MAX WEBER

Maximilian Weber (21 April 1864 – 14 Juni 1920) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi.. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
A. Sosiologi agama
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme, Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang agama-agama lain terhenti oleh kematiannya yang mendadak pada 1920, hingga ia tidak dapat melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan dan Islam perdana.
Tujuannya adalah untuk menemukan alasan-alasan mengapa budaya Barat dan Timur berkembang mengikuti jalur yang berbeda. Dalam analisis terhadap temuannya, Weber berpendapat bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas lagi, Kristen) memiliki dampak besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, tapi juga mencatat bahwa hal-hal tersebut bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan tersebut. Faktor-faktor penting lain yang dicatat oleh Weber termasuk rasionalisme terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Pada akhirnya, studi tentang sosiologi agama, menurut Weber, semata-mata hanyalah meneliti meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni “pembebasan dunia dari pesona” (“disenchanment of the world”) yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang penting dari budaya Barat.

B. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme

Sampul salah satu edisi The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.
Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme, melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama dan perilaku ekonomi.
Dalam Etika Protestan dan Semangant Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran Puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Ia mendefinisikan “semangat kapitalisme” sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu para wiraswasta yang heroik, begitu Weber menyebut mereka tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (kapitalisme). Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana.

Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari Reformasi. Banyak pengamat seperti William Petty, Montesquieu, Henry Thomas Buckle, John Keats, dan lain-lainnya yang telah berkomentar tentang hubungan yang dekat antara Protestanisme dengan perkembangan semangat perdagangan.
Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.
Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya Ernst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku The Social Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.
C. Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme
Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme adalah karya besar Weber yang kedua dalam sosiologi agama. Weber memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari masyarakat Tiongkok yang berbeda dengan masyarakat Eropa Barat dan khususnya dikontraskan dengan Puritanisme. Weber melontarkan pertanyaan, mengapa kapitalisme tidak berkembang di tiongkok. Dalam Seratus Aliran Pemikiran Masa Peperangan Antar-Negara, ia memusatkan pengkajiannya pada tahap awal sejarah Tiongkok. Pada masa itu aliran-aliran pemikiran Tiongkok yang besar (Konfusianisme dan Taoisme) mengemuka.
Pada tahun 200 SM, negara Tiongkok telah berkembang dari suatu federasi yang kendur dari negara-negara feodal menjadi suatu kekaisaran yang bersatu dengan pemerintahan Patrimonial, sebagaimana digambarkan dalam Masa Peperangan Antar-Negara.
Seperti di Eropa, kota-kota di Tiongkok dibangun sebagai benteng atau tempat tinggal para pemimpinnya, dan merupakan pusat perdagangan dan kerajinan. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan otonomi politik, dan para warganya tidak mempunyai hak-hak politik khusus. Ini disebabkan oleh kekuatan ikatan-ikatan kekerabatan, yang muncul dari keyakinan keagamaan terhadap roh-roh leluhur. Selain itu, gilda-gilda saling bersaing memperebutkan perkenan Kaisar, tidak pernah bersatu untuk memperjuangkan lebih banyak haknya. Karenanya, para warga kota-kota di Tiongkok tidak pernah menjadi suatu kelas status terpisah seperti para warga kota Eropa.
Weber membahas pengorganisasian konfederasi awal, sifat-sifat yang unik dari hubungan umat Israel dengan Yahweh, pengaruh agama-agama asing, tipe-tipe ekstasi keagamaan, dan perjuangan para nabi dalam melawan ekstasi dan penyembahan berhala. Ia kemudian menggambarkan masa-masa perpecahan Kerajaan Israel, aspek-aspek sosial dari kenabian di zaman Alkitab, orientasi sosial para nabi, para pemimpin yang sesat dan penganjur perlawanan, ekstasi dan politik, dan etika serta teodisitas (ajaran tentang kebaikan Allah di tengah penderitaan) dari para nabi.
Weber mencatat bahwa Yudaisme tidak hanya melahirkan agama Kristen dan Islam, tetapi juga memainkan peranan penting dalam bangkitnya negara Barat modern, karena pengaruhnya sama pentingnya dengan pengaruh yang diberikan oleh budaya-budaya Helenistik dan Romawi.

Published in: on April 28, 2010 at 6:08 am  Leave a Comment  

MUSHAF SALINAN USTMAN

Salinan mushaf ‘Ustman tidak bersyakl dan tidak bertitik. Cara penulisan yang demikina itu membuka kemungkinan terjadinya berbagai macam bacaan diberbagai kota dan daerah yang mempunyai kekhususannya sendiri-sendiri sesuai dengan tabiat dan adat kebiasaan masing-masing. Untuk membaca mushaf tersebut tidak memerlukan adanya tanda-tanda bunyi (harakat), tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-titik. Seperti yang dikatakan Abu Ahmad Al-Askari (wafat 328 H), kaum muslimin membaca Al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama empat puluh tahun lebih, hingga pada masa Abdul Malik. Waktu itu banyak orang menulis Al-Qur’an pada lembaran-lembaran kertas dan akhirnya tersebar luas di Irak.
Ada dugaan bahwa yang dimaksud dengan “banyak orang yang menulis Al-Qur’an pada lembaran-lembaran kertas” adalah “banyak orang keliru membaca kata (lafadz) al-Qur’an setelah mereka bergaul dengan orang yang bukan Arab”. Setelah itu pada tahun 65 H beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf dibiarkan tanpa syakl tanpa titik. Berkenaan dengan itu beberapa sumber riwayat menyebutkan nama dua orang tokoh, Ubaidillah bin Ziad dan al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Dua orang inilah yang menurut sumber pertama kali merubah penulisan al-Qur’an.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak keindahannya pada akhir abad ke-3 H. hingga akhirnya muncullah tiga orang tokoh yang terkenal, Abul-Aswad ad-Duali – dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar, dan Nashr bin ‘Ashim al-Laitsi.
Abul-Aswad ad-Duali dikenal karena dialah orang yang pertama kali meletakan kairah tata bahasa Arab atas perintah Ali bin Abi Thalib. Banya orang yang berpendapat bahwa penemuan akan cara penulisan al-Qur’an huruf-huruf bertitik merupakan kelanjutan dari kegiatan Abul-Aswad ad-Duali.
Dalam proses perbaikan itu, sebagian para ahli riwayat berpendapat, orang yang pertama meletakan tanda-tanda baca berupa titik-titik pada mushaf adalah Yahya bin Ya’mar. sampai saaat ini tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bahwa Yahya bin Ya’mar adalah benar orang yang pertama meletakan tanda-tanda baca itu, kecuali jika yang dimaksud bahwa Yahya bin ‘Amr yang mulai meletakan tanda-tanda baca pada mushaf itu di Kota Muruw.
Mengenai Nashr bin ‘Ashim al-Laitsi, tidaklah mustahil kalau pekerjaanya dalam meletakan dasar tanda-tanda bacaan al-Qur’an merupakan kelanjutan dari kedua orang gurunya, yaitu Abud-Aswad dan Yahya bin Ya’mar. Nashr menimba ilmu pengetahuan dari dua orang tersebut. Namun, Abu Ahmad al-‘Askari, dalam satu riwayatnya yang aneh, menekankan bahwa Nashr bin ‘Ashim mengetahui adanya al-Qur’an tertulis dengan huruf-huruf bertitik ketika al-Hajjaj meminta kepada jurutulisnya supaya meletakan tanda-tanda di atas huruf-huruf yang sama bentuknya. Riwayat tersebut seolah-olah hendak mengatakan dengan pasti bahwa Nashr adalah orang yang pertama meletakan tanda baca berupa titik-titik pada mushaf.
Walaupun tidak dapat dipastikan apakah Abul-Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar yang merupakan orang yang pertamameletakan tanda-tanda baca pada mushaf, namun tidak ada alas an untuk mengingkari andil mereka dalam upaya memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan bacaanya bagi segenap kaum muslimin. Selain itu juga tidak diragukan pula peranan al-Hajjaj yang cukup besar dan tak dapat dipungkiri aktifitasnya dalam mengawasi pekerjaan peletakan tanda-tanda baca dalam mushaf serta penjagaanya yang ketat.
Dalam perkembangan selanjutnya, semakin besar perhatian orang kepada usaha memudahkan penulisan al-Qur’an. Upaya ke arah itu mengambil berbagai bentuk. Al-Khalil, orang pertama yang menyusun titik-titik kemudian dibentuk menjadi gambar umtuk menghias buku, menyebut kekurangan-kekurangn usaha tersebut. Dia juga orang pertama yang membuat tanda baca hamzah, tasydid, raum, dan isymam. Dan ketika Abu Hatim as-Sajistani menulis buku buku tentang tanda baca titik dan syakl bagi al-Qur’an, cara penulisan mushaf sudah mendekati kesempurnaan, sehingga pada akhir abad ke-3 H penulisan mushaf telah mencapai puncak keindahan.
Alangkah banyaknya rintangan yang menghalangi orang ke arah perbaikan cara penulisan al-Qur’an! Sampai akhir abad ke-3 H para ulama masih berbeda pendapat mengenai penggunaan tanda-tanda titik. Sikap penolakan untuk menggunakan tanda-tanda bacaan sebenarnya sudah ada jauh sebelum itu, sejak seorang sahabat nabi terkemuka, Abdullah bin Mas’ud mengatakan pendapatnya: “Murnikanlah al-Qur’an, jangan dicampuri apapun juga”.
Pada zaman berikurnya, benyak muslimin menyukai sesuatu yang dahulunya ditolak dan ditentang, yaitu menggunakan tanda-tanda baca titik dan syakl pada penulisan mushaf. Mereka yang dahulu mengkhawatirkan terjadinya perubahan nash al-Qur’an karena ditulis dengan tanda-tanda syakl dan titik, sekarang malah mengkhawatirkan terjadinya salah baca pada orang-orang awam yang tidak mengerti, jika penulisan mushaf tanpa dibubuhi tanda-tanda baca.
Jadi prinsip nash al-qur’an dengan seketat ketatnya itulah yang merupakan sebab pokok yang membuat orang pada suatu masa penggunanan titik dan syakl dalam penulisan al-Qur’an, sedang pada masa lain menyukai penggunaan. An-Nawawi berkata: “Penulisan mushaf dengan membubuhkan titik dan syakl adalah mustahab (lebih disukai), karena hal itu merupakan pencegahan bagi kemungkinan terjadinya salah baca dan pengubahan al-Qur’an”.
Mengenai dekorasi pada awal tiap surah, yang didalamnya tertulis nama-nama surah-surah yang bersankutatan dan keterangan yang mennunjukan surah itu Makkiyyah atau Madaniyah, pada masa itu memang ditentang oleh kaum konservatif di kalangan ulama dan kaum muslimin awam. Mereka berkeyakinan kuat bahwa semua itu bukan tauqifi (bukan kehendak dan bukan pula atas persetujuan Rosulullah) tapi atas contoh perbuatan atau kehendak pada sahabat para nabi.
Perbedaan pandapat itulah yang sesungguhnya merupakan benih bangkitnya tantangan hebat terhadap pencantum nama-nama surah pada awal pada tiap surah, bahkan berupa perindah penulisan dengan tinta emas, sehinga nama-nama surah itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari wahyu Allah.
Tak lama kemudian terjadi peristiwa yang mengembirakan disamping artinya yang sangat besar, yaitu ketika di Kairo muncul al-Qur’an dalam bentuk yang mungil, indah dan halus. Mushaf-mushaf tersebut dicetak dan ditebitkan taun 1342 H (1923 M) dibawah pengawas Syeikhul-Azhar dan diakui serta disahkan oleh sebuah panitia khusus yang dibentuk untuk itu Oleh Raja Fuad I. Mushaf itu ditulis dan disusun sesuai dengan riwayat Hafsh mengenai qira’at ‘Ashim. Seluruh dunia Islam menyambut dan menerimanya dengan baik mushaf tersebut, sehingga tiap tahun dicetak dan merupakan mushaf yang satu-satunya yang beredar dikalangan umat islam, atau hampir semua ulama diberbagai pelosok dunia dengan bulat mengakui kecermatan yang sempurna, baik dekorasi maupun tulisannya

Published in: on April 25, 2010 at 10:34 am  Leave a Comment  

HAKIKAT, FENOMENA DAN KOMENTAR TENTANG IDUL FITRI

Hakikat Idul Fitri

Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tak bisa dipisahkan dengan tradisi mudik atau pulang kampung. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu.
Fenomene Idul Fitri
Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tak bisa dipisahkan dengan tradisi mudik atau pulang kampung yang banyak dilakukan oleh seluruh kota besar di Indonesia. Selain itu banyak orang yang mempersiapkan diri untuk menyambut hari raya tersebut. Mulai dari membeli baju baru, membuat kue lebaran, bahkan sampai ada yang menggadaikan emas ataupun barang – barang berharga yang dimilikinya hanya untuk membeli semua itu.
Komentar Idul Fitri
Idul Fitri adalah hari raya yang datang berulangkali setiap tanggal 1 Syawal, yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Ketika telah Idul Fitri dan berakhirnya puasa biasanya banyak orang yang seharusnya terlatih untuk menjalankan semua perintah Allah SWT ketika Ramadhan tapi malah meninggalkannya. Banyak orang-orang yang meninggalkan perintah-Nya, seperti meninggalkan sholat, meninggalkan baca Al-Qur’an dan masjid-masjid pun menjadi sepi tidak seperti ketika Rammadah. Seharusnya setelah Idul Fitri masyarakat telah terbiasa menjalankan perintah Allah dan selalu menjalankan perintah-Nya setelah Idul Fitri seperti ketika bulam Rammadah, menjalankan perintah-Nya dengan penuh semangat.

Published in: on April 24, 2010 at 4:36 am  Leave a Comment  

Asbabun-Nuzul

A. Pengertian Asbabun-Nuzul

Menurut Dr. Shubhi as-Shalih, pengertian Asbabun-Nuzul secara terminologis adalah:
Suatu peristiwa atau pertanyaan yang melatar belakangi turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut mengandung informasi mengenai peristiwa itu, atau memberikan jawaban terhadap pertanyaan, atau menjelaskan hukum yang terkandung dalam peristiwa itu, pada saat terjadinya peristiwa / pertanyaan tersebut.
Berdasarkan definisi ini maka Ilmu Asbabun-Nuzul dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang historis turunnya ayat-ayat Alquran. Baik berupa peristiwa maupun berupa pertanyaan. Jika sebabnya berupa peristiwa, maka ayat yang turun mengandung informasi tentang peristiwa tersebut atau memberikan penjelasan terhadap hukum yang terkandung di dalamnya, pada saat peristiwa itu terjadi. Jika sebabnya berupa pertanyaan, maka ayat yang turun akan berfungsi sebagai jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

B. Makna Ungkapan-ungkapan Sebab Nuzul
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun-nuzul itu terjadinya pada masa Rasulullah, atau lebih khusus lagi, pada masa turunnya ayat-ayat Al-quran. Dengan demikian asbabun-nuzul hanya dapat diketahui melalui penuturan para sahabat Nabi yang secara langsung menyaksikan terjadinya peristiwa atau munculnya pertanyaan sebab nuzul. Hal ini berarti, bahwa Asbabun-Nuzul haruslah berupa riwayat yang dituturkan oleh para sahabat.
Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul menggunakan ungkapan yang berbeda antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan tersebut tentunya mengandung perbedaan makna yang memiliki implikasi pada status sebab nuzulnya.
Macam-macam ungkapan/redaksi yang digunakan sahabat dalam mendeskribsikan sebab nuzul antara lain:
1. kata سبب (sebab). Contohnya seperti:
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا… (sebab turunnya ayat ini demikian …)
Ungkapan (redaksi) ini disebut sebagai redaksi yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi seperti ini menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat, tidak mengandung makna lain.
2. kata فـــ (maka). Contohnya seperti:
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ (telah terjadi peristiwa ini dan itu, maka turunlah ayat). Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3. kata في (mengenai/tentang). Contohnya seperti:
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا … (ayat ini turun mengenai ini dan itu). Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menunjukkan sebab turunnya suatu ayat. Akan tetapi masih dimungkinkan mengandung pengertian lain.

C. Kaedah-kaedah Penetapan Hukum Dikaitkan dengan Sebab Nuzul.
Dalam memahami makna ayat Alquran yang mengandung lafal umum dan dikaitkan dengan sebab turunnya, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan dasar pemahaman.Karena itu, berkaitan dengan masalah ini ada dua kaedah yang bertolak belakang.

Kaedah pertama menyatakan:
اْلعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada bentuk umumnya lafazh (bunyi lafazh), bukan sebabnya yang khusus).
Kaedah kedua menyatakan sebaliknya:
اْلعِبْرَةُ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ لَا بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ
(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada penyebabnya yang khusus (sebab nuzul), bukan pada bentuk lafazhnya yang umum).

Contoh Penerapan Kaedah Pertama.
Firman Allah, Surat An-Nur ayat 6:
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. [Q.S. An-Nur: 6].
Jika dilakukan pemahaman berdasarkan bentuk umumnya lafal terhadap surat An-Nur ayat 6 di atas, maka keharusan mengucapkan sumpah dengan nama Allah sebanyak empat kali bahwa tuduhannya adalah benar, berlaku bagi siapa saja (suami) yang menuduh isterinya berzina. Pemahaman yang demikian ini (berdasarkan umumnya lafal) tidak bertentangan dengan ayat lain atau hadits atau ketentuan hukum yang lainnya
Contoh Penerapan Kaedah Kedua,
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situ-lah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas Rahmat-Nya, lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115).
Jika dalam memahami ayat 115 ini kita terapkan kaedah pertama, maka dapat disimpulkan, bahwa shalat dapat dilakukan dengan menghadap ke arah mana saja, tanpa dibatasi oleh situasi dan kondisi di mana dan dalam keadaan bagaimana kita shalat. Kesimpulan demikian ini bertentangan dengan dalil lain (ayat) yang menyatakan, bahwa dalam melaksanakan shalat harus menghadap ke arah Masjidil-Haram. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Alllah:
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah: 149).
Akan tetapi, jika dalam memahami Surat Al-Baqarah ayat 115 di atas dikaitkan dengan sebab nuzulnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa menghadap ke arah mana saja dalam shalat adalah sah jika shalatnya dilakukan di atas kendaraan yang sedang berjalan, atau dalam kondisi tidak mengetahui arah kiblat (Masjidil-Haram). Dalam kasus ayat yang demikian ini pemahamannya harus didasarkan pada sebab turunnya ayat yang bersifat khusus dan tidak boleh berpatokan pada bunyi lafazh yang bersifat umum.
D. Kegunaan Asbabun-Nuzul
Keharusan mengetahui sebab nuzul untuk memahami isi kandungan Alquran tentu tidak untuk semua ayat Alquran. Karena tidak semua ayat dalam Alquran memiliki sebab nuzul. Bahkan ayat yang turun tanpa sebab nuzul jumlahnya jauh lebih banyak daripada ayat-ayat yang mempunyai sebab. Namun pembahasan tentang sebab nuzul mendapat perhatian yang sangat besar dari para ahli Ulumul-Quran. Hal ini menunjukkan pentingnya kajian Asbabun-Nuzul dalam Ulumul-Quran. Di antara arti pentingnya adalah:
1. Mengetahui rahasia dan tujuan Allah menysyariatkan agamanya melalui ayat-ayat Alquran.
2. Memudahkan pemahaman Alquran secara benar, sehingga terhindar dari kesukaran dan memperkecil kemungkinan salah.
3.Asbab an-Nuzul memperkuat hafalan Alquran, terutama ayat-ayat yang memiliki kemiripan ungkapan.

Published in: on April 21, 2010 at 5:12 am  Leave a Comment  

DAKWAH PASCA ROSULLAH SAW

Setelah rasullah SAW meninggal dunia, amanat dakwah berpindah kepada para sahabat. Islam tidak mati dengan matinya Rasulullah, karena sebelum meninggalnya, beliau telah meninggalkan kader-kadernya yang tangguh yang siap mengusung ajaran Islam.

Dakwah Pada Masa Khulafaur Rasyidin
• Dakwah pada masa Abu Bakar
Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Abdullah bin Ustman bin Amir bin KA’ab bin Sa’ad bin tayyim bin Murrah. Lahir di Mekkah. Rasullulah SAW menyifatinya dengan “Atiq Min An Nar” (orang yang terbebas dari neraka). Abu Bakar memerintah selama dua setengah tahun, sangat sempit tetapi apa yang dicapai sangatlah melampaui masa yang tersedia. Masa-masa pemerintahanya sarat dengan amalan dan jihat dan meninggalkan buat kita yang sangat bermanfaat.
Di saat pemerintahan barunya, ia dikejutkan dengan gerakan yang diklasifikasi dalam tiga pola.
1. Murtad dari agama
Mereka adalah orang-orang yang lemah imannya dan masuk islam hanya formalitas. Kemungkinan mereka adalah kelompok munafik pada zaman Nabi. Setiap ada kesempatan menghancurkan kaum muslimin, mereka melakukan gerakan, sebagai mana yang terjadi pada perang tabruk. Mereka tidak berani terang-terangan melakukan pemurtadan diri pada masa Nabi karena takut pada saat itu. Perpindahan kekusaan dari Nabi ke abu bakar mereka anggap saat yang tepat untuk murtad dari islam.
2. Gerakan nabi palsu
Seperti Musailamah al Kazzab dari bani Hanifah, Thalhah bin Khuwailid dari bani Asad, Sajjah dari bani Tamim, dll. Sebagian ini sudah muncul pada masa Nabi, tetapi wafatnya nabi mereka anggap sebagai kesempatan untuk tampil terang-terangan.
3. Pembangkang zakat
Kelompok ini berpandangan bahwa zakat itu diberikan kepada Nabi dengan dalil kitab (objek informasi) dalam ayat tentang zakat dikhususkan kepada Nabi. Oleh karena itu, setelah nabi meninggal, hokum tentang zakat bagi mereka tidak berlaku lagi.
Karena penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Abu Bakar menyiapkan pasukan besar yang terdiri dari sebelas regu. Sebeum pasukan diberangkatkan, abu baker menulis pesan buat mereka ntuk menjadi panduan dalam memerangi para murtaddin. Beliau juga minta kepada mereka agar memaafkan mereka dan mengajak kembali kepada Islam. Jika mereka menolak, mereka boleh diserang
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Perluasan wilayah pada masa abu bakar, setelah masalah internal mulai tenang. Kawasan itu terdiri dari Bahrain dan Qatar, Kuwait, Irak, kawasan syam.
Di masa abu bakar dilakukannya pengumpulan Al-Qur’an, ini dilakukan karena adanya rasa kekhawatiran terhadap para sahabat yang hafal Al-qur’an akan gugur dalam medan perang yang terus berlanjut pada saat itu. Masa Abu Bakar mempunyai tugas yang berat bagi keutuhan ajaran Islam yaitu pengumpulan Al-Qur’an.
• Dakwah pada masa Umar bin khattab
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanannya”, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar Radhiallahu ‘anhu . Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil ‘Uzza bin Rabah. Beliau dari suku Quraisy. Dalam masa pemerintahanya beliau adalah negarawan yang baik, tegas dan tertib. Banyak hal baru yang diperoleh dari dirinya. Beliau menciptakan menciptakan strategi perluasan wilayah dan kebijakan buat negeri yang dibuka.
Beliau memerintah selama sepuluh tahun enam bulan. Penyebaran wilayah sampai pada Irak, Iran, Syam, Yordania, Suriah, dan Palestina. Selama memerintah Umar selalu berusaha dakwah sebagai tujuan utama negara.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah.
• Dakwah pada masa Utsman bin Affan
Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn ‘Auf Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.
Utsman bin Affan bin Ash bin Umayyah bin Abdi Syam bin Abdi Manaf. Beliau diberi gelar Dzun Nurain karena menikah dengan dua anak rosulullah, Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Pemerintahan Usman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu dan menjadi perselisihan panjang di tubuh kaum muslimin.
Metode dakwah beliau adalah:
o Berdakwah dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang diamanatkan secara maksimal
o Meneruskan dakwah para pendahulunya
o Berdakwah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
o Mengikuti tradisi baik yang sudah ada
o Tidak mendahulukan hukuman dalam mendidik rakyat
o Mengajak rakyak agar hidup zuhud
Pada masa Utsman perluasan wilayah meliputi kawasa; Barat Afrika, Negeri-negeri seberang sungai Jihun, Cyprus.

• Dakwah pada masa Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman Radhiallahu ‘anhu wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah Ali bin abi Thalib bin Abdi al Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Ali dikenal dengan keberanian, orator dan sastrawan. Pada masa Ali banyak sekali perjolakan tidak ada sedikitpun yang dapat dikatakan stabil dalam masa pemerintahanya. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali Radhiallahu ‘anhu menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman Radhiallahu ‘anhu. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman Radhiallahu ‘anhu kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar Radhiallahu ‘anhu.

Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu , dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya al-Hasan bin Ali Radhiallahu ‘anhuma selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan Radhiallahu ‘anhuma menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka al-Hasan Radhiallahu ‘anhuma menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu .
Ciri-ciri umum pada masa Khulafaur Rasyidin:
o Kader-kader menciptakan motivasi yang kuat untuk melakukan dakwah keluar jazirah Arabia. Akivitas tersebut dalam dunia Islam dikenal dengan istilah futuhal islamiyyah.
o Lewat pemerintahan para khalifah menentukan kebijakan dan setrategi dakwah baik untuk masyarakat islam maupun diluar islam.
o Futuhat Islamiyyah yang dilakukan oleh para sahabat selalu diikuti oleh perluasan pemikiran atau ilmu islam.
Diantara gerakan yang paling menonjol pada khulafah rasyidin adalah:
o Menjaga keutuhan Al-Qur’an al Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf abu Bakar
o Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan
o Keseriusan mereka untuk mencari dan mengajarkakn ilmu dan memerangi kebodohan berislam para penduduk negeri.
o Islam dalam masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’I dan panglima. Tidak dikenal orang khusus sebagai da’i.

Dakwah Pada Masa Dinasti Umayyah
Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Kekuasan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu Kota negara dipindah kan Muawiyah dari Madinah ke damaskus, tempat berkuasa ia sebelumnya. Khalifah besar Bani Umayyah adalan Muawiyah ibn Abi Sufyan, Abd Al-Malik, Umar ibn Abd al-Aziz, dan Hasyim ibn Abd Al-Malik.
a.gerakan dakwah di kawasan ini menempuh 2 strategi, yaitu:
1. di kawasan timur laut,yaitu negeri-negeri yang terletak di seberang sungai, atau negeri-negeri yang terletak di antara 2 sungai,jihun dan sihun. Kaum muslimin melnjutkan perjuangannya di bawah komando Ubaid bin Ziyad bin Ubaih dan Qutaibah bin Muslim dan lainnya. Qutaibah berhasil memasuki kawasan ini sampai hampir menguasai daerah-daerah yang terletak diantara dua sungai tersebut. Di sini mereka menghancurkan berhala dan membakarnya. Banyak penduduk yang masuk Islam di tangannya. Qutaibah juga memasuki kawasan Kasghar Cina.
Di kawasan tenggara,di daerah Sind,Muhammad bin Al Qasim ats Tsaqafi berangkat menuju kwasan ini. Gerakan perlusaan negeri juga di ikuti kebangkitan pemikiran dan social. Masjid-masasjid dan sekolah merata diseluruh pelosok negeri, baik di kota maupun di desa. Para ahli fikih,hadis dan sejarah aktif beraktivitas di segala ini. Karena itu tidak mengheran kan jika banyak di antara mereka menjadi ulama terkemuka dan memiliki kontri busi besar dalam memperkaya khazanah pemikiran Islam
Beberapa hal yang membawa Bani Umayyah kepada kehancuran.
o Sistem pergantian khalifah yang secara garis keturunan
o Latarbelakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik politik yang terjadi pada masa Ali.
o Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, adanya pertentang dari suku Arabia Utara dengan Arabia Selatan.
o Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah bersikap hidup mewah.
Tetapi yang menjadi Penyebab langsung tergulinggnya Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah abass
.
Dakwah Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
Dinasti Abasiyyah didirikan oleh Abdullah as Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bn Abbas. Dalam kekuasaan dinastinya, ppusat pemerintahannya dipindahkan ke Kurfah dan akhirnya ka Baghdad sampai daulah Abasiyyah, Baghdad dijuluki sebagai “Madinah as Salam”.
Perekonomian daulah Abasiyyah mulai meningkat dengan meningkatnya sector pertanian dan pertambangan.
Kehidupan dakwah pada masa abbasiyyah mengunakan daulah yang tegas diantaranya:
o Para khlifah Abbasiyyah masa keemasan adalah juga seorang ulama yang cinta ilmu.
o Mendorong dan memfasilitasi upaya penerjemah berbagai ilmu dari berbagai bahaasa ke bahasa Arab, seperti falsafat, ilmu kedokteran, ilmu bintang, ilmu pasti, ilmu fisika, ilmu musik dan lain-lain.
o Melakukan perluasan dan pembinaan wilayah dakwah.
o Mendorong dan memfasilitasi pembaharuan sistem pandidikan dengan munculnya Madrasah.
o Setelah cahaya daulah Abbasiyyah mulai redup secara politis.
Demikian kemajuan politik dan kebudayan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tiada tandingannya di kal itu. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasan Bani Abbas periode pertama. Namun saying, setelah periode ini berakhir, islam mengalai kemunduran
Kemunduran mulai sejak Abbasiyyah diperintah oleh Abu Ja’far Muhammad al-Muntashir hingga Baghdad jatuh ke tangan Abu Ahmad Abdullah al-Musta’shim.
Faktor penyebab kemunduran Bani Abbasiyyah adalah:
• Adannya friksi dalam tubuh daulah Abbasiyyah.
• Gaya hidup bermewah-mewahan
• Khalifah mudah dipengaruhi
• Banyak serangan dari musuh

Published in: on April 17, 2010 at 2:26 pm  Leave a Comment  

ISLAM DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEKNYA

A. Aspek Ibadah
Manusia dalam faham ajaran islam, sebagaimana ajaran monoteisme lainnya, tersusun dari dua unsure, yaitu jasmani dan rohani. Badan, karena mempunyai hawa nafsu, membawa pada kejahatan, sedangkan roh, berasal dari unsure mengajak pada kesucian.Oleh karena itu pendidikan jasmani harus disempurnakan dengan pendidikan rohani.
Ibadah dalam islam bukan bertujuan supaya tuhan disembah dalam arti penyembahan dalam agama-agama primitif. Pengertian ini adalah pengertian yang tidak tepat.

Dalam surat Al-Zariat 56 mengatakan :
“Tidak kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh kepadaku”.

Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di hari kiamat dengan memematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT. Dengan kata lain, tuhan menciptakan manusia sebenarnya ialah untuk berbuat baik dan tidak berbuat jahat.
Tujuan ibadah dalam islam adalah bukan menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada tuhan, agar dengan demikian roh manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh yang suci membawa budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah, disamping merupakan latihan spirituil, juga merupakan latihan moral.

Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral. Dalam surat Al-Ankabut 45 menyatakan :
“Shalat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik”.

Dalam hadis qusdi disebut :
“Tuhan akan menerima shalat orang yang merendah diri, tidak sombong, tidak menentang, malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan shalat ialah menjauhkan diri manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.

Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Surat Al-Baqarah 183 yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi orang yang bertakwa”.

Demikianlah, berarti puasa bukanlah menahan diri dari makan dan minum, tetapi menahan diri dari perbuatan-perubatan yang tidak baik.

Mengenai haji, Surat Al-Baqarah 197 mengatakan :
“Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan ibadah haji orang tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal yang tidak baik dan tidak boleh bertengkar”.

Tentang zakat ayat 103 dari surat Al-Taubah :
“Yang menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan mesucikan pemiliknya”.

“Ada hal yang lebih tinggi derajatnya dari shalat, puasa dan sedekah. Ketika para sahabat mengatakan ingin mengetahui hal itu, Nabi menjawab : “yaitu memperbaiki tali persahabatan”.

Demikianlah Al-qur’an menjelaskan bahwa ibadah sebenarnya merupakan latihan spiritual dan moral dalam usaha islam membina manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup, dari perbuatan-perubatan yang tidak baik..
Disamping latihan spiritual dan moral, Al-qur’an dan hadis juga membawa ajaran-ajaran atau norma-norma moral yang harus dilaksanakan dan dipegang setiap orang islam.

Surat Al-Nisa ayat 58 :
“ Mengajarkan supaya manusia mengetahui hak orang lain dan bersikap ikhlas terhadap sikap itu. Ayat ini memerintahkan supaya amanat diteruskan kepada yang berhak. Juga mengajarkan supaya manusia bersikap adil”.

Surat Al-Nahl ayat 90 :
“ Di samping mengandung perintah supaya manusia bersikap adil, berbuat baik kepada orang dan menolong keluarga juga mengandung larangan berbuat tidak baik”.

Surat Al-Baqarah 188 mengatakan :
“Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan alasan palsu dan jangan bawa hal itu ke depan hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak benar”.

Surat Ibrahim 25, 26 menjelaskan :
“Demikian tuhan memberikan perumpamaan kepada manusia, semoga mereka ingat. Dan kata keji serupa dengan pohon busuk yang tercabut di atas bumi dan tidak mempunyai dasar. Tuhan memperkuat orang yang percaya dengan kata-kata kokoh di dunia maupun di akhirat. Tuhan membuat orang zalim menjadi sesat dan tuhan berkehendak sesuai kehendak hatinya”.

Surat Hujarat 11, 12 menjelaskan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah mentertawai orang lain, mungkin mereka lebih baik dari mereka sendiri, dan janganlah wanita mentertawai wanita lain, mungkin mereka lebih baik dari mereka sendiri. Janganlah kamu saling mencela dan jangan pula saling memberi nama tidak baik. Seburuk-buruk nama ialah ai-furuq setelah adanya iman. Siapa yang tidak tobat, itulah orang yang zalim. Wahai orang yang beriman, jahuilah sebanyak mugkin prasangka, sebagian prasangka merupakan dosa”.

Surat Al-Nur 27, 28 :
“Umpamanya mengajarkan seseorang jangan memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin serta memberikan salam dan apabila tidak diberi izin masuk supaya kembali saja, karena itu adalah lebih baik”.
Dengan demikianlah pentingnya budi pekerti luhur dan tingkah laku sehari-hari dalam islam, sehingga hal-hal itu disebut tuhan dalam Al-Qur’an. Dan nabi sendiri mengatakan bahwa beliau diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan ajaran-ajaran tentang budi pekerti luhur.
Berkata benar dan tidak berdusta adalah norma moral yang penting. Nabi mengatakan : “Berkata benar menimbulkan ketentraman tetapi dusta menimbulkan kecemasan”.

Dalam islam masalah baik dan buruk ini mengambil tempat yang penting sekali. Golongan Asy’ariah mengatakan bahwa soal baik dan buruk dapat diketahui oleh akal. Sekiranya wahyu tidak diturunkan tuhan, manusia tidak dapat membedakan baik dan buruk. Wahyulah yang menentukan baik buruknya perbuatan.
Golongan Mu’talizah berpendapat bahwa akal manusia cukup kuat untuk mengetahui baik-buruknya perbuatan. Tanpa wahyu, manusia dapat mengetahui bahwa mencuri adalah perbuatan yang buruk dan menolong adalah perbuatan yang baik. Wahyu datang hanya untuk memperkuat pendapat akal manusia dan untuk membuat nilai-nilai yang dihasilkan fikiran manusia itu bersifat absolut dan universal, agar dengan demikian mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh umat.
Jelas bahwa dalam islam, soal baik dan buruknya menjadi dasar agama yang penting. Karena yang ingin dibina islam ialah manusia yang baik yang menjahui perbuatan-perbuatan buruk atau jahat di dunia ini. Manusia yang dimaksud ialah mu’min. muslim dan muttaqi.
Mu’min ialah orang yang percaya kepada Tuhan YME, sebagai nilai-nilai yang bersifat absolute. Muslim ialah orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan. Dan Muttaqi atau orang yang bertakwa adalah orang yang memelihara diri dari hukuman Tuhan di akhirat, yaitu orang yang patuh pada Tuhan, dalam arti menjalankan perintah-perintahnya dan patuh yang menjahui larangan-larangnya. Dengan tegasnya yang dimaksud dengan orang yang bertakwa ialah orang yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan menjahui kejahatan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan orang mu’min, muslim dan muttaqin sebenarnya adalah orang bermoral tinggi dan berbudi pekerti luhur.tujuan dasar dari semua ajaran-ajaran islam memanglah untuk mencegah manusia dari perbuatan buruk atau jahat dan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan. Tidak mengherankan kalau soal akhlak dan budi pekerti luhur memang merupakan pelajaran yang penting sekali dalam islam.

B, Aspek Mistisisme
Disebutkan bahwa ada segolongan umat Islam yang belum puas dengan mendekatan dirinya kepada Tuhan melalui Ibadah shalat, puasa dan haji. Jalan itu diberikan oleh al-tassawwuf. Al-tasawwuf atau Sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisisme dalam Islam.
Tujuan dari mistisisme, baik yang di dalam maupun yang di luar Islam, ialah memperoleh hubungan langsung dan didasari karena Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisari dari mistisisme, termasuk dalamnya tasawwuf, adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antar roh manusia dengan tuhan, dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran itu akhirnya mengambil bentuk rasa dekat sekali dengan Tuhan dalam arti bersatu dengan Tuhan yang dalam istilah Arab disebut ittihad.
Berbagai teori dimajukan tentang asal-usul kata al-tasawwuf dan al-sufi. Teori yang benyak diterima ialah bahwa istilah itu berasal dari kata suf yaitu wol. Yang dimaksud bukanlah wol dalam arti modern, tetapi wol primitive dan kasar yang dipakai di zaman dahulu oleh orang-orang yang miskin di timur tengah. Di zaman itu pakaian kemewahan sutra. Orang sufi ingin hidup sederhana dan menjahui hidup keduniawian untuk itu mereka hidup sebagai orang-orang miskin memakai wol kasar tersebut.
Kemudian pendapat-pendapat mengatakan tasawwuf datang dari kebiasaan rarhib-rahib Kristen untuk menjahui dunia, dari pengaruh ajaraan hindu, dari falsafat Phytagoras untuk meninggalkan kehidupan materil, dan dari falsafat Plotinius mengatakan zat yang berasal dari Tuhan akan kembali ke Tuhan.
Bagaimanapun, faham bahwa tuhan dekat dengan manusia merupakan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Ayat Al-Baqarah 186, mengatakan :
“Jika hamba-hambaku bertanya padamu tentang diriku, Aku adalah dekat, Aku mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku”.

Ayat 115 juga mengatakan :
“Timur dan barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling disitu (kamu jumpai)”.

Beradasarkan ayat diatas kaum sufi berpendapat bahwa untuk mencari Tuhan orang tak perlu pergi jauh-jauh. Apalagi hadis mengatakn bahwa :
“Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal pada Tuhan”.
Dengan kata lain : carilah Tuhan dalam dirimu sendiri. Jadi, terlepas dari kemungkinan adanya pengaruh dari luar Islam.
Telah dibayangkan diatas bahwa mistisisme, termasuk dalamnya tasawwuf, erat hubungannya dengan keadaan menjahui hidup duniawi dan kesenangan meteril. Hal ini disebut zuhd (asceticism). Orang yang mempunyai sifat ini disebut zahid (ascetic, barulah menjadi sufi (mystic).
Zahid yang pertama yaitu, Al-Hasan Al-Basri. Ia lahir di Madinah tahun 642 M dan meninggal di basrah 728M. Ia yang disebut dalam Aspek teologi, ketika Wasil Ibn Ata’ menyatakan pendapatnya tentang kedudukan pembuat dosa besar.
Ia pernah mengatakan : “Bersikaplah terhadap dunia ini seolah-olah engkau tak pernah berada diatasnya dan bersikaplah terhadap akhirat seolah-olah engkau tidak akan keluar dari dalamnya”.
Yang kedua, ibrahim Ibn Adham dari Balk di Khurasan. Ia lahir di Mekkah, ketika kedua orang tuanya melaksanakan haji. Ayahnya Adham, adalah Raja dari Balkh. Dari anak Ibrahim akhirnya berobah menjadi zahid. Ia meninggal pada 777 M.
Diantara ucapannya Ibranim Ibn Adham : “ Kemiskinan (al-faqr) adalah harta yang disimpan Tuhan di Surga dan yang tidak dianugerahkannya kecuali kepada orang-orang yang dicintainya”.
Ketiga, Radi’ah Al-Adawiah lahir di Basrah tahun 714 M dan meninggal sewaktu ia masih kecil kemudian ia kelihatannya dijual sebagai budak. Setelah dibebaskan ia memilih hidup sebagai Zahid.
Ia memberi nasihat : “Pandanglah dunia ini sebagai sesuatu yang hina dan tak berharga, itu kebih baik bagiMu”.
Abu Nasr Bisyr Al-Hafi juga dikenal sebagai Zahid. Ia berasal dari Khurasan dan lahir tahun 767 M dan meniggal di Bagdad di tahun 841 M.
Mengenai hidup ia mengatakan : “Orang yang mencari harta-benda, harus bersedia untuk di hina”. “Dunia sama dengan wanita, pada mulanya ia sayang dan kasih kepada mu, tetapi kemudian ia menentang dan menyembelih mu”.

Published in: on April 16, 2010 at 8:33 am  Comments (1)  

JURNALISME KUNING

Pengertian Jurnalisme Kuning
Pernahkan Anda menjumpai judul-judul berita yang bombastis, tetapi setelah dibaca isinya tidak substansial? Misalnya, “Suami Bantai istri di depan Anak”, “Mata Perampok Ojek Dicongkel Massa”, “ Gara-gara Ingin Memiliki Sepeda Motor; Pelajar Gorok Leher Teman”, “ Malu Melahirkan Hasil Hubungan Gelap: Wanita Patahkan Kaki Bayi”. Ini beberapa judul berita yang berasal dari media cetak yang pernah terbit di Jakarta.
Diantara judul-judul itu ada kesamaan. Kasus yang sedang dibahas ditulis dengan hiperbola. Seolah terkesan seram, angker, sadis, kejam dan semacamnya. Misalnya pilihan kata “dibacok”, “digorok”, “tewas terpanggang”, atau “mata dicongkel”. Padahal bisa jadi tidak seperti itu kenyataannya. Bisa jadi juga seseorang tewas biasa, tetapi kalau sudah masuk konstruksi berita media cetak seperti itu judul menjadi masalah lain. Dengan kata lain, ada sesuatu yang dibesar-besarkan untuk menarik perhatian pembaca.Contoh-contoh judul di atas biasanya melekat pada media yang dijuluki jurnalisme kuning (yellow journalism).
Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan karena orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional dari pada substansi isinya. Tentu saja, karena tujuannya untuk meninngkatkan penjualan ia sering dituduh jurnalisme yang tidak profesional, dan tak beretika. Mengapa? Karena yang dipentingkan adalah bagaimana caranya masyarakat suka pada beritanya. Perkara isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, itu soal nanti.
Jurnalisme kuning adalah jurnalisme yang menekankan pada sensasi seks, kriminal, dan berita malapetaka; judul besar-besaran; penggambaran yang kasar; dan bergantung pada kartun serta berwarna-warni (Stanley J.Baran, Introduction to Mass Communication, Media Literacy and Culture, McGraw-Hill, New York, 2004, hlm. 109).

Sejarah Jurnalisme Kuning

Tahun 1895, surat kabar New York World mendapat pesaing baru yaitu surat kabar New York Journal yang dimiliki oleh William Randolph Hearst. Sejak tahun 1895 hingga 1898 terjadi persaingan hebat antara surat kabar New York World milik Pulitzer dan New York Journal milik Hearst. Kedua media ini saling menabuh genderang perang dengan menyajikan berita-berita bombastis, sensasional dan kontroversial dengan tujuan utama peningkatan oplah. Persaingan sengit ini kemudian dikenal dengan istilah jurnalisme/koran kuning. Istilah ini diberikan oleh kalangan pers AS karena kedua koran tersebut sering menyajikan berita murahan untuk mencari sensasi dan menarik minat pembaca. Selain itu, keduanya juga sama-sama memuat serial komik The Yellow Kid (Bocah Kuning).
Akibat terlalu sering mempraktekkan jurnalisme kuning, Joseph Pulitzer pernah diseret ke meja hijau atas tuduhan pencemaran nama baik Presiden AS (waktu itu) Theodore Roosevelt dan pengusaha besar J. P. Morgan. Pada tahun 1909, surat kabar New York World memberitakan adanya transaksi palsu senilai USD 40 juta dolar dalam pembelian Terusan Panama yang melibatkan dua orang penting tersebut. Beruntung dalam persidangan, hakim membebaskannya dari segala tuduhan atas dasar kebebasan pers.
Tidak hanya itu, kurang lebih seratus tahun lalu, rakyat Amerika berang dengan tenggelamnya USS Maine yang menewaskan seluruh awaknya di lepas Pantai Kuba. Rakyat Amerika menuduh Spanyol menyerang kapal tersebut yang menyebabkan pecahnya perang Spanyol-Amerika. Ironisnya, setelah perang usai diketahui USS Maine tenggelam karena kecelakaan di kapal tersebut, yang pada awal permulaan konflik diberitakan oleh media massa Amerika, dengan sensasionalitas yang luar biasa, karena diledakkan Spanyol. Untuk pertama kalinya kekuatan media unjuk gigi dalam memengaruhi kebijakan pemerintah untuk berperang dengan mempraktikkan apa yang disebut yellow journalism.
Berjarak seratus tahun dari peristiwa Spanish-America War, di belahan dunia lain, Indonesia dan Malaysia, dua negara serumpun terlibat ketegangan akibat salah satunya mengabaikan prinsip bertetangga yang baik. Klaim terhadap wilayah teritorial, penggunaan ikon pariwisata Indonesia yang tidak semestinya, dan perlakuan kasar warga negara Indonesia oleh Malaysia, menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi berang.
Pada dasarnya, jurnalisme kuning (yellow journalism) merupakan fenomena jurnalisme yang melanda AS di era akhir 1800-an dan awal 1900-an. Persaingan untuk meningkatkan penjualan oplah, atau dalam era sekarang untuk mendorong klik (dalam media dotcom) atau rating dalam media TV, membuat media di New York pada saat itu memberitakan skandal-skandal dan mengemas pemberitaan secara sensasional.
Jurnalisme kuning pun sempat mewarnai dunia pers Indonesia, terutama setelah Soeharto lengser dari kursi presiden. Judul dan berita yang bombastis mewarnai halaman-halaman muka koran-koran dan majalah-majalah baru. Namun tampaknya, jurnalisme kuning di Indonesia belum sepenuhnya pudar. Terbukti hingga saat ini masih ada koran-koran yang masih menyuguhkan pemberitaan sensasional semacam itu.

Falsafah Jurnalisme Kuning
Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pembuatan judul utama yang menarik perhatian publik.
Tujuannya hanya satu,: agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik diharapkan masyarakat membelinya. Ini sesuai dengan psikologi komunikasi massa. Orang akan tertarik untuk membaca atau membeli koran, yang diperhatikan pertama kali adalah judulnya. Apalagi judul-judul yang dibuat sangat bombastis. Bahkan untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul yang dibuat ditulis secara besar-besaran dengan warna yang mencolok dan tak jarang disertai dengan gambar yang sadis.
Beberapa Teori infotaimen dalam Jurnalisme Kuning
Hubungannya dengan penelitian ini, peneliti mengangkat dua teori komunikasi massa, yaitu agenda setting model dan diffusion of innovation theory:
1. Agenda setting model
Teori ini dikemukakan oleh M.E. Mc Combs dan D.L. Shaw dalam Public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972 yag berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media. Mereka mengatakan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Mereka menjelaskan bahwa ada korelasi positif yang cukup signifikan antara penekanan berita dan penilaian berita oleh khalayak (Effendi, 1993: 287).
2. Diffusion of innovation theory
Teori ini muncul pada artikel yang berjudul The People’s Choice tahun 1944 yang ditulis oleh Paul Lazarfeld, Benard Berelson, dan H. Gaudet. Mereka mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sanga kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Dengan kata lain, ketika ada informasi baru dan inovatif, lalu disebarkan (difusi) melalui media massa, maka akan sangat kuat mempengaruhi massa untuk mengikutinya (Nurudin 2003: 177).
Inilah yang sebenarnya terjadi pada jurnalisme infotainment. Wartawan infotainment sebenarnya mengorek-orek berita yang tidak penting. Misalnya mengenai peceraian seorang artis. Tapi yang membuatnya menjadi penting adalah penekanan pada unsur artis/ figure yang ditampilkan serta frekuensi penayangan informasi tersebut. Terlepas dari unsur pentingnya informasi, hal yang demikian juga telah melanggar ruang privasi artis. Pelanggaran terjadi ketika sesuatu yang seharusnya berada pada ruang privat diangkat oleh wartawan dan tersebar ke ruang publik. Dan patut disayangkan, undang-undang yang mengatur hal-hal yang demikian belumlah cukup. Wajar jika terjadi pelanggaran di mana-mana.
Namun, sebenarnya hal tersebut juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada wartawan sebagai pelaku media. Karena dilema tersebut dibenturkan pada kerja-kerja profesional yang menuntut standardisasi kerja pers. Dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme, Bill Kovach menyebut salah satu unsur dan sarat penting sebuah peristiwa yang dapat dijadikan berita adalah adanya nilai berita yang salah satunya mengusung publik figur. Sehingga peristiwa apapun,-walaupun perihal yang sangat biasa, menjadi penting dan bernilai berita tatkala bersinggungan dengan kehidupan seorang public figur. Termasuk di dalamnya kehidupan artis yang telah merambah pada pemahaman seorang publik figur.

Jurnalisme Kuning dan Etika Pers
Etika pers adalah filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan yang buruk, pers yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Pers yang baik adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber sehingga khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi yang benar.
Jurnalisme kuning, tentu bukan fenomena baru dan bahkan tidak asing lagi bagi masyarakat kita. Dengan mudah kita akan mengidentifikasi sejumlah media yang terkategori media hiburan sebagai pengamal setia jurnalisme kuning di Indonesia.
Pengamalan jurnalisme kuning tidak selamanya dimonopoli oleh media tidak serius, seperti media massa. Dalam derajat tertentu, media yang terkategori serius pun sering mengamalkan jurnalisme kuning, terutama media-media yang memiliki agenda tertentu dan berafiliasi terhadap garis pemikiran tertentu. Salah satu contoh, media-media yang bermunculan pada konflik Maluku di awal masa reformasi yang secara sensasionalitas mengumbar gambar-gambar vulgar disertai analisis-analisis dangkal dengan penyebutan kelompok agama tertentu sebagai musuh yang harus dibasmi.
Namun demikian, jurnalisme kuning pada satu sisi, dapat mendorong dan menjadi alat efektif dalam mendorong perubahan. Namun dalam sisi lain, Jurnalisme kuning dapat pula memicu kekerasan dan radikalisasi
Buku dan tayangan yang digambarkan seluruhnya boleh dikatakan hasil investigasi wartawan. Artinya seluruh proses kerja penggarapan cerita dan tayangan di atas adalah kegiatan jurnalistik. Wartawan bekerja dengan mengikuti prinsip dan kaidah jurnalistik dalam menghadirkan nara sumber, mengambil gambar, dan melakukan proses editing ketat atas program mereka. Mereka telah menghadirkan informasi (baca : cerita) yang lain dari biasanya. Tentu saja kita tidak bisa menghakimi segala upaya insan jurnalis ini sebagai provokator menuju pada sosialisasi nilai free sex dan istilah negatif lainnya. Kita bisa menyaksikan kesungguhan dan semangat profesionalisme itu dalam dunia cetak.

Published in: on April 15, 2010 at 1:22 pm  Comments (4)  

RASUL ULUL AZMI (Nabi Ayub a.s)

NABI AYUB a . s
Berkata salah seorang malaikat kepada kawan-kawannya yang lagi berkumpul berbincang-bincang tentang tingkah-laku makhluk Allah, jenis manusia di atas bumi : “Aku tidak melihat seorang manusia yang hidup di atas bumi Allah yang lebih baik dari hamba Allah Ayyub”. Ia adalah seorang mukmin sejati ahli ibadah yang tekun. Dari rezeki yang luas dan harta kekayaan yang diberikan oleh Allah kepadanya, ia menepikan sebagian untuk menolong orang-orang yang memerlukan para fakir miskin. Hari-harinya terisi penuh dengan ibadah, sujud kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat dan kurnia yang diberikan kepadanya.”
Para kawanan malaikat yang mendengarkan kata-kata pujian dan sanjungan untuk diri Ayyub mengakui kebenaran itu bahkan masing-masing menambahkan lagi dengan menyebut beberapa sifat dan tabiat yang lain yang ada pada diri Ayyub. Percakapan para malaikat yang memuji-muji Ayyub itu didengar oleh Iblis yang sedang berada tidak jauh dari tempat mereka berkumpul. Iblis merasa panas hati dan jengkel mendengar kata-kata pujian bagi seseorang dari keturunan Adam yang ia telah bersumpah akan disesatkan ketika ia dikeluarkan dari syurga karenanya. Ia tidak rela melihat seorang dari anak cucu anak Nabi Adam menjadi seorang mukmin yang baik, ahli ibadah yang tekun dan melakukan amal soleh sesuai dengan perintah dan petunjuk Allah.
Pergilah Iblis mendatangi Ayyub untuk menyatakan sendiri sampai sejauh mana kebenaran kata-kata pujian para malaikat itu kepada diri Ayyub. Ternyata memang benar Ayyub patut mendapat segala pujian itu. Ia mendatangi Ayyub bergelimpangan dalam kenikmatan duniawi, tenggelam dalam kekayaan yang tidak ternilai besarnya, mengepalai keluarga yang besar yang hidup rukun, damai dan bakti. Ia mendapati Ayyub tidak tersilau matanya oleh kekayaan yang ia miliki dan tidak tergoyahkan imannya oleh kenikmatan duniawinya. Siang dan malam ia sentiasa menemui Ayyub berada di mihrabnya melakukan solat, sujud dan tasyakur kepada Allah atas segala pemberian-Nya. Mulutnya tidak berhenti menyebut nama Allah berzikir, bertasbih dan bertahmid. Ayyub ditemuinya sebagai seorang yang penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah yang lemah, yang lapar diberinya makan, yang telanjang diberinya pakaian, yang bodoh diajar dan dipimpin dan yang salah ditegur.
Iblis gagal dalam usahanya memujuk Ayyub. Telinga Ayyub pekak terhadap segala bisikannya dan fitnahannya dan hatinya yang sudah penuh dengan iman dan takwa tidak ada tempat lagi bagi bibit-bibit kesesatan yang ditaburkan oleh Iblis. Cinta dan taatnya kepada Allah merupakan benteng yang ampuh terhadap serangan Iblis dengan peluru kebohongan dan pemutar-balikan kebenaran yang semuanya mental tidak mendapatkan sasaran pada diri Ayyub.
Akan tetapi Iblis bukanlah Iblis jika ia berputus asa dan kegagalannya memujuk Ayyub secara langsung. Ia pergi menghadapi kepada Allah untuk menghasut. Ia berkata : ” Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub yang menyembah dan memuji-muji-Mu, bertasbih dan bertahmid menyebut nama-Mu, ia tidak berbuat demikian seikhlas dan setulus hatinya karena cinta dan taat pada-Mu. Ia melakukan itu semua dan berlaku sebagai hamba yang soleh tekun beribadah kepada-Mu hanya karena takut akan kehilangan semua kenikmatan duniawi yang telah Engkau kurniakan kepadanya. Ia takut, jika ia tidak berbuat demikian , bahawa engkau akan mencabut daripadanya segala nikmat yang telah ia perolehnya berupa puluhan ribu haiwan ternakan, beribu-ribu hektar tanah ladang, berpuluh-puluh hamba sahaya dan pembantu serta keluarga dan putera-puteri yang soleh dan bakti. Tidakkah semuanya itu patut disyukuri untuk tidak terlepas dari pemilikannya dan habis terkena musibah? Di samping itu Ayyub masih mengharapkan agar kekayaannya bertambah menjadi berlipat ganda. Untuk tujuan dan maksud itulah Ayyub mendekatkan diri kepada-Mu dengan ibadah dan amal-amal solehnya dan andai kata ia terkena musibah dan kehilangan semua yang ia miliki, nescaya ia akan mengubah sikapnya dan akan melalaikan kewajibannya beribadah kepada-Mu.”

Allah berfirman kepada Iblis : ” Sesungguhnya Ayyub adalah seorang hamba-Ku yang sangat taat kepada-Ku, ia seorang mukmin sejati, apa yang ia lakukan untuk mendekati dirinya kepada-Ku adalah semata-mata didorong oleh iman yang teguh dan taat yang bulat kepada-Ku. Iman dan takwa yang telah meresap di dalam lubuk hatinya serta menguasai seluruh jiwa raganya tidak akan tergoyah oleh perubahan keadaan duniawinya. Cintanya kepada-Ku yang telah menjiwai amal ibadah dan kebajikannya tidak akan menurun dan menjadi kurang, musibah apa pun yang akan melanda dalam dirinya dan harta kekayaannya. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya atau menjadikannya bertambah berlipat ganda. Ia bersih dari semua tuduhan dan prasangkamu. Engkau memang tidak rela melihathamba-hamba-Ku anak cucu Adan berada di atas jalan yang benar, lurus dan tidak tersesat. Dan untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan kebulatan imannya kepada-Ku dan kepada takdir-Ku, Aku izinkan engkau untuk mencoba menggodanya serta memalingkannya daripada-Ku. Kerahkanlah pembantu-pembantumu menggoda Ayyub melalui harta kekayaannya dan keluarganya. Coba binasakanlah harta kekayaannya dan cerai-beraikanlah keluarganya yang rukun dan bahagia itu dan lihatlah sampai di mana kebolehanmu menyesatkan dan merusakkan iman hamba-Ku Ayyub itu.”
Lalu dikumpulkanlah oleh Iblis syaitan-syaitan, pembantunya, diberitahukan bahawa ia telah mendapatkan izin dari Tuhan untuk mengganyang ayyub, merusak aqidah dan imannya dan memalingkannya dari Tuhannya yang ia sembah dengan sepenuh hati dan keyakinan. Jalannya ialah dengan memusnahkan harta kekayaannya sehingga ia menjadi seorang yang papa dan miskin, mencerai-beraikan keluarganya sehingga ia menjadi sebatang kara tidak berkeluarga, Iblis berseru kepada pembantu-pembantunya itu agar melaksanakan tugas penyesatan Ayyub sebaik-baiknya dengan segala daya dan siasat apa saja yang mereka dapat lakukan.

NABI AYUB SAAT DIUJI OLEH ALLAH
Dengan berbagai cara gangguan, akhirnya berhasillah kawanan syaitan itu menghancurkan-luluhkan kekayaan Ayyub, yang dimulai dengan haiwan-haiwan ternakannya yang bergelimpangan mati satu persatu sehingga habis sama sekali, kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya yang rusak menjadi kering dan gedung-gedungnya yang terbakar habis dimakan api, sehingga dalam waktu yang sangat singkat sekali Ayyub yang kaya-raya tiba-tiba menjadi seorang papa miskin tidak memiliki selain hatinya yang penuh iman dan takwa serta jiwanya yang besar.
Setelah berhasil menghabiskan kekayaan dan harta milik Ayyub datanglah Iblis kepadanya menyerupai sebagai seorang tua yang tampak bijaksana dan berpengalaman dan berkata: “Sesungguhnya musibah yang menimpa dirimu sangat dahsyat sekali sehingga dalam waktu yang begitu sempit telah habis semua kekayaanmu dan hilang semua harta kekayaan milikmu. Kawan-kawanmu merasa sedih sedang musuh-musuhmu bersenang hati dan gembira melihat penderitaan yang engkau alami akibat musibah yang susul-menyusul melanda kekayaan dan harta milikmu. Mereka bertanya-tanya, gerangan apakah yang menyebabkan Ayyub tertimpa musibah yang hebat itu yang menjadikannya dalam sekelip mata kehilangan semua harta miliknya. Sementara orang dari mereka berkata bahawa mungkin karena Ayyub tidak ikhlas dalam ibadah dan semua amal kebajikannya dan ada yang berkata bahawa andaikan Allah, Tuhan Ayyub, benar-benar berkuasa, nescaya Dia dapat menyelamatkan Ayyub dari malapetaka, mengingat bahawa ia telah menggunakan seluruh waktunya beribadah dan berzikir, tidak pernah melanggar perintah-Nya . Seorang lain menggunjing dengan mengatakan bahawa mungkin amal ibadah Ayyub tidak diterima oleh Tuhan, karena ia tidak melakukan itu dari hati yang bersih dan sifat ria dan ingin dipuji dan banyak lagi cerita-cerita orang tentang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Akupun menaruh simpati kepadamu, hai Ayyub dan turut bersedih hati dan berdukacita atas nasib yang buruk yang engkau telah alami.”
Iblis yang menyerupai sebagai orang tua itu, mengakhiri kata-kata hasutannya seraya memperhatikan wajah Ayyub yang tetap tenang berseri-seri tidak menampakkan tanda-tanda kesedihan atau sesalan yang ingin ditimbulkan oleh Iblis dengan kata-kata racunnya itu. Ayyub berkata kepadanya : “Ketahuilah bahawa apa yang aku telah miliki berupa harta benda, gedung-gedung, tanah ladang dan haiwan ternakan serta lain-lainnya semuanya itu adalah barangan titipan Allah yang diminta-Nya kembali setelah aku cukup menikmatinya dan memanfaatkannya sepanjang masa atau ibarat barang pinjaman yang diminta kembali oleh tuannya jika saatnya telah tiba. Maka segala syukur dan puji bagi Allah yang telah memberikan kurniaan-Nya kepadaku dan mencabutnya kembali pula dari siapa yang Dia kehendaki dan mencabutnya pula dari siapa saja yang Dia suka. Dia adalah yang Maha Kuasa mengangkat darjat seseorang atau menurunkannya menurut kehendak-Nya. kami sebagai hamba-hamba makhluk-Nya yang lemah patut berserah diri kepada-Nya dan menerima segala qadha’ dan takdir-Nya yang kadang kala kami belum dapat mengerti dan menangkap hikmah yang terkandung dalam qadha’ dan takdir-Nya itu.”
Selesai mengucapkan kata-kata jawabnya kepada Iblis yang sedang duduk tercenggang di depannya, menyungkurlah Ayyub bersujud kepada Allah memohon ampun atas segala dosa dan keteguhan iman serta kesabaran atas segala cobaan dan ujian-Nya.
Iblis segera meninggalkan rumah Ayyub dengan rasa kecewa bahawa racun hasutannya tidak termakan oleh hati hamba Allah yang bernama Ayyub itu. Akan tetapi Iblis tidak akan pernah berputus asa melaksanakan sumpah yang ia telah nyatakan di hadapan Allah dan malaikat-Nya bahawa ia akan berusaha menyesatkan Bani Adam di mana saja mereka berada. Ia merencanakan melanjutkan usaha gangguan dan godaannya kepada Ayyub lewat penghancuran keluarganya yang sedang hidup rukun, damai dan saling hidup cinta mencintai dan harga menghargai. Iblis datang lagi menghadap kepada Tuhan dan meminta izin meneruskan usahanya mencoba Ayyub. Berkata ia kepada Tuhan: “Wahai Tuhan, Ayyub tidak termakan oleh hasutanku dan sedikit pun tidak goyah iman dan aqidahnya kepada-Mu meski pun ia sudah kehilangan semua kekayaannya dan kembali hidup papa dan miskin karena ia masih mempunyai putera-putera yang cekap yang dapat ia andalkan untuk mengembalikan semua yang hilang itu dan menjadi sandaran serta tumpuan hidupnya di hari tuanya. Menurut perkiraanku, Ayyub tidak akan bertahan jika musibah yang mengenai harta kekayaannya mengenai keluarganya pula, apa lagi bila ia sangat sayang dan mencintai, maka izinkanlah aku mencoba kesabarannya dan keteguhannya kali ini melalui godaan yang akan aku lakukan terhadap keluarganya dan putera-puteranya yang ia sangat sayang dan cintai itu.”
Allah meluluskan permintaan Iblis itu dan berfirman: “Aku mengizinkan engkau mencoba sekali lagi menggoyahkan hati Ayyub yang penuh iman, tawakkal dan kesabaran itu dengan caramu yang lain, namun ketahuilah bahawa engkau tidak akan berhasil mencapai tujuanmu melemahkan iman Ayyub dan menipiskan kepercayaannya kepada-Ku.”
Iblis lalu pergi bersama pembantu-pembantunya menuju tempat tinggal putera-putera Ayyub di suatu gedung yang penuh dengan sarana-sarana kemewahan dan kemegahan, lalu digoyangkanlah gedung itu hingga roboh berantakan menjatuhi dan menimbuni seluruh penghuninya. Kemudian cepat-cepatlah pergi Iblis mengunjungi Ayyub di rumahnya, menyerupai sebagai seorang dari kawan-kawan Ayyub, yang datang menyampaikan takziah dan menyatakan turut berdukacita atas musibah yang menimpa puteranya. Ia berkata kepada Ayyub dalam takziahnya: “Hai Ayyub, sudahkah engkau melihat putera-puteramu yang mati tertimbun di bawah runtuhan gedung yang roboh akibat gempa bumi? Kiranya, wahai Ayyub, Tuhan tidak menerima ibadahmu selama ini dan tidak melindungimu sebagai imbalan bagi amal solehmu dan sujud rukukmu siang dan malam.”
Mendengar kata-kata Iblis itu, menangislah Ayyub tersedu-sedu seraya berucap: “Allahlah yang memberi dan Dia pulalah yang mengambil kembali. Segala puji bagi-Nya, Tuhan yang Maha Pemberi dan Maha Pencabut.”
Iblis keluar meninggalkan Ayyub dalam keadaan bersujud munajat dengan rasa jengkel dan marah kepada dirinya sendiri karena telah gagal untuk kedua kalinya memujuk dan menghasut Ayyub. Ia pergi menghadap Tuhan dan berkata: “Wahai Tuhan, Ayyub sudah kehilangan semua harta benda dan seluruh kekayaannya dan hari ini ia ditinggalkan oleh putera-puteranya yang mati terbunuh di bawah runtuhan gedung yang telah kami hancurkan , namun ia masih tetap dalam keadaan mentalnya yang kuat dan sehat. Ia hanya menangis tersedu-sedu namun batinnya, jiwanya, iman dan kepercayaannya kepada-Mu tidak tergoyah sama sekali. Izinkan aku mencobanya kali ini mengganggu kesehatan bandanya dan kekuatan fizikalnya, karena jika ia sudah jatuh sakit dan kekuatannya menjadi lumpuh, nescaya ia akan mulai malas melakukan ibadah dan lama-kelamaan akan melalaikan kewajibannya kepada-Mu dan menjadi lunturlah iman dan akidahnya.”
Allah tetap menentang Iblis bahwa ia tidak akan berhasil dalam usahanya menggoda Ayyub walau bagaimana pun besarnya musibah yang ditimpakan kepadanya dan bagaimana pun beratnya cobaan yang dialaminya. Karena Allah telah menetapkan dia menjadi teladan kesabaran, keteguhan iman dan ketekunan beribadah bagi hamba-hamba-Nya. Allah berfirman kepada Iblis: “Bolehlah engkau mencoba lagi usahamu mengganggu kesehatan badan dan kekuatan fizikal Ayyub. Aku akan lihat sejauh mana kepandaianmu mengganggu dan menghamba pilihan-Ku ini.”
Iblis lalu memerintahkan kepada anak buahnya agar menaburkan benih-benih baksil penyakit ke dalam tubuh Ayyub. Kuman ysng ditaburkan itu segera mengganyang kesehatan Ayyub yang menjadikan ia menderita berbagai-bagai penyakit, deman panas, batuk dan lain-lain lagi sehingga menyebabkan badannya makin lama makin kurus, tenaganya makin lemah dan wajahnya menjadi pucat tidak berdarah dan kulitnya menjadi berbintik-bintik . Ianya akhir dijauhi oleh orang-orang sekampungnya dan oleh kawan-kawan dekatnya, karena penyakit Ayyub dapat menular dengan cepatnya kepada orang-orang yang menyentuhnya atau mendekatinya. Ia menjadi terasing daripada pergaulan orang di tempatnya dan hanya isterinyalah yang tetap mendampinginya, merawatnya dengan penuh kesabaran dan rasa kasih sayang, melayani segala keperluannya tanpa mengeluh atau menunjukkan tanda kesal hati dari penyakit suaminya yang tidak kunjung sembuh itu.
Iblis memperhatikan Ayyub dalam keadaan yang sudah amat parah itu tidak meninggalkan adat kebiasaannya, ibadahnya, zikirnya, ia tidak mengeluh, tidak bergaduh, ia hanya menyebut nama Allah memohon ampun dan lindungan-Nya bila ia merasakan sakit. Iblis merasa kesal hati dan jengkel melihat ketabahan hati Ayyub menanggung derita dan kesabarannya menerima berbagai musibah dan ujian. Iblis kehabisan akal, tidak tahu apa usaha lagi yang harus diterapkan bagi mencapai tujuannya merusakkan aqidah dan iman Ayyub. Ia lalu meminta bantuan fikiran dari para kawan-kawan pembantunya, apa yang harus dilakukan lagi untuk menyesatkan Ayyub setelah segala usahanya gagal tidak mencapai sasarannya.
Bertanya mereka kepadanya: “Di manakah kepandaianmu dan tipu dayamu yang ampuh serta kelincinanmu menyebar benih was-was dan ragu ke dalam hati manusia yang biasanya tidak pernah sia-sia?” Seorang pembantu lain berkata: “Engkau telah berhasil mengeluarkan Adam dari syurga, bagaimanakah engkau lakukan itu semuanya sampai berhasilnya tujuanmu itu?. Dengan memujuk isterinya”, jawab Iblis. “Jika demikian” berkata syaitan itu kembali, “Laksanakanlah siasat itu dan terapkanlah terhadap Ayyub, hembuskanlah racunmu ke telinga isterinya yang tampak sudah agak kesal merawatnya, namun masih tetap patuh dan setia.”
“Benarlah dan tepat fikiranmu itu,” kata Iblis, “Hanya tinggal itulah satu-satu jalan yang belum aku coba. Pasti kali ini dengan cara menghasut isterinya aku akan berhasil melaksanakan akan maksudku selama ini.” Dengan rencana barunya pergilah Iblis mendatangi isteri Ayyub, menyamar sebagai seorang kawan lelaki yang rapat dengan suaminya. Ia berkata kepada isteri Ayyub: “Apa khabar dan bagaimana keadaan suamimu di ketika ini?”Seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah suaminya, berkata isteri Ayyub kepada Iblis itu, tamunya: “Itulah dia terbaring menderita kesakitan, namun mulutnya tidak henti-hentinya berzikir menyebut nama Allah. Ia masih berada dalam keadaan parah, mati tidak hidup pun tidak.”

BAB III
NABI AYUB a .s LULUS UJIAN
Kata-kata isteri Ayyub itu menimbulkan harapan bagi Iblis bahawa ia kali ini akan berhasil maka diingatkanlah isteri Ayyub akan masa mudanya di mana ia hidup dengan suaminya dalam keadaan sehat, bahagia dan makmur dan dibawakannyalah kenang-kenangan dan kemesraan. Kemudian keluarlah Iblis dari rumah Ayyub meninggalkan isteri Ayyub duduk termenung seorang diri, mengenangkan masa lampaunya, masa kejayaan suaminya dan kesejahteraan hidupnya, membanding-bandingkannya dengan masa di mana berbagai penderitaan dan musibah dialaminya, yang dimulai dengan musnahnya kekayaan dan harta-benda, disusul dengan kematian puteranya, dan kemudian yang terakhirnya diikuti oleh penyakit suaminya yang parah yang sangat menjemukan itu. Isteri Ayyub merasa kesepian berada di rumah sendirian bersama suaminya yang terbaring sakit, tiada sahabat tiada kerabat, tiada handai, tiada taulan, semua menjauhi mereka karena khawatir kejangkitan penyakit kulit Ayyub yang menular dan menjijikkan itu.
Seraya menarik nafas panjang datanglah isteri Ayyub mendekati suaminya yang sedang menderita kesakitan dan berbisik-bisik kepadanya berkata: “Wahai sayangku, sampai bilakah engkau tersiksa oleh Tuhanmu ini? Di manakah kekayaanmu, putera-puteramu, sahabat-sahabatmu dan kawan-kawan terdekatmu? Oh, alangkah syahdunya masa lampau kami, usia muda, badan sehat, sarana kebahagiaan dan kesejahteraan hidup tersedia dikelilingi oleh keluarga dan terulang kembali masa yang manis itu? Mohonlah wahai Ayyub dari Tuhanmu, agar kami dibebaskan dari segala penderitaan dan musibah yang berpanjangan ini.”
Berkata Ayyub menjawab keluhan isterinya: “Wahai isteriku yang kusayangi, engkau menangisi kebahagiaan dan kesejahteraan masa yang lalu, menangisi anak-anak kita yang telah mati diambil oleh Allah dan engkau minta aku memohon kepada Allah agar kami dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang kami alami masa kini. Aku hendak bertanya kepadamu, berapa lama kami tidak menikmati masa hidup yang mewah, makmur dan sejahtera itu?”. “Delapan puluh tahun”, jawab isteri Ayyub. “Lalu berapa lama kami telah hidup dalam penderitaan ini?” tanya lagi Ayyub. “Tujuh tahun”, jawab si isteri.
“Aku malu”, Ayyub melanjutkan jawabannya,” memohon dari Allah membebaskan kami dari sengsaraan dan penderitaan yang telah kami alami belum sepanjang masa kejayaan yang telah Allah kurniakan kepada kami. Kiranya engkau telah termakan hasutan dan bujukan syaitan, sehingga mulai menipis imanmu dan berkesal hati menerima taqdir dan hukum Allah. Tunggulah ganjaranmu kelak jika aku telah sembuh dari penyakitku dan kekuatan badanku pulih kembali. Aku akan mencambukmu seratus kali. Dan sejak detik ini aku haramkan diriku makan dan minum dari tanganmu atau menyuruh engkau melakukan sesuatu untukku. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukan taqdir-Nya.”

Setelah ditinggalkan oleh isterinya yang diusir, maka Nabi Ayyub tinggal seorang diri di rumah, tiada sanak saudara, tiada anak dan tiada isteri. Ia bermunajat kepada Allah dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa: “Wahai Tuhanku, aku telah diganggu oleh syaitan dengan kepayahan dan kesusahan serta siksaan dan Engkaulah wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
Allah menerima doa Nabi Ayyub yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman serta berhasil memenangkan perjuangannya melawan hasutan dan bujukan Iblis. Allah mewahyukan firman kepadanya: “Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari situ air akan memancur dan dengan air itu engkau akan sembuh dari semua penyakitmu dan akan pulih kembali kesehatan dan kekuatan badanmu jika engkau gunakannya untuk minum dan mandimu.”

Dengan izin Allah setelah dilaksanakan petunjuk Illahi itu, sembuhlah segera Nabi Ayyub dari penyakitnya, semua luka-luka kulitnya menjadi kering dan segala rasa pedih hilang, seolah-olah tidak pernah terasa olehnya. Ia bahkan kembali menampakkan lebih sehat dan lebih kuat daripada sebelum ia menderita. Dalam pada itu isterinya yang telah diusir dan meninggalkan dia seorang diri di tempat tinggalnya yang terasing, jauh dari kota, jauh dari keramaian kota, merasa tidak sampai hati lebih lama berada jauh dari suaminya, namun ia hampir tidak mengenalnya kembali, karena bukanlah Ayyub yang ditinggalkan sakit itu yang berada didepannya, tetapi Ayyub yang muda belia, segar bugar, sehat afiat seakan-akan tidak pernah sakit dan menderita. Ia segera memeluk suaminya seraya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya mengembalikan kesehatan suaminya bahkan lebih baik daripada keadaan asalnya.
Nabi Ayyub telah bersumpah sewaktu ia mengusir isterinya akan mencambuknya seratus kali bila ia sudah sembuh. Ia merasa wajib melaksanakan sumpahnya itu, namun merasa kasihan kepada isterinya yang sudah menunjukkan kesetiaannya di dalam segala duka dan deritanya. Ia bingung, hatinya terumbang-ambingkan oleh dua perasaan, ia merasa berwajiban melaksanakan sumpahnya, tetapi isterinya yang setia dan bakti itu tidak patut, kata hatinya, menjalani hukuman yang seberat itu. Akhirnya Allah memberi jalan keluar baginya dengan firman-Nya: “Hai Ayyub, ambillah dengan tanganmu seikat rumput dan cambuklah isterimu dengan rumput itu seratus kali sesuai dengan sesuai dengan sumpahmu, sehingga dengan demikian tertebuslah sumpahmu.”
Nabi Ayyub dipilih oleh Allah sebagai nabi dan teladan yang baik bagi hamba-hamba_Nya dalam hal kesabaran dan keteguhan iman sehingga kini nama Ayyub disebut orang sebagai simbul kesabaran. Orang menyatakan , si Fulan memiliki kesabaran Ayyub dan sebagainya. Dan Allah telah membalas kesabaran dan keteguhan iman Ayyub bukan saja dengan memulihkan kembali kesehatan badannya dan kekuatan fizikalnya kepada keadaan seperti masa mudanya, bahkan dikembalikan pula kebesaran duniawinya dan kekayaan harta-bendanya dengan berlipat gandanya. Juga kepadanya dikurniakan lagi putera-putera sebanyak yang telah hilang dan mati dalam musibah yang ia telah alami. Demikianlah rahmat Tuhan dan kurnia-Nya kepada Nabi Ayyub yang telah berhasil melalui masa ujian yang berat dengan penuh sabar, tawakkal dan beriman kepada Allah.

Kisah Ayyub di atas dapat dibaca dalam Al-Quran surah
– Shaad ayat 41 sehingga ayat 44
– Surah Al-Anbiaa’ ayat 83 dan 84

Published in: on April 9, 2010 at 12:21 pm  Leave a Comment  

Kejujuran

ص.م قَالَ: اَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا, وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ, حَتَّى يَدْعَهَا: اِذَا اَوْتُمِنَ خَانَ, وَاِذَا حَدَّثَ كَذَبَ, وَاِذَا عَاهَدَ غَدَرَ, وَاِذَا خَاصَمَ فَجَرْ (متفق عليه)
Dari Abdullah bin Amr bin ra. Bahwasanya Rasulullah SAW, bersabda: “ Ada empat hal yang barang siapa yang terjatuh ke dalamnya, berarti ia adalah orang munafik sejatih. Dan barang siapa terjerumus salah satu sifat kemunafikan, sampai ia mau meninggalkan sifat itu. Empat hal (sifat ) itu; apabila dipercaya, ia berkhianat. Apabila berbicara, ia berdusta, Apabila berjanji ia ingkar dan Apabila bermusuhan ia berbuat jahat”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sanad
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَاصِ رَضِى اللهُ عَنْهُمَا, اَنَّ رَسُوْلُ الله ص.م قَالَ
Dari Abdullah bin Amr bin ra. Bahwasanya Rasulullah SAW

Matan
: اَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا, وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ, حَتَّى يَدْعَهَا: اِذَا اَوْتُمِنَ خَانَ, وَاِذَا حَدَّثَ كَذَبَ, وَاِذَا عَاهَدَ غَدَرَ, وَاِذَا خَاصَمَ فَجَرْ
Ada empat hal yang barang siapa yang terjatuh ke dalamnya, berarti ia adalah orang munafik sejatih. Dan barang siapa terjerumus salah satu sifat kemunafikan, sampai ia mau meninggalkan sifat itu. Empat hal (sifat ) itu; apabila dipercaya, ia berkhianat. Apabila berbicara, ia berdusta, Apabila berjanji ia ingkar dan Apabila bermusuhan ia berbuat jahat

Mukhrij
HR. Bukhari dan Muslim

Kosa kata
خَالِصًا = sejatih
فَجَرْ = jahat
غَدَرَ = ingkar
كَذَبَ = dusta
خَانَ = berkhianat

Terjemah
Dari Abdullah bin Amr bin ra. Bahwasanya Rasulullah SAW, bersabda: “ Ada empat hal yang barang siapa yang terjatuh ke dalamnya, berarti ia adalah orang munafik sejatih. Dan barang siapa terjerumus salah satu sifat kemunafikan, sampai ia mau meninggalkan sifat itu. Empat hal (sifat ) itu; apabila dipercaya, ia berkhianat. Apabila berbicara, ia berdusta, Apabila berjanji ia ingkar dan Apabila bermusuhan ia berbuat jahat”.

Penjelasan
Salah satu bentuk kezhaliman yang dilakukan manusia adalah kemunafikan. Bentuk- bentuk kemunafikan itu antara lain adalah berbohong, ingkar janji dan berkhianat. Siapa saja yang sudah termasuk dalam perbuatan tersebut maka ia sudah tergolong sebagai orang-orang yang munafik. Rasulullah saw. melarang umatnya untuk tidak berbuat sifat kemunafikan itu.
Sifat-sifat kemunafikan seperti berbohong, ingkar janji, berkhianat dapat merugikan banyak orang, apalagi banyak sekarang ini yang sudah termasuk ke dalam sifat ini, dari mulai orang kecil hinga wakil-wakil rakyat. Sifat-sifat ini sudah banyak terlihat dan kita rasakan seperti korupsi yang meraja rela sekarang ini karena akibat orang berbuat bohong, ingkar janji dan berkhianat kepada rakyat yang telah mereka berikan janji dan sumpah-sumpah yang telah mereka ingkari.

Kesimpulan
• Hukum yang terkandung
Bahwasannya manusia itu dilarang untuk berbohong, ingkar janji, dan berkhianat. Karena Rasulullah saw, melarang dan mengharamkan umatnya untuk tidak terjerumus dalam sifat-sifat kemunafikan.
• Penjelasan yang dapat diambil
Rasulullah saw, melarang dan mengharamkan umatnya untuk tidak terjerumus dalam sifat-sifat kemunafikan seperti berbohong, ingkar janji, dan berkhianat.
• Intisari
 Menjelaskan sifat-sifat munafik
 Rasulullah saw Menggolongkan ciri-ciri orang munafik
 Larangan untuk melakukan sifat-sifat munafik

Rujukan
Kitab asli Riyadhus Shalihin
Terjemahan Riyadhus Shalihin

Published in: on April 4, 2010 at 2:35 pm  Leave a Comment