan buah-buahan 300 sha’ (lebih kurang 930 liter) bersih dari kulitnya.
Sabda Rasulullah saw. :

“tidak ada sedekah (zakat) pada biji dan buah – buahan sehingga sampai banyaknya lima wasaq.”(Riwayat Muslim)

1 wasaq = 60 sha’
5 wasaq = 5 x 60 sha’ = 300 sha’
1 sha’ = 3,1 liter (lihat kamus Arabic English Lexicon)
Jadi, 300 x 3,1 = 930 liter (satu nisab)
Zakatnya, kalau yang dialiri dengan air sungai atau air hujan 1/10 (10%). Tetapi kalau diairi dengan air kincir yang ditarik oleh binatang, atau disiram dengan alat yang memakai biaya, zakatnya 1/20 (5%).
Selebihnya dari satu nisab (300 sha’) dihitung zakatnya menurut bandingan yang tersebut diatas (10% atau 5%)

Hasil tambang
Hasil tambang emas dan hasil tambang perak, apabila sampai satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dengan tidak disyaratkan sampai satu tahun, seperti pada biji-bijian dan buah-buahan. Zakatnya 1/40 (2½%).

“bahwasanya Rasulullah saw, telah mengambil sedekah (zakatnya) dari hasil tambang di negeri Qabaliyah.” (Riwayat Abu Dawud dan Hakim)
Sabda Rasulullah saw.:

“pada emas –perak, zakat keduanya seperempat puluh (2½%).” (Riwayat Bukhari)

Zakat rikaz (harta terpendam)
Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah (sebelum Islam). Apabila kita mendapat emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah itu, wajib kita keluarkan zakat 1/5 (20%)
Rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun, tetapi apabila didapat, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat hasil tambang emas-perak.
Adapun nisabnya, setengah ulama berpendapat: disyaratkan sampai satu nisab; pendapat ini menurut mazhab Syafi’i. Pendapat yang lain, seperti pendapat Imam Maliki, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad dan pengikut-pengikut mereka: bahwa nisab itu tidak menjadi syarat.
Rikaz itu menjadi kepunyaan yang mendapatnya dan wajib atanya membayar zakat apabila dapat dari tanah yang tidak dipunyai orang. Tetapi, kalau didapat dari tanah yang dipunyai orang, maka perlu ditanyakan kepada semua orang yang telah memiliki tanah itu. Kalau tidak ada yang mengakuinya, maka rikaz itu kepunyaan yang membuka tanah itu.

Zakat fitrah.
Tiap-tiap Hari Raya ‘Idul Fithri, diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam laki-laki dan perempuan, besar kecil, merdeka atau hamba, membayar zakat fithrah banyknya 3,1 liter dari makanan yang mengenyangkan menurut tiap-tiap tempat (negeri).
Syarat-syarat wajib zakat fithrah
1. Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak wajib membayar zakat fithrah.
2. Ada sebelum terbenam matahari hari penghabisan bulan Ramadhan; tidak wajib fithrah atas anak yang lahir sesudah terbenam matahari. Orang yang kawin sesudah terbenam matahari, tidak wajib membayarkan firhrah istrinya yang baru dikawininya itu. Karena dalam hadis diatas ialah “zakat fithri” (berbuka) bulan Ramadhan. Yang dinamakan berbuka dari bulan Ramadhan adalah malam hari raya, jadi malam hari raya itulah waktu wajibnya fithrah.
3. Dia mempunyai kelebihan harta dari pada keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Orang yang tidak mempunyai kelebihan, tidak wajib membayar fithrah.
Waktu zakat fithrah ialah sewaktu terbenam matahari pada malam hari raya.
1. Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan. Lihat hadis Ibnu ‘Umar tadi
2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan
3. Waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat Subuhn sebelum pergi shalat hari raya.
4. Waktu makruh, yaitu membayar fithrah sesudah shalat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya.
5. Waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya
Orang yang tidak berhak menerima zakat
1. Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan.
2. Hamba sahaya, karena mereka mendapat nafkah dari tuan mereka
3. Turunan Rasulullah saw
Dari Abu Hurairah, katanya: Pada suatu hari Hasan bin ‘Ali (cucu Rasulullah saw,) telah mengambil sebuah kurma dari kurni zakat, lantas dimasukan ke mulutnya. Rasulullah saw bersabda (kepada cucu beliau): “jijik, jijik, buanglah kurma itu! Tidak tahukah kamu bahwa kita (turunan Muhammad) tidak boleh mengambil sedekah (zakat).” (Riwayat Muslim)
4. Orang dalam tanggungan yang berzakat
5. Orang yang tidak beragama Islam

Published in: on March 21, 2010 at 12:56 pm  Leave a Comment  

Ibnu Khaldun

Biografi Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci Ramadan. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara Maghrib dan Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah.
Nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman yang berimigrasi ke Sevilla, Andalusia, Spanyol. Namun keluarganya akhirnya meninggalkan Sevilla menunju Melilia, Maroko kemudian menuju ke Tunisia saat Abi Zakariya hafsid pada 1228-1249. Ibnu Khaldun berasal dari keluarga cendekiawan yang tak begitu tertarik dengan persoalan politik. Sejumlah bidang menjadi bagian penting dalam proses pendidikannya. Di antaranya adalah Alquran, tata bahasa, hukum, hadis, retorika, filologi, matematika, filsafat, dan astronomi.
Ayahnya sendiri, Muhammad, yang memberikan pengajaran pertama kepada Ibnu Khaldun. Selanjutnya, ia menimba ilmu dari banyak cendekiawan yang ada di Tunis. Apalagi saat itu, Tunis seakan menjadi pusat cendekiawan Muslim dari Andalusia. Menurut Ensiklopedi Islam, pada 751 H, yaitu saat Ibnu Khaldun berusia 21 tahun, ia diangkat menjadi sekretaris Sultan Dinasti Hafs, al Fadl yang berkedudukan di Tunisia. Namun tak lama kemudian, ia berhenti karena penguasa yang didukungnya kalah dalam pertempuran pada 753 H.
Ibnu Khaldun kemudian menuju Baskara, Maghrib Tengah, Aljazair. Di sana ia berupaya untuk mendapatkan pekerjaan dari Sultan Abu Anan yang menjadi penguasa Bani Marin. Dan pada 755 H, ia berhasil mendapat kedudukan sebagai anggota Majelis Ilmu Pengetahuan. Setahun kemudian ia diangkat menjadi sekretaris Sultan. Dan jabatan itu ia jabat hingga 763 H. Pada 764 H, ia berangkat ke Granada karena mendapatkan tugas dari Sultan Bani Ahmar sebagai duta di Castilla. Ia menjalankan tugasnya dengan gemilang.
Namun pada suatu saat, hubungannya dengan Sultan retak. Hingga kemudian pada 766 H, ia mendapat undangan dari penguasa Bani Hafs, Abu Abdillah Muhammad, untuk datang Bijayah, daerah pesisir Laut Tengah di Aljazair. Kemudian ia diangkat sebagai perdana menteri. Baru setahun, Bijayah jatuh ke tangan Sultan Abul Abbas Ahmad, yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur di Qasanthinah. Meksi berganti penguasa, Ibnu Khaldun tetap diberi jabatan yang sama. Hingga kemudian ia memutuskan untuk berangkat ke Baskara.
Serangkian peristiwa di dunia politik ia alami. Hingga ia memutuskan untuk menjauhi politik. Ia memutuskan untuk tinggal di Qal’at, Aljazair. Di sanalah ia menulis kitab monumentalnya Kitab al-I’bar wa Diwan al Mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al A’rab wa al Barbar atau al I’bar. Kitab yang berisi tujuh jilid ini, berisi kajian sejarah yang didahului Muqaddimah, jilid satu yang membahas tentang masalah-masalah sosial manusia. Muqaddimah ini membuka jalan pembahasan mengenai ilmu-ilmu sosial.
Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa politik tak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Ia pun membagi masyarakat menjadi masyarakat kota dan desa. Tak heran, bila kemudian Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Pada 780 H, Ibnu Khaldun, kembali ke Tunisia. Ia menelaah sejumlah kitab yang dibutuhkan untuk merevisi kitab al-I’bar. Empat tahun kemudian ia pergi ke Iskandaria, Mesir untuk menghindari kekacaun politik yang terjadi di tempat kelahirannya. Dari sana ia lalu ke Kairo.
Di Kairo, Ibnu Khaldun mendapatkan sambutan yang luar biasa dari para ulama di sana. Ia bahkan membentuk sebuah halaqah di Al Azhar. Selain Kitab al-I’bar, Ibnu Khaldun juga menulis sejumlah kitab lainnya yang berkualitas tinggi. Kitab itu adalah at-Ta’rif bi Ibn Khaldun, sebuah otobiografi, yang merupakan catatan kitab sejarahnya. Ia pun menulis kitab mengenai teologi, Lubab al-Muhassal di Usul ad-Din. Ini merupakan ringkasan dari kirab Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al Muta’akhirin, karya Imam Fakjruddin ar- Razi. Kitab ini memuat pandangan-pandangan teologi dari Ibnu Khaldun
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Karya Ibn Khaldun (w. 1406 M) Mukaddimah karya Ibn Khaldun memuat banyak sekali observasi atas “masyarakat manusia” yang, masih terus layak dibaca dan dikaji hingga sekarang. Buku ini adalah salah satu hasil “jenius” dalam sejarah Islam yang sangat mengagumkan.
Muqaddimah, yang diselesaikan pada November 1377 adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Muqaddimah secara harfiah bararti ‘pembukaan’ atau ‘introduksi’ dan merupakan jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah, yang secara bebas diterjemahkan ke dalam buku “The Book of Lessons and the Record of Cause and Effect in the History of Arabs, Persians and Berbers and Their Powerful Contemporaries.” Muqaddimah mencoba untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti yang berkuasa (daulah) dan peradaban (‘umran). Tetapi bukan hanya itu saja yang dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik, yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Bapak Ekonomi
Di antara sekian banyak pemikir masa lampau yang mengkaji ekonomi Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu Khaldun sering disebut sebagai raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi Murad secara khusus telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad : Ibnu Khaldun. Artinya Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun.(1962) Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris.
Makroekonomi dan Pajak
Dalam makroekonomi, Ibn Khaldun meletakkan dasar dari apa yang disebut Keynes dengan aggregate effective demand , multiplier effect dan equality of income and expenditure. Ketika ada lebih banyak total permintaan karena ada peningkatan populasi, maka akan ada lebih banyak produksi, laba, dan pajak. ibn Khaldun menjadi kontributor yang pertama dan utama untuk mengenakan teori pajak dalam sejarah. Ia menjadi filsuf yang menentukan pikiran beberapa penguasa sepanjang sejarah. Lebih baru-baru ini dampaknya terlihat jelas pada J.F. Kennedy dan kemudian Ronald Reagan.Menurut Ibn Khaldun, hasil pajak meningkat karena kemakmuran bisnis dengan pajak yang tidak berlebihan. Ia kemudian yang menjadi yang pertama dalam sejarah untuk meletakkan pondasi bagi suatu teori untuk jumlah maksimum tingkat perpajakan, suatu teori yang telah mempengaruhi advokat terkemuka jaman ini seperti Arthur Laffer dan yang lainnya. Kurva Laffer yang terkenal tak lain hanya suatu presentasi grafis yang menyangkut teori perpajakan yang dikembangkan oleh Ibn Khaldun di pada abad ke-14.
Perdagangan Internasional
Ibn Khaldun juga mendukung bidang ekonomi internasional. Melalui pengamatannya dan pikiran analitisnya, ia niscaya menerangkan keuntungan perdagangan antar negara-negara. Melalui perdagangan luar negeri, menurut Ibn Khaldun, kepuasan masyarakat, laba pedagang, dan kekayaan negara semuanya menungkat. Pertimbangan untuk mengadakan foreign trade adalah: (1) lebih murah dibanding memproduksi secara internal, (2) mutu yang lebih baik, atau (3) a totally new product. Ibn Khaldun dalam analisa dan pengamatan perdagangan luar negerinya pengenalan layak mendapat penghargaan dalam bidang ekonomi internasional. Pokok keuntungan dari perdagangan telah dikembangkan dan yang diperluas, khususnya,sejak penerbitan Political Discourses oleh David Hume pada tahun 1752. Tetapi yang pertama menanamkan pokok pikiran tersebut adalah Ibn Khaldun empat.abad sebelumnya.Kendati kontribusi keseluruhan Ibn Khaldun kepada bidang ekonomi sangat penting, Adam Smith lah yang diberi gelar ” bapak ekonomi.”, Ibn Khaldun jauh lebih orisinil dibanding Adam Smith, meskipun fakta bahwa yang terdahulu juga telah mempengaruhi pemikiran dan teori-teorinya, seperti spesialisasi Plato, Analisa uang Aristotle, dan Tahir Ibn al-Husayn’s tentang peran pemerintah. Meski demikian, Ibn Khaldun lah yang menemukan gagasan asli dalam banyak segi dalam pemikiran ekonomi.
Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi.
S.Colosia berkata dalam bukunya, Constribution A L’Etude D’Ibnu Khaldaun Revue Do Monde Musulman, sebagaimana dikutip Ibrahim Ath-Thahawi, mengatakan, ”Apabila pendapat-pendapat Ibnu Khaldun tentang kehidupan sosial menjadikannya sebagai pionir ilmu filsafat sejarah, maka pemahamannya terhadap peranan kerja, kepemilikan dan upah, menjadikannya sebagai pionir ilmuwan ekonomi modern

Penutup
Paparan di atas menunjukkan bahwa tak disangsikan lagi Ibnu Khaldun adalah Bapak ekonomi yang sesungguhnya. Dia bukan hanya Bapak ekonomi Islam, tapi Bapak ekonomi dunia. Dengan demikian, sesungguhnya beliaulah yang lebih layak disebut Bapak ekonomi dibanding Adam Smith yang diklaim Barat sebagai Bapak ekonomi melalui buku The Wealth of Nation.. Karena itu sejarah ekonomi perlu diluruskan kembali agar ummat Islam tidak sesat dalam memahami sejarah intelektual ummat Islam. Tulisan ini tidak bisa menguraikan pemikiran Ibnu Khaldun secarfa detail, karena ruang yang terbatas dan lagi pula pemikirannya terlalu ilmiah dan teknis jika dipaparkan di sini. Teori ekonomi Ibnu Khaldun secara detail lebih cocok jika dimuat dalam jurnal atau buku.

Published in: on March 20, 2010 at 2:40 am  Leave a Comment  

Émile Durkheim

David Émile Durkheim (15 April 1858 – 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L’Année Sociologique pada 1896.

A. Biografi
Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh – ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya – banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.
Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.
Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.
Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik.
Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian Kerja dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode Sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L’Année Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.
Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar – kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.
Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim. Pandangan kiri Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis – ia mengusahakan bentuk kehidupan Prancis yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negarainya dalam perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana (ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka yang tewas ketika Prancis bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki Durkheim sendiri tewas dalam perang – sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan meninggal pada 1917.
B. Teori dan gagasan
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap “fakta-fakta sosial”, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern[1]. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas ‘organik’. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang ‘organik’, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam “Bunuh Diri”, yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat ‘primitif’ (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti “Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama” (1912) dan esainya “Klasifikasi Primitif” yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat ‘mekanis’ (meminjam ungkapan Durkheim)
C. Tentang pendidikan
Durkheim juga sangat tertarik akan pendidikan. Hal ini sebagian karena ia secara profesional dipekerjakan untuk melatih guru, dan ia menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan tujuan-tujuannya untuk membuat sosiologi diajarkan seluas mungkin. Lebih luas lagi, Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk memberikan kepada warga Prancis semacam latar belakang sekular bersama yang dibutuhkan untuk mencegah anomi (keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Dengan tujuan inilah ia mengusulkan pembentukan kelompok-kelompok profesional yang berfungsi sebagai sumber solidaritas bagi orang-orang dewasa.
Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mempunyai banyak fungsi:
1) Memperkuat solidaritas sosial
• Sejarah: belajar tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi banyak orang membuat seorang individu merasa tidak berarti.
• Menyatakan kesetiaan: membuat individu merasa bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecenderungan untuk melanggar peraturan.
2) Mempertahankan peranan sosial
• Sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Sekolah mempunyai hierarkhi, aturan, tuntutan yang sama dengan “dunia luar”. Sekolah mendidik orang muda untuk memenuhi berbagai peranan.
3) Mempertahankan pembagian kerja.
• Membagi-bagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka.

Published in: on March 20, 2010 at 2:33 am  Leave a Comment  

DINASTI-DINASTI KECIL DI BARAT DAN TIMUR BAGHDAD

Dinasti Fatimiah merupakan sebuah dinasti yang didirikan di benua Afrika pada penghujung tahun 200 an Hijriah atau sekitar tahun 910 Masehi, dinasti ini berpahaman syiah, dari permulaan pembentukannya dinasti ini bertujuan untuk menjalankan ideologi syiah dan ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiah di Baghdad yang berideologi Sunnah.
Kondisi politik dunia Islam ketika Dinasti Fatimiah didirikan agak sedikit tidak terkendali, hal ini bisa di lihat dengan munculnya banyak dinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat Baghdad.
Di barat Baghdad ada, Dinasti Idrisi di Maroko (172-375 H / 788 M-985 M), Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M), Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M).
Di timur Baghdad diantaranya: Dinasti Tahiri (200 H-259 H / 820 M-872 M), Dinasti Safari (254 H-289 H / 867 M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H / 874 M-999 M), dan Dinasti Ghazwani.

A. Dinasti di Barat Baghdad.
a. Dinasti Idrisi di Maroko (172 H-375 H / 788 M-985 M)
Kerajaan ini didirikan oleh Indris bin Abdullah, cucu Hasan putra Ali. Dia adalah salah seorang tokoh bani Alawiyyin (nisyah Ali bin Abu Thalib). Pada tahun 172 H/788 M, Idris dilantik sebagai imam, dan terbentuklah kerajaan Idrisi dengan ibu kota Walila. Namun masa pemerintahannya hanya bertahan selama 5 tahun.
Selanjutnya Idris bin Idris bin Abdullah (Idris II) menggantikan ayahnya sebagai pemerintah (177 H/793 M). Dengan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Fes sebagai Ibu kota yang baru pada tahun 192 H.
Ketika Idris II wafat, Pemerintahannya diganti oleh Muhammad Al-Muntashir (213 H / 828 M). Pada masa ini, kerajaan Idrisi berpecah-pecah. Akibatnya kerajaan menjadi lemah, terutama selepas Muhammad Al-Muntashir meninggal, pemerintahannya semakin rapuh.
Kerajaan indrisi adalah kerajaan Syiah pertama dalam sejarah. Zaman kerajaan Indrisi (172-314 H/789-926 M) adalah suatu jangka waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang lain. Dalam aspek dakwahnya, Idrisi yang membawa Islam dan mampu meyakinkan penduduk Marocco dan sekitarnya.

b. Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M).
Dinasti ini didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab. Beliau adalah anak pegawai Khurasan, tentara bani Abbasiyah. Pada tahun 179 H/795 M, Ibrahim mendapatkan hadiah di daerah Tunisia dari Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai imbalan kepada jasa-jasanya dan kepatuhannya membayar cukai tahunan.
Pada zaman kepeimpinananya Ibrahim berjaya mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Idrisi, menjadikan kota Qairuwan sebagai ibu kota pemerintahan serta membangun Al-Qadim. Ibrahim berjaya memadamkan pertikaian antara Kharijiyah dan barbar.
Dinasti Bani Aghalab di perintah oleh 11 khalifah, antara lain:
1. Ibrahim (179 H/795 M)
2. Abdullah I (197 H/812 M)
3. Ziyaadatullah (210 H/817 M)
4. Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)
5. Muhammad I (226 H/841 M)
6. Ahmad (242 H/856 M)
7. Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
8. Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)
9. Ibrahim II (261 H/875 M)
10. Abdullah II (289 H/902 M)
11. Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)

c. Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M)
Kerajaan Tuluni mewakili kerajaan pertama Mesir di Syiah yang memperoleh anatomi dari Baghdat. Ahmad bin Tulun, seorang prajurit Turki. Oleh karena itu, Ahmad bin Tulun, di besarkan dalam lingkungan tentara yang tegas dan disiplin.
Pada tahun 254 H/868 M, Ibn Tulun dihantar ke Mesir sebagai wakil pemerintahan. Semasa Baghdad mengalami krisis, Ibn Tulun memanfaatkan situasi ini dan kemudian melepaskan Baghdad.
Dalam membangun negeri, beliau menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Selepas itu ia memperhatikan juga, di bidang ekonomi. Dalam bidang keamanan, ia membangun angkatan perang, dengan kekuatan tentaranya, memperluas wilayahnya hingga ke Syam.
Selepas Ibn Tulun (279 H/884 M), kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (270 H/884 M), Jaisy (282 H /896 M), Harun (283 H/896 M) dan Syaiban (292 H/905 M)

d. Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M)
Pada tahun 232 H/935 M, panglima Turki bernama Muhammad bin Tughj dilantik sebagai pemerintah di Mesir. Khalifah Ababsiah memberinya gelar Ikhsidi sebagai mengikhtiraf kedudukan yang kuat.
Strategi yang pertama ikhsidi adalah mengkokohkan angkatan perang. Beliau diberi tanggung jawab mentadbir wilayah Syam. Ikhsidi meninggal dunia pada tahun 936 M.
Pemerintahannya di tumbangkan oleh Jauhar Siqli dari kerajaan Fatimiah. Pada tahun 358 H/969 M, kerajaan Ikhsidi berakhir .
Sejarah sumbangan kerajaan ini , ilmu pengetahuan dan budaya, lahirlah ilmuan seperti abu Ishaq al-Mawazi, Hasan ibn Rasyid al-Mishrivdll. Ikhsidi juga mewariskan bangunan megah seperti Istana al-Mukhtar di Raudah dan Taman Bustan al-Kafuri dll.

e. Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M)
Ketika kerajaan Ikhsidi berkuasa di Utara Mesir, muncul kerajaan lain yaitu kerajaan Hamdani yang berpaham Syiah. Nama kerajaan berasal dari nama pendirinya yaitu, Hamdan ibn Hamdun, yang berasal dari suku arab Taghlib.
Kerajaan ini terbagi menjadi dua pihak, Mosul dan Aleppo. Pihak mosul dengan para pemerintahannya :
1. Abu al-Hayja Abdullah (293 H/905 M)
2. Nashir al-Daulah al-Hasan (17 H/929 M)
3. Uddad al-daulah Abu taghlib (358 H/ 969 M)
4. Ibrahim dan Al-Husein (379-389 H/981-991 M)

Pihak alleppo dengan pemerintahannya sepert :
1. Saif al-daulah Ali (33 H/945)
2. Sa’d al-daulah syarif I (356 H/967 M)
3. Sa’id al-daulah sa’id (381 H/991 M)
4. Ali II (392 H /1002 M)
5. Syarif II (394 H/1004 M)
Selepas tahun 356 H dan 358 H, kerajaan Hamdani merosot dari tangan-tangan penggantinya. Pada umumnya mereka saling berebut kekuasaan antara keluarga sendiri. Akibatnya mereka jatuh ketangan Kerajaan Fatamiah.
Kerajaan Hamdani terkenal sebagai pelindung sastera arab terutama Saif al-Daulah. Beberapa tokoh ternama seperti al-Farabi, Al-Isfahani dan Abu al-Firus. Kerajaan Hamdani adalah benteng kekuatan dari pada serangan Rom ke wilayah kekuasaan islam.

B. Dinasti di Timur Baghdad
a. Dinasti Tahiriyah (200 H-259 H / 820 M-872 M)
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah negara semi indepeden disebelah timur Baghdad adalah orang yang pernah dipercaya oleh Al-Ma’mun untuk menduduki jabatan jendral, yakni Thahir bin Al-Husayn dari Khurassan, yang secara gemilang berhasil memimpin balatentara untuk melawan Al-Amin. Thahir adalah keturunan budak Persia, pada tahun 820 M diangkat oleh Al-Mamun sebagai gubernur atas semua kawasan di sebelah Timur Baghdad dengan pusat kekuasaannya di Khurassan. Meski secara formal para penerus Thohir adalah pengikut khalifah, mereka memperluas wilayah kekuasaannya hingga perbatasan India.
Mereka memindahkan pusat pemerintahan ke Naisabur, dan disitu mereka berkuasa sampai tahun 872 H, sebelum akhirnya digantikan oleh Dinasti Saffarriyah.

b. Dinasti Saffariyah (254 H-289 H / 867 M-903 M)
Dinasti Saffariyah, yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia, didirikan oleh Yakub bin al Laits al shaffar. Al saffar menjadikan pengrajin tembaga sebagai pekerjaannya dan merampok sebagai kegemarannya. Perilakunya yang sopan dan efesien sebagai seorang kepala gerombolan perampok telah menarik perhatian gubernur sijistan, yang kelak memeberinya kepercayaan untuk memimpin balatentaranya. Al Saffar akhirnya menggantikan gubernur itu dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan hampir ke seluruh Persia dan kawasan pinggiran India, bahkan mengancam kekuasaan Baghdad yang berada di bawah pimpinan Khalifah al-Mu’tamid.

c. Dinasti Samaniyah (261 H-389 H / 874 M-999 M)
Keluarga Samaniyah dari Transoxiana dan Persia adalah orang-orang keturunan saman, yaitu seorang bangsawan dari Balkh. Pendiri dinasti ini adalah Nashr bin Ahmad, cucu dari saman, tetapi figur yang menegakkan kekuasaan dinasti ini adalah saudara Nashr, yaitu Ismail yang pada tahun 900 H, berhasil merebut Khurassan dari genggaman dinasti Saffarriyah. Ketika berada dibawah kepemimpinan Nashr II ( Ibn Ahmad ) yang berada di garis keturunan ke 4 Sammaniyah yang pada awalnya merupakan kelompok para gubernur muslim dibawah kekuasaan Dinasti Tahirriyah, berhasil memperluas kerajaan hingga Sijistan, Karman, Jurjan, Rayyi, dan Tabaristan.
Dimata Baghdad, Sanawiyah adalah para amlr (gubernur) atau bahkan amil, tetapi di mata rakyat, kekuasaan mereka tak terbantahkan. Pada masa ini pula, ilmuanwan muslim yang termansyur, al-razi mempersembahkan karya utamanya dalam dunia kedokteran, berjudul al-Mansyur. Pada masa ini pula, pada periode Nuh II yang mengajukan pengembangan ilmu pengetahuan, Ibn Sina muda tinggal di Bukhara dan memperoleh mengakses buku-buku. Disanalah ia memperoleh lmu-ilmu yang tak ada habisnya. Sejak masa media ekspresi sastera, dan berkat para penulis itulah sastra muslim Persia yang cenderung mulai berkembang.
Kendati merupakan dinasti yang paling cerah, Samaniyah tidak terlepas dari kekurangan
d. Dinasti Ghazwani
Salah satu wilayanh samaniyah, sebelah selatan oxus, perlahan-lahan di caplok oleh Dinasti Ghaznawi, yang berkuasa di bawah pimpinan salah satu budak Turki.
Kebangkitan Dinasti Ghaznawi mempresentasikan kemenangan pertama Turki dalam persaingan dengan Iran untuk mencapai kekuasaan dalam islam. Meski dengan demikian, kekuasaan Ghanawi sama sekalli tidak berbeda dengan kekuasaan Samaniyyah atau Saffariyah. Ghazawi tidak ditopang dengan angkatan bersenjata, maka semuanya segara menemui kehancuran. wilayah-wilayah kekuasaan disebelah timur berangsur-angsur memisahkan diri dan muncullah dinasti-dinasti muslim independen, di utara dan barat seperti Dinasti Khan dari Thurkistan dan Saljuk dari Persia.

Published in: on March 20, 2010 at 2:28 am  Comments (4)  

Aspek Ibadah, Latihan Spiritual, dan Ajaran Moral.

Auguste Comte (Nama Panjang : Isdore Maire Auguste Francois Xavier Comte. Lahir pada 17 Januari 1798. Wafat pada 5 September 1857. Dan mempunyai seorang istri yang bernama Caroline Massin. Dia adalah adalah seorang ilmuan dari perancis yang di juluki sebagai “Bapak Sosiologi”. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.
Comte lahir di Montenpelleir, sebuah kota kecil di bagaian barat daya dari Negara perancis. Dia melanjutkan pendidiknya di Politeknik Ecole di Paris. Pada tahun 1818 Politeknik tersebut di tutup. Comte pun meninggalkan Ecole dan melanjutkan pendidikannya di sebuah kedokteran di Montenpelleir.
Tak lama kemudian ia melihat sebuah perbedaan yang moncolok antara agama katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan paris. Ia kemudian bekerja sebagai sekertaris Saint Simon selama 6 tahun.
Kehidupan Intelektual
1. Selama bekerja dengan Saint-Simon melahirkan beberapa karya, yang terpenting adalah artikelnya tentang system politik baru dimana ilmuan akan menggantikan pendeta dan industrialis akan mengantikan tentara.
2. Selama proses penyembuhan mental mengahasilkan karya monumentalnya Course of Positive Philosophy (1830-1842).
3. Antar 1851-1854, saat ini ia menuliskan A System of Positive Polity (4 Jilid).
Ide-Ide Penting Low of There Phases, bahwasanya perkembangan masyarakat meliputi 3 tahapan :
1. Teologis : Posisi seseorang dalam masyarkat dan aturan-aturan dimasyarakat didasarkan pada kekuasaan tuhan (Supernatural Power): Fetisisme, Polytheisme, dan Monotheisme.
2. Metafisika / Abstrak : Ide justifikasi terhadap hak-hak universal diatas aturan-aturan manusia. Masyarakat Mulai mempertnyakan tradisi-tradisi yang ada.
3. Scientific / Ilmiah : Masyarakat Mampu menghadirkan solusi terhadap problem sosial dengan mendasarkan pada pengembangan ilmu pengetahuan.
Teori ini merupakan salah satu teori pertama yang membahas tentang evolusi sosial. Comte kemudian membedakan antara Sosiologi Statis dan Sosiologi Dinamis.
Sosiologi Statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat Sosilogi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat arti pembangunan. Dalam Positive Philosophy, comte memperkenalkan pentingnya hubungan antara teori, praktek,dan pemahaman manusia realitas.
Rintisan comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilannya sejumlah ilmuan besar di bidang-bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinan Tonnies, Georg Simmel, Max Weber dan Pitirim Sorokin (Semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.
a. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organic, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
b. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar kelas social menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
c. Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan social.
d. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (Pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan dan sikap yang menjadi penuntun prilaku manusia.
A. Bapak Sosiologi
Auguste Comte Dikenal sebagai Bapak Sosiologi karena mengenalkan istilah “Sosiologi”. Selain itu juga Comte mengklaim bahwa kehidupan social punya karakteristik karenanya memiliki hukumnya sendiri dan harus di akui sebagai domain yang terpisah. Kemudian menggagas Social Statics (Struktur Sosial) dan Social Dynamics (Perubahan Sosial) sebagai cabang utama dalam sosiologi Di samping itu juga, kontribusinya tentang apa yang di kenal “Law Of The There Stages”, dan masih banyak yang lainya.
Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli :
1. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah Penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
2. Max Weber
Sosiologi adalah Ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
3. Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah Ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan tersebut.
4. Soejono Sukamto
Sosiologi adalah Ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyaraktan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
5. William Kornbium
Sosiologi adalah Suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan prilaku social anggotanya dan menjadikan masrakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Dari berbagai definisi diatas, maka dapat di simpulkan bahwa :
Sosiologi adalah Ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional empiris serta bersifat umum.
Pokok Bahasan Sosiologi
1. Fakta sosial adalah Cara bertindak, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan indivudu tersebut.
2. Tindakan Sosial
Tindakan Sosial adalah Suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan prilaku orang lain.
3. Khayalan Sosiologis
Khayalan Sosiologis Di perlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.
4. Realitas Sosiologi harus bisa menyikap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga.
Catatan :
Sejarah Mencatatat bahwa Emile Durkheim, ilmuan sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum
I. Aspek Ibadah, Latihan Spiritual, dan Ajaran Moral.
Pendidikan akhlak sangat penting dalam pendidikan manusia. Karena pendidikan akhlak itu sendiri adalah keimanan seseorang atau kekuatan jiwa. Kalau manusia tidak memiliki akhlak maka manusia tidak akan bisa menjalankan kehidupan ini dengan baik. Akhlak merupakan cerminan dalam jiwa seseorang, akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang. Dan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakan :
“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
( Hadits Riwayat Ahmad )
Ibadah adalah tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Dengan cara menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sedangkan tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, agar dengan demikian manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang baik lagi suci. Sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam yang akan membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur.
Sholat itu erat kaitannya dengan pendidikan akhlak. Karena didalam sholat kita di didik untuk melatih moral kita agar berbuat kebaikan sesama manusia dan juga sholat dapat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik. Seperti ayat Al-Qur’an dibawah ini :
QS. Al-Ankabut ayat 45 :
ان اللصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر
“ Sholat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik”.

Dalam hadits qudsi disebut :
انماا تقبل الصلا ة ممن توا ضع بها لعظمتى ولم يستطل على خلقى و لم يبت معصرا على معصيتى و قطع النهار فى د كرى ور حم المسكين وا بن السبيل و الا ر ملة ور حم المصبا.
Yaitu Tuhan akan menerima sholat orang yang merendah diri tidak sombong, tidak menentang tetapi selalu ingat kepada Allah dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan sholat adalah menjauhi manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorong untuk membuat perbuatan yang baik.
Puasa dalam pendidikan akhlak adalah salah satu usaha pensucian roh manusia. Puasa sendiri adalah menahan hawa nafsu, makan, minum, seks, amarah, pertengkaran dan ja dari perbuatan – perbuatan yang tidak baik. Seperti ayat Al-Qur’an dan hadits di bawah ini :
QS. Al-Baqarah ayat 183 :
ياا يهاالد ين امنو اكتب عليكم ا لصيا م كما كتب على الد ين من قبلكم لعلكم تتقون.
“ Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia bertaqwa.”
Rasulullah bersabda :
من لم يدع يول الز ورو العمل به فليس لله حا جة فى ان يد ع طعا مه و شرا به.
Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan perbuatan tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum, karena puasanya tidak berguna.
Didalam zakat kita dilatih untuk berbagi sesama makhluk Allah yang membutuhkan dan itu menjauhi kita dari kerakusan harta. Agar harta yang kita terima mendapat ridho Allah. Adapun ayat Al-Qur’an dan Hadits dibawah ini :

QS. Al-Taubat ayat 103 :
خد من امو ا لحم صد قة تطحر هم و تز كيحم بها.
Menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan mensucikan pemiliknya.
Hadits berikut ini menjelaskan tentang zakat :
تبسمك فى و جه ا خيك صد قة وا مر ك با لمعروف و نميك عن المنكر صد قة وا ر شا دك الر فى ار ض الضلا ل لك صد قة وا ما طتك الا د ى و الشو ك و العظم عن الطر يق لك صد قة و افر اغك من د لو ك فى د لو اخيك صد قة و بصر ك للر جل الر د ئ البصر لك صد قة .

Menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari perbuatan jahat, memberi petujuk kepada manusia, menjauhkan duri dari jalan, memberi air yang ada digayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun orang yang lemah penglihatannya.
Haji juga merupakan pensucian roh manusia. Karena orang-orang berkunjung ke Baitullah (rumah Allah). Dalam pergi haji pun kita harus berpakaian yang menutup aurat dan kita harus menjauhi pebuatan-perbuatan tidak baik. Dan juga melatih rasa persaudaraan antar semua manusia di Dunia. Semua manusia derajatnya sama dimata Allah. Seperti ayat Al-Qur’an dibawah ini :
QS. Al-Baqarah ayat 197:
الحج الشمر معلو مت فمن فر ض فيحن الحج فلا ر فث و لا فسو ق و لا جدا ل فى الحج.
Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak boleh mengeluakan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar.
Beribadah dan pendidikan akhlak tidak dapat dipisahkan karena didalam ibadah itu sendiri ada sholat, puasa, zakat dan pergi haji. Di dalam itu semua kita diajarkan bagaimana cara kita berakhlak yang baik dan benar kepada Allah, makhluk Allah, dan juga akhlak kepada lingkungan sekitar kita.
Ayat – ayat Al-Qur’an dan hadits yang berkenaan dengan ajaran dan –norma-norma moral yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia.
Ayat yang menjelaskan tentang meneruskan amanat kepada yang berhak menerima.yaitu QS. An-Nisa ayat 58 :
ان الله ياء مر كم ان توء دو االا منت الى اهلها و اد احكمتم بين الناس ان تحكمو ابا لعد ل .

Ayat yang menjelaskan tentang perintah agar manusia bersikap adil. yaitu QS. An-Nahl ayat 90 :
ان الله ياْ مر بالعد ل وا لاحسان و اْيتا ئ د ى القر بى و ينهى عن ال فحشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تد كرون .

Ayat yang menjelaskan tentang larangan / jangan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar. Dalam surat Al-Baqarah ayat 188 berikut ini :
و لا تاْ كلو ااْمو الكم بينكم بالبا طل و تد لوا بهاالى الحكام لتاْكلوا فر يقا من اموال الناس با لا ثم وانتم تعلمون.

Ayat berikutnya adalah yang menjelaskan tentang perkataan yang baik dan larangan berkata keji. Ini ada dalam surat Ibrahim ayat 24, 25, dan 26:
الم تر كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثا بت وفر عها فى السماء.24
تؤ تى اْ كلها كل حين با د ن ريها و يضرب الله ا لاْ مثا س لعلهم يتد كرون .25
ومثل كلمة خبيثة ا لثا بت من فو ق ا لا ر ض ما لها من قرا ر. 26

Ayat yang menjelaskan tentang larangan menghina dan mencemooh orang lain, hindari prasangka buruk kepada orang lain, dan jangan membicarakan kejelekan orang lain. Surat Al-Hujrat ayat 11 dan 12 :
ياْ يها الد ين ء ا منوا لا يسخر قو م من قو م عسى ان يكو نو ا خير ا منهم و لا نسا ء من نساء عسى ان يكن خير ا منهن و لا تلمز و ا ا نفسكم و لا تنا بزوا با لا لقب بئس ا لا سم الفسو ق بعد ا لا يمن و من لم يتب فا و لئك هم الظلمون.11
يا يها الد بن ء ا منوا ا جتنبوا مثير ا من الظن ان بعض الظن اثم و لا تجسسوا و لا يغتب بعضكم بعضا ا يحب احد كم ان يا كل لحم ا خيه ميتا فكر هتمو ه وا تقوا الله ان ا لله توا ب ر حيم.12

Ayat yang menjelaskan tentang larangan agar jangan memasuki rumah orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. Surat Al-Nur ayat 27 dan 28 :
يا يها الد ين ء ا منوا لا تد خلوا بيو تا غير بيو كم حتى تستا نسوا و تسلموا على ا هلها دا لكم خير لكم لعلكم تد كرون.
فا ن لم تجدوا فيها ا حد ا فلا تد خلو ها حتى يؤ د ن لكم وا ن قيل لكم ا ر جعوا فا ر جعوا هوا ز كى لكم والله بما تعملون عليم.
Perkataan Nabi tentang berkata benar adalah norma moral yang penting. Nabi mengatakan :” Kata benar menimbulkan ketentaraman tetapi dusta menimbulkan kecemasan.”
Manusia dengan akalnya dapat menentukan baik dan buruk. Karena manusiapun memiliki akal yang baik memiliki keimanan kepada Allah. Adapun pendapat lain yaitu dari Golongan Asy’ariah dan Kaum Mu’tazilah.
1. Golongan Asy’ariah, menyatakan bahwa soal baik dan buruk tidak dapat ditentukan oleh akal. Apabila wahyu tidak diturunkan maka manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Wahyulah yang menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.

2. Kaum Mu’tazilah, bahwa akal manusia cukup kuat untuk mengetahui baik dan buruknya suatu perbuatan. Tanpa wahyu manusia dapat membedakan bahwa mencuri adalah perbuatan jahat dan menolong seseorang itu adalah perbuatan yang baik. Wahyu diturunkan hanya untuk menyempurnakan atau memperkuat pendapat akal manusia dan untuk membuat nilai-nilai yang dihasilkan pikiran manusia itu bersifat absolute dan universal.
Manusia / orang-orang yang baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau jahat di dunia ini. Orang-orang yang dimaksud ini adalah Mu’min, Muslim, dan Muttaqin.
1. Mu’min adalah orang yang percaya kepada Allah , sebagai sumber nilai-nilai yang absolute.
2. Muslim adalah orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Allah.
3. Muttaqin adalah orang yang memelihara diri dari hukuman Allah di akhirat. Dengan cara menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

II. Aspek Mistisisme
Al-tasawwuf atau Sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisisme dalam islam. Tujuan dari mistisisme, baik yang di dalam maupun yang diluar Islam, ialah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan.
Asal-usul perkataan tasawwuf . Teori yang banyak diterima ilah bahwa istilah itu berasal dari kata suf yaitu wol. Yang dimaksud bukanlah wol dalam arti modern, wol yang dipakai orang-orang kaya, tetapi wol primitif dan kasar yang dipakai di Zaman dahulu oleh orang-orang miskin di Timur Tengah. Di zaman itu pakaian kemewahan ialah sutra. Orang sufi ingin hidup sederhana dan menjauhi hidup keduniawian dan kesenangan jasmani, dan untuk itu mereka hidup sebagai orang-orang miskin dengan memekai wol kasar tersebut.
Asal-usul timbulnya ajaran tasawwuf. Di katakanya juga bahwa tasawwuf dating dari luar dan masuk ke dalam Islam. Ada beberapa penulis yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materil. Ada juga yang mengatakan tasawwuf timbul atas pengaruh ajaran-ajaran Hindu. Disebut juga bahwa tasawwuf berasal dari falsafat Pythagoras dengan meninggalkan kehidupan materil dan memasuki kehidupan kontemplasi. Dan tasawwuf berasal dari filsafat Plotinus.
Benar dikatakan bahwa tasawwuf timbul karena pengaruh dari luar Islam. Karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa memang tasawwuf timbul karena pengaruh dari luar Islam. Seperti penjelasan yang ada di atas.
Ayat-ayat Al-Qut’an yang menjadi dasar ajaran tasawwuf atau memberi inspirasi timbulnya tasawwuf.

QS. Al-Baqarah ayat 186 :
وادا سالك عبا دي عنى قر يب اْجيب د عو ة الدا ع ادا \ عا ن.
“Jika hamba-hambaKu bertanya padamu tentang diriKu, Aku adalah dekat. Aku mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku,”
Ayat 115 dari surat yang sama:
والله المثر ق والمغر ب فا ينما تو لوا فثم وجدالله.
“ Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling disitu (kamu jumpai) wajah Tuhan.”
Ayat 16 dai Surat Qaaf :
ولقد خلقنا الا نسا ن ونعلم ما توسو س به نفسه و نحن اْقر ب اليه من جبل الو ر يد.
“ Sebenarnya kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepadanya dari pada pembuluh darahnya sendiri.”
Hadits-hadits yang menjadi dasar ajaran tasawwuf dan timbulnya tasawwuf.
من عر ف نفسه فقد عر ف ربه .
“Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal pada Tuhan”
كنت كنزا مخفيا فا حبيت ان اعرف. فخلقت الخلق فبى عر فو نى.
“ Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk dan merekapun kenal padaKu melalui diriKu.”
Zahid adalah orang yang mempunyai langkah pertama dalam mendekati Tuhan. Baru setelah itu orang meningkat menjadi Sufi. Para zahid itu timbul pada zaman Nabi. Faktor yang mempengaruhi timbulnya zahid adalah menjauhi kehidupan duniawi, kesenangan materil, karena ingin dan rindu pada akhirat, dan ada ucapan-ucapan lain yaitu salah satunya adalah “ Bersikaplah terhadap dunia ini seolah-olah engkau tak pernah berada diatasnya, dan bersikaplah terhadap akhirat seolah-olah engkau tidan akan pernah keluar-keluar dari dalamnya.
Tokoh-tokoh atau para Zahid dan masa hidupnya. Pertama adalah Hasan Al-Bashri, ia lahir di Madinah pada tahun 642 M. Dan meninggal di Basrah pada tahun 728 M, ia disebut dalam Aspek Teologi. Ia melihat dunia ini sebagai ular yang halus dalam pegangan tangan tetapi racunnya membawa kepada maut. Dan ucapan-ucapannya juga mempengaruhi para sufi.
Kedua, zahid yang juga sangat berpengaruh bagi para sufi adalah Ibrahim Ibn Adham. Ia lahir di Mekkah , ketika kedua orang tuanya malaksanakan rukun haji. Ayahnya Adham, adalah seorang Raja dari Balkh. Dari anak Raja Ibrahim akhirnya berubah menjadi zahid.perubahan itu terjadi karena suatu mimpi, ia mendengar suara. Karena mendengar suara itu kemudian ia meninggalkan kerajaan selanjutnya menjadi zahid. Ia meninggal di tahun 777 M. Diantara ucapan-ucapan Ibrahim ini salah satunya : “ Cinta kepada dunia menyebabkan orang menjadi tuli serta buta dan membuat ia menjadi budak.”
Ketiga adalah Radi’ah Al-Adawiah ia lahir di Basrah pada tahun 714 M dan meninggal sewaktu ia masih kecil dan kemudian ia kelihatannya dijual sebagai budak. Setelah dibebaskan ia pergi menyendiri ke Padang Pasir dan memilih menjadi zahid. Adapun ucapannya kepada Sufyan Al-Sauri ketika ditanya tentang hikmat ia menjawab : “ Alangkah baiknya bagimu jika engkau tidak mencintai dunia ini”.
Keempat adalah Abu Nasr Bisyr Al-Hafi juga dikenal sebagai seorang zahid. Ia berasal dari Khurasan dan lahir pada tahun 767 M. Dan meninggal di Bagdad pada tahun 841 M. Dikatakan bahwa dimasa mudanya ia ikut dalam gerombolan perampok diMarw dan suka minum. Mengenai sebab yang membuat ia merubah hidupnya menjadi zahid adalah ketika sedang mabuk pada suatu hari ia menjumpai dijalan sepotong kertas dengan tulisan Bismillah Al-Rahman Al-Rahim. Pada malamnya ia bermimpi dan mendengar suara : “Karena engkau memuliakan namaku akan kumuliakan pula namamu didunia dan diakhirat.” Kemudian ia tobat dan hidup sebagai zahid.
Ditegaskan pula bahwa dalam perkembangan zahid ada dua golongan zahid. Satu golongan zahid meninggalkan duniawi serta kesenangan materil serta memusatkan perhatian pada ibadah karena didorong oleh perasaan takut akan masuk neraka diakhirat. Perasaan takutlah yang mendorong bagi mereka. Dan golongan lain didorong bukan oleh perasaan takut, tetapi sebaliknya oleh perasaan cinta kepada Tuhan. Tuhan bagi mereka bukanlah merupakan suatu zat yang harus dijauhi dan ditakuti, tetapi suatu zat yang harus dicintai dan didekati. Maka mereka meninggalkan kehidupan duniawi dan banyak beribadah karena ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Zahid-zahid tersebut diatas termasuk dalam golongan keduanya.
Jalan untuk mencapai tujuan itu panjang dan berisi stasion-stasion yang disebut dalam bahasa Arab al-maqomat. Buku-buku tasawwuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang sama tentang stasion-stasion itu yang biasa disebut ialah tobat, zuhud, sabar, tawakal, dan ridho.
Al-hal merupakan keadaan mental, seperti yang termasuk didalamnya adalah al-khauf (perasaan takut), at-tawadu’ (rasa rendah diri), al-taqwa (takwa), al-ikhlas (keikhlasan), al-uns (rasa berteman), al-wajd (gembira hati), dan al-syukr (syukur).
Langkah atau tahapan yang harus dilalui seorang zahid untuk menjadi seorang sufi. Seorang sufi itu harus sabar, bertawakkal, senantiasa dalam keadaan ridho dan cinta kepada Tuhan. Sedangkan langkah yang paling pertama adalah seorang yang ingin menjadi sufi ia harus bertobat, tobat dari segala dosa besar dan kecil. Dan yang paling tinggi tingkatannya adalah cinta kepada Tuhan.
Al-Mahabbah senantiasa didampingi oleh al-ma’rifah. Keduanya menggambarkan tentang hubungan antara sufi dan Tuhan. Yaitu dengan rasa cinta dan hati sanubari. Seperti contoh perkataan Rabi’ah Al-Adawi’ah ia menerangkan “ Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut masuk neraka atau bukan pula karena ingin masuk surga, tetapi karena cintaku kepadaNya.”
Al-Ma’rifah diperoleh dengan hati nurani dan hanya dimiliki oleh kaum sufi. Dan memperolehnya tergantung dengan rahmat Tuhan. Sufi yang pertama membawa faham ma’rifah adalah Zunnun Al-Misri.
Menurut Al-qusyaiti ada tiga alat yang dipergunakan sufi dalam hubungan mereka dengan Tuhan. Al-qalb (jantung) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, al-ruh (roh) untuk mencintai Tuhan, dan al-sir (hati nurani) untuk melihat Tuhan.
Al-fana’ ialah penghancuran perasaan atau kesadaran seseorang tentang dirinya dan tentang makhluk lainnya. Al-baqa’ ialah kelanjutan wujud dari Tuhan, al-ittihad adalah keyakinan yang teguh mengharapkan ridho Allah. Sufi yang membawa faham itu adalah Abu Yazid Al-Bustami.
Syatahat ( theopathical stammerings) ucapan – ucapan yang ganjil yang keluar dari mulut para sufi ketika sampai ke ambang pintu Al-ittihad.
Al-Hallaj adalah seorang murid dari sufi-sufi kenamaan di Bagdad, faham yang dibawanya adalah faham al-hulul. Ia dihukum mati karena ia dituduh mempunyai hubungan dengan golongan Syi’ah ekstrim, kaum Qaramitah, yang banyak menentang pemerintahan Bani Abbas.
Ibn Al-‘Arabi adalah seorang sufi. Ia membawa faham wadah al-wujud. Ibn Al-‘Arabi berpendapat bahwa Tuhan sama dengan alam itu benar. Karena, Alam merupakan cerminan bagi Tuhan. Pada benda-benda yang ada dalam alam karena essensinya ialah sifat ketuhanannya, Tuhan melihat diriNya. Dari sinilah timbul faham kesatuan wujud.
Unsur-unsur yang terdapat dalam tarekat antaranya adalah adanya aturan, penyatuan guru dengan murid, pelaksanaan ibadah sehari-hari dengan berkumpul dan berdzikir untuk latihan spiritual.
Diantara tarekat-tarekat besar yang pertama timbul adalah tarekat Qadirriah. Tarekat ini dihubungkan dengan Muhy Al-Din Abd Al-Qadir Ibn Abdillah Al-Jili (juga disebut Al-Jilani). Sufi ini lahir di Jilan (Persia) pada tahun 1078 M. Sebelum meninggal pada tahun 1166 ia telah telat mulai mempunyai pengaruh besar. Tarekat Qadiriah selain di Indonesia terdapat di Irak, Turki, India, Turkistan, Sudan, Cina, dan Maroko.
Dzikir adalah Proses ibadah memfokuskan jiwa dan hati dalam mengingat dan berinteraksi langsung dengan Allah melalui proses penyatuan diri. Tujuannya adalah agar lebih dekat lagi kepada Allah, latihan spiritual untuk diri kita dan selalu mengingat Allah.
Ada Pro dan kontra terhadap peraktek tarekat dan ajaran tasawwuf. Karena tarekat merupakan jalan dalam penempuh keridhoan Allah. Dengan berbagai macam fasilitas hati melalui proses ibadah seperti berdzikir, do’a, sholat dan sebagainya. Yang berbeda dengan ajaran tasawwuf hanya cara penempuhannya saja tetapi, satu tujuannya.

Published in: on March 17, 2010 at 6:48 am  Comments (1)