KOMUNIKASI MASSA

I.                   Hubungan Komunikasi Massa Dengan Komunikasi Interpersonal

Th. 1966, Elihu Katz dan Paul Lazarfeld mempublikasikan Personal Influence, yang menejelaskan hubungan antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Mereka menggambarkan komunikasi interpersonal  sebagai variabel intervening (perantara) antara media massa dan perubahan perilaku.

Hubungan lain antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada pemikiran Everett Rogers dalam Difussion of  Innovations (1962). Rogers menjelaskan antara peran ang saling melengkapi antara saluran media massa dan komunikasi interpersonal ketika seseorang memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi.

Hubungan ketiga antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada efek sosialisasi dari media massa. Media massa adalah salah satu sumber tempat orang belajar tentang masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini media massa mempengaruhi cara orang berhubungan satu sama lain dalam tingkat interpersonal.

II.                Pengaruh Media Pada Individu

Sudah dipahami bersama bahwa media memang berpengaruh terhadap individu, yang menjadi permasalahannya adalah seberapa besar dan kuatkah pengaruh media pada individu? Benarkah bahwa media demikian kuatnya berpengaruh pada individu?

Banyak kasus yang menunjukkan bahwa media berpengaruh besar terhadap individu misalnya kasus perkosaan yang dimuat di media massa merangsang orang yang menontonnya untuk juga melakukan kejahatan yang sama. Kasus  cerita-cerita di film yang memberikan inspirasi pada penontonnya untuk meniru apa yang mereka lihat di film tersebut, dan masih banyak kasus lain yang menimbulkan kekhawatiran banyak pihak tentang bahaya media massa.

Konsep atau pandangan yang demikian tentang media mendominasi dunia komunikasi selama beberapa dekade sampai kemudian muncul penelitian baru yang memberikan beberapa catatan khusus tentang keampuhan media.

Penelitian  tersebut menemukan bahwa media tidak berpengaruh secara merata kepada semua orang. Ada yang terpengaruh dengan kuat ada yang tidak terpengaruh. Studi yang dilakukan oleh Hadley Cantril dari Universitas Princeton ini menyimpulkan bahwa daya kritis  (critical ability) merupakan variabel paling signifikan berkaitan dengan respons individu terhadap siaran media (radio). Daya kritis didefinisikan secara umum sebagai kapasitas untuk mengambil keputusan intelegensi.

Temuan Cantril ini dengan demikian maju satu langkah dari teori peluru yang berkembang sebelumnya. Studi Cantril menunjukkan bahwa pengaruh itu berbeda, bergantung pada daya kritis dan tingkat pendidikan si anggota khalayak.

III.             Efek Media Massa

Buku The effect of Mass Communications karya Joseph Klapper (1960) menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial dan psikologis “memperantarai” efek langsung media massa. Serangkaian faktor perantara itu adalah proses selektif, proses kelompok, norma kelompok dan opinion leader.

Sementara itu McQuail merangkum penelitian yang ada tentang efek sebagia berikut:

1.      Bila efek terjadi, maka efek itu sering berbentuk peneguhan dari sikap dan pendapat yang ada

2.      Efek itu berbeda-beda tergantung pada prestise atau penilaian terhadap sumber komunikasi

3.      Makin sempurna monopoli komunikasi massa, makin besar kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang dikehendaki

4.      Sejauh mana suatu persoalan dianggap penting oleh khalayak akan mempengaruhi kemungkinan pengaruh media massa

5.      Pemilihan dan penafsiran isi oleh khalayak dipengaruhi oleh pendapat, kepentingan yang ada serta norma kelompok

6.      Struktur hubungan interpersonal pada khalayak mengantarai arus isi komunikasi, membatasi dan menentukan efek yang terjadi

 

Published in: on February 14, 2011 at 8:33 am  Leave a Comment  

KOMUNIKASI KELOMPOK

I.                   Klasifikasi  Kelompok

A.    Kelompok Primer dan Kelompok sekunder

Dalam waktu yang bersamaan mungkin saja seseorang terlibat dalam lebih dari satu kelompok. Diantara kelompok tersebut ada yang hubungannya lebih akrab, lebioh pribadi dan lebih menyentuh hati. Maka itulah yang disebut sebagai kelompok primer. Sedangkan kelompok sekunder adalah kebalikannya, dimana dalam kelompok ini hubungan satu sama lain tidak akrab, impersonal dan tidak menyentuh hati.

Perbedaan kedua kelompok ini bisa dilihat dari kualitas komunikasinya, yaitu:

1.      Kualitas komunikasi pada kelompok primer lebih dalam dan luas, sedangkan dalam kelompok sekunder lebih dangkal dan sempit. Dalam artinya lebih bisa menembus wilayah pribadi dan luas lebih bisa mengatasi hambatan-hambatan komunikasi yang ada

2.      Komunikasi pada kelompok primer bersifat pribadi, unik dan tidak dapat dipindahkan. Sedang pada kelompok sekunder, komunikasi berjalan secara impersonal

3.      Komunikasi pada kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi.

4.      Pada kelompok primer, komunikasi bersifat ekspresif dan informal. Sedangkankan komunikasi sekunder lebih bersifat instrumental dan formal

B.     Ingroup dan Outgroup

Ingroup merupakan kelompok dalam dan outgroup adalah kelompok luar. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Kelompok dalam adalah satuan sosial dimana individu menjadi bagain di dalamnya. Sedangkan kelompok luar adalah sebaliknya.

C.    Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan

Kelompok rujukan merupakan kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Sedangkan kelompok keanggotaan adalah kelompok yang terikat dengan kita secara nominal.


D.    Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

Kelompok deskripstif dilihat melalui proses pembentukan alamiah dari kelompok yang bersangkutan. Sedangkan kelompok yang masuk kategori preskriptif dilihat berdasarkan langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.

Berikut adalah kelompok-kelompok yang masuk kategori deskriptif:

1.      Kelompok sepintas

2.      Kelompok katarsis

3.      Kelompok belajar

4.      Kelompok pembuat kebijaksaan

5.      Kelompok aksi

6.      Kelompok pertemuan

7.      Kelompok penyadar

Sedangkan kelompok-kelompok yang masuk kategori preskriptif adalah:

1.      Diskusi meja bundar

2.      Simposium

3.      Diskusi panel

4.      Forum

5.      Kolokium

6.      Prosedur parlementer


II.                Pengaruh kelompok pada Perilaku Komunikasi

Kelompok berpengaruh dalam tiga hal:

1.      Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok; yang nyata atau yang dibayangkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas merupakan interaksi antara faktor personal dan situasional. Yang termasuk faktor personal: Usia, jenis kelamin,stabilitas emosional,otoritarianisme,kecerdasan dan motivasi. Sedangkan faktor situasional antara lain kejelasan situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok dan tingkat kesepakatan kelompok.

2.      Fasilitasi Sosial adalah kondisi prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok. Fasilitasi menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.

3.      Polarisasi. Ada kecenderungan orang justru membuat keputusa lebih berani ketika mereka ada dalam kelompok. Gejala ini disebut sebagai ‘geseran resiko”, lebih tepat lagi jika gejala ini merujuk pada gejala yang lebih umum yaitu geseran menuju polarisasi, yaitu kecenderungan ke arah posisi yang ekstrim.

Published in: on February 14, 2011 at 8:32 am  Leave a Comment  

HUBUNGAN INTERPERSONAL

Komunikasi yang efektif diatandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi kita juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.

Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentant orang lain dan persepsi dirinya;sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

I.                   Jenis Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor berikut:

1.      Berdasarkan jumlah individu yang terlibat:

Ø  Hubungan diad

Merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad:

a.       Setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus

b.      Individu dalam hubungan diad menampilkan wajah yang berbeda dengan ‘wajah’ yang ditampilkannya dalam hubungan diad yang lain.

c.       Pada hubungan diad berkembang pola komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang unik/khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan hubungan diad yang lain.

Ø  Hubungan Triad

Merupakan hubungan antara tiga orang. Dibandingkan hubungan diad, hubungan triad:

a.       Lebih kompleks

b.      Tingkat keintiman/kedekatan anatarindividu lebih rendah, dan

c.       Keputusan yang diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi)

 

2.      Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai:

Ø  Hubungan Tugas

Merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lain-lain.

Ø  Hubungan Sosial

Hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk baik secara personal dan sosial (social relationship). Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.

3.      Berdasarkan Jangka waktu:

Ø  Hubungan jangka pendek

Merupakan hubungan yang sementara sifatnya, hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan.

Ø  Hubungan Jangka Panjang

Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya) Dan karena investasi yang ditanam itu banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.

4.      Berdasarkan tingkat kedalaman atau keintiman;

Ø  Hubungan Biasa

Meruapakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau intim. Pola-pola komunikasi yang berkembang sifatnya impersonal atau ritual.

Ø  Hubungan akrab/intim

Bersifat personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. Hubungan ini ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi.

Hubungan intim terkait dengan jangka waktu: keintiman akan tumbuh pada jangka panjang. Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama telah banyak.

II.                Perkembangan Hubungan Interpersonal

Apapun bentuk hubungan yang terjadi, dinamika sebuah hubungan interpersonal akan tumbuh, berkembang dan berakhir.

Menurut Ruben, taha -tahap hubungan interpersonal akan meliputi;

1.      Inisiasi, merupakan tahap paling awal dari suatu hubungan interpersonal. Pada tahap ini individu memperoleh data mengenai masing-masing melalui petunjuk nonverbal seperti senyuman, jabatan tangan, pandangan sekilas, dan gerakan tubuh tertentu.

2.      Eksplorasi. Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap inisiasi dan terjdai tidak lama sesudah inisiasi. Disini mulai dijajaki potensi yang ada dari setiap individu  serta dipelajari kemungkinan-kemungkinan yang ada dari suatu hubungan.

3.      Intensifikasi. Pada tahap ini, individu harus memutuskan—baik secara verbal maupun nonverbal– apakah  hubungan akan dilanjutkan tau tidak.

4.      Formalisasi. Dalam perkembangannnya hubungan yang telah berjalan itu perlua diformalkan. Pada tahap ini tiap-tiap individu secar bersama mengembangkan simbol-simbol, pola-pola komunikasi yang disukai, kebiasaan dan lain sebagainnya. Contoh hubungan dua orang berpacaran diformalkan dengan tukar cincin. Hubungan jual beli diformalkan dengan penandatanganan akta jual beli dan sebagainya.

5.      Redefinisi. Sejalan dengan waktu individu tidak dapat menghindarkan diri dri perubahan. Perubahan ini mampu menciptakan tekanan terhadap hubungan yang tengah berlangsung. Konsekuensinya adalah individu perlu mendefinisikan kembali hubungan yang sedang dijalankan.

6.      Deteriorasi. Kemunduran atau melemahnya suatu hubungan kadang tidak disadari oleh mereka yang terlibat dalam hubungan tersebut. Jika kemunduran yang terjadi itu tidak segera diantisipasi maka bukan tidak mungkin hubungan yang terbentuk itu akan mengalami kehancuram.

Satu hal yang perlu diingat adalah tidak semua hubungan yang terbentuk harus melewati keenam tahapan diatas. Atau bisa saja satu hubungan melewati keenamnya sementara hubungan yang lain hanya melewati tiga dari enam tahapan tersebut.

Mark Knapp mengemukakan pendapatnya tentang tahapan perkembangan sebuah hubungan interpersonal:

1.      Inisiasi:tahap awal yang dicirikan dengan sedikit pembicaraan

2.      Eksperimen:suatu tahap dimana para individumulai mencari informasi lebih banyak tentang individu lain.

3.      Intensifikasi: sama dengan yang dikemukakan Ruben

4.      Integrasi: tahap yang menumbuhkan perasaan bersama; individu merasa sebagai satu kesatuan, bukan lagi individu yang berbeda

5.      Pertalian atau ikatan:suatu tahap dimana individu secara formal meneguhkan hubungan mereka.

Sementara itu Jalaluddin Rakhmat, meringkas perkembangan hubungan interpersonal itu menjadi tiga tahap saja:

1.      Pembentukan hubungan.

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquintance process). Fokus pada tahap ini adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam pembentukan hubungan. Informasi yang diperoleh tidak selalu melalui komunikasi verbal melainkan juga melalui komunikasi nonverbal.

2.      Peneguhan hubungan

Hubungan interpersonal tidak bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting untuk memelihara keseimbangan, yaitu keakraban, kontrol,respons yang tepat dan nada emosional yang tepat.

3.      Pemutusan hubungan

Suatu hubungan interpersonal yang paling harmonis sekalipun dapat mengalami pemutusan hubungan, mungkin karena kematian, mungkin karena konflik yang tidak terselesaikan dan sebagainya.

III.             Pola-pola Relasional

Ketika suatu hubungan terbentuk, berkembang pula pola-pola komunikasi yang merupakan hasil dari aturan yang diterapkan para partisipan.

Ruben menyebutkan ada empat pola relasional:

1.      Suportif dan Defensif

Sikap suportif merupakan sikap yang mendukung komunikasi interpersonal; sebaliknya dengan sikap defensif.

 

Jack R. Gibb menyebut enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif dan defensif :

Sikap suportif Sikap Defensif
1.      Deskripsi: Tidak melakukan penilaian terhadap orang lain

2.      Orientasi masalah: mengajak orang lain menetapkan dan mencapai tujuan dan tidak mengarahkannya

3.      Spontan: tidak melakukan strategi atau bertaktik

 

4.      Empati: menempatkan diri pada posisi orang lain dengan pandangan orang lain itu

5.      Persamaan: memandang orang lain setara

6.      Provisionalisme: Kesediaan untuk selalui meninjau kembali pendapat kita, tidak dogmatis

1.         Evaluasi: menilai perilaku orang lain

 

2.         Kontrol: mengontrol/mengarahkan        orang lain

 

3.         Strategi: merencanakan teknik atau berstrategi dalam berhubungan dengan orang lain

4.         Netralitas: menjauhkan diri dari perasaan atau perhatian orang lain

 

5.         Superioritas: merasa lebih berharga  atau lebih tinggi dari orang lain

6.         Certainty; bertindak atas pengetahuan, keyakinan dan persepsi sendiri tanpa mau mengubahnya

 

 

 

2.      Tergantung (dependen) dan tidak tergantung (independen)

Hubungan yang beriklim dependen dicirikan jika salah satu individu sangat tergantung pada individu lainnya, misalnya karena dukungan, uang, pekerjaan, kepemimpinan, petunjuk dan sebagianya. Sebaliknya dalam hubungan yang independen, seorang individu secara bebas dapat menyatakan ketidaksepakatan, ketidaksetujuan dan penolakan pada individu lainnya.

3.      Progresif dan Regresif.

Hubungan yang progresif adalah hubungan yang ditandai dan menimbulkan kepuasan serta harmoni. Sebaliknya dengan regresif: hubungan tetap berkembang, namun mengarah atau menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakharmonisan.

4.    Self-fulfilling dan self-defeating prophecies

Pola hubungan yang dipengaruhi oleh harapan dari pihak-pihak yang terlibat. Jika harapan kita terpenuhi dalam hubungan tersebut maka kita akan bersikap positif terhadap hubungan tersebut, sebaliknya jika harapan kita tidak teropenuhi maka kita akan bersikap negatif terhadap hubungan tersebut.


IV  Faktor-Faktor yang mempengaruhi pola hubungan interpersonal

Ruben mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola-pola komunikasi interpersonal sebagai berikut:

1.      Tingkat hubungan dan konteks

Pola yang berkembang akan berbeda pada tingkat komunikasi yang biasa dengan yang intim. Begitu juga konteks akan menentukan pola komunikasi yang tercipta misal di mall yang ramai atau di taman yang sepi.

2.      Kebutuhan interpersonal dan gaya komunikasi

3.      Kekuasaan

4.      Konflik

Sementara itu Jalaluddin Rakhmat menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi  terbentuknya pola komunikasi dalam hubungan interpersonal:

1.      Percaya (trust). Percaya menentukan efektivitas komunikasi dan dapat meningkatkan kadar komunikasi interpersonal yang terbentuk.

2.      Sikap suportif

3.      Sikap terbuka

Published in: on February 14, 2011 at 8:31 am  Leave a Comment  

ATRAKSI KOMUNIKASI

Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Makin tertarik kita dengan orang lain maka semakin besar kecenderungan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Atraksi timbul oleh adanya faktor-faktor baik yang bersifat personal maupun situasional.

I.                   Faktor-faktor penyebab timbulnya atraksi

A.    Faktor Personal

1.      Kesamaan karakteristik personal

Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat/status sosisal ekonomi, agama, ideologi, dan lain-lain. Mereka yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tadi, cenderung menyukai satu sama lain.

2.      Tekanan emosional (stres)

Orang yang berada di bawah tekanan emosional, stres, bingung, cemas dan lain-lain akan menginginkan kehadiran orang lain untuk membantunya, sehingga kecenderungan untuk menyukai orang lain semakin besar.

3.      Harga diri yang rendah

Orang yang rendah diri cenderung mudah untuk menyuaki orang lain. Orang yang merasa penampilan dirinya kurang menarik akan mudah menerima persahabatan dari orang lain.

4.      Isolasi sosial

Sebagai makhluk sosial, manusia mungkin tahan untuk hidup terasing selama beberapa waktu, namun tidak untuk waktu yang lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang lain.

B.     Faktor-faktor situasional

1.      Daya tarik fisik (physical attractiveness)

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal. Mereka yang berpenampilan cantik menarik biasanya lebih mudah mendapat perhatian dan simpati orang.

2.      Ganjaran (reward)

Pada umumnya seseorang akan menyukai orang yang memberikan ganjaran pada dirinya. Ganjaran bisa berupa bantuan, dorongan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.

3.      Familiarity

Seseorang atau hal-hal yang sudah kita kenal dan akrab dengan kita biasanya lebih disukai daripada hal-hal atau orang yang masih asing bagi kita. Contohnya adalah dengan penerapan teknik repetisi dalam iklan agar kita semakin akrab dengan produk yang diiklankan sehingga akhirnya menyukai produk tersebut.

4.      Kedekatan (proximity) atau closeness.

Hubungan kita dengan orang lain tergantung seberapa dekat kita dengan orang tersebut. Sebagai contoh, sejumlah kasus menunjukkan bahwa orang lebih menyukai orang lain berdekatan tempat tinggal dengannya.

5.      Kemampuan (competence)

Terdapat kecenderungan bahwa seseorang lebih menyukai orang lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi atau lebih berhasil dalam kehidupannya daripada dirinya.

II.                Teori Liking

Ada  empat teori yang menjelaskan mengapa kita menyukai orang lain:

1. Reinforcement theory

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menyuaki dan tidak menyukai orang lain adalah sebagai hasil belajar (learning). Dalam hal ini ada tiga unsur learning, yaitu asosiatif, instrumental, dan sosial.

Ø  Belajar Asosiatif: kita menyenangi dan tidak menyenangi seseorang berdasarkan pengalaman kita dan stimuli yang kita asosiasikan dengan hal itu. Kita menyukai orang yang kita asosiasikan denga pengalaman yang menyenangkan.

Ø  Belajar Instrumental: Kita menyuaki orang yang memberikan iimbalan (reward) pada kita dan tidak menyuaki orang yang memberika hukuman.

Ø  Belajar Sosial: Kita cenderung lebih menyukai orang-orang yang kita lihat disukai oleh orang lain tau oleh lingkungan sosial dan sebaliknya.

2. Equity theory

Teori ini mengatakan bahwa individu selalu cenderung menjaga keseimbangan antara apa yang mereka berikan dan apa yang mereka dapatkan, atau antara cost dan reward. Jika kita berharap banyak dari suatu hubungan maka kita juga harus menyumbang banyak untuk hubungan tersebut.

3. Exchange theory

Menurut teori ini, interaksi sosial adalah semacam transaksi dagang. Orang berhubungan deng orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin banyak keuntungan yang diperoleh maka hubungan tersebut akan terus dilangsungkan.

4. Gain-loss theory

Kita lebih menyukai orang yang menguntungkan kita daripada yang merugikan bagi kita.

 

III. Pengaruh Atraksi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal

Daya tarik seseorang sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Jika kita menyukai seeorang maka kita cenderung melihat segala sesuatu dari diri orang tersebut dengan positif sebaliknya jika kita tidak menyuaki seseorang maka kita akan meliaht segala sesuatu dari orang tersebut secara negatif.

Situasi tersebut sangat penting bagi terciptanya komunikasi interpersonal yang efektif, sebab semakin positif sikap kita terhadap lawan bicara kita maka mekin efektif pula kegiatan komunikasi yang kita lakukan dengan orang tersebut.

Published in: on February 14, 2011 at 8:30 am  Leave a Comment  

SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL

A. PERSEPSI INTERPERSONAL

Perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal yaitu

1.      pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik

2.      dalam menanggapi objek hanya sifat-sifat luar

3.      objek tidak berekasi

4.      objek relatif tetap, manusia berubah-ubah

Faktor-faktor situasional pada persepsi interpersonal :

Ø  Deskripsi verbal

Ø  Petunjuk proksemik

Ø  Petunjuk Kinesik

Ø  Petunjuk Wajah

Ø  Petunjuk paralinguistik

Ø  Petunjuk artifaktual

Faktor Personal pada persepsi interpersonal :

1.      Pengalaman

2.      Motivasi

3.      Kepribadian

Proses Pembentukan Kesan :

1. Steorotyping

2.      Implicit personality theory

3.      Atribusi

 

B. KONSEP DIRI

Definisi menurut Wiiliam D. Brooks adalah those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan diri kita bisa bersofat psikologi, sosial dan fisis.

Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri :

Ø  Orang lain

Ø  Kelompok rujukan

 

Konsep Diri Negatif Konsep Diri Positif
1.      peka pada kritik

 

2.      responsif sekali terhadap pujian

3.      hiperkritis

4.      cenderung merasa tidak disenangi orang lain

5.      bersikap pesimistis terhjadap kompetisi

1.         yakin akan kemampuan mengatasi masalah

2.         merasa setara dengan orang lain

3.         menerima pujian tanpa rasa malu

4.         sadar setiap keinginan dan perilaku tidak selalu disetujui masyarakat

5.         mampu memperbaiki diri

Published in: on February 14, 2011 at 8:28 am  Leave a Comment  

KOMUNIKASI INTRA PERSONAL

Dalam komunikasi pesan diberi makna berbeda oleh orang  yang berbeda sedang kata-kata tidaklah mempunyai makna.

A. Sensasi

Sensasi dari kata sense artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera (Benyamin B. Wolman)

B. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Hubungan sensasi dan pesrsepsi adalah sensasi merupakan bagian persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi, motivasi dan memori (Desiderato)

Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi :

1.      Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen). Faktor Eksternal yang mempengaruhi : gerakan, iintensitas, kebaruan dan perulangan. Sementara faktor internal penaruh perhatian adalah faktor biologis, sosiopsikologis dan sosiogenis

2.      Faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain  sebagai disebut faktor personal

3.      Faktor struktural berasal dari sufat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu

 

C. Memori

Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Adapun proses memori adalah perekaman, penyimpanan dan pemanggilan

 

D. Berpikir

Dimana berpikir ini dilakukan adalah untuk memhami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru. Sehingga Anita Taylor mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan.

Macam berpikir :

1.      Berpikir deduktif  yaitu mengambil kesimpulan dari hal umum ke khusus

2.      Berpikir induktif yaitu dari hal khusus menuju kesimpulan umum

3.      Berpikir evaluatif yaitu berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir ini, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan

Proses Berpikir Kreatif :

1.      orientasi

2.      preparasi

3.      inkubasi

4.      iluminasi

5.      verifikasi

Tanda Orang Berpikir  Kreatif :

Ø  Kemampuan kognitif

Ø  Sikap yang terbuka

Ø  Sikap yang bebas, otonom dan percaya pada diri sendiri

Published in: on February 14, 2011 at 8:27 am  Leave a Comment  

KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL

A. KOMUNIKASI VERBAL

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Simbol verbal bahasa merupakan pencapaian manusia yang paling impresif. Saat ini terdapat 10.000 bahasa dan dialek digunakan seluruh manusia di dunia. Setiap bahasa memiliki aturan-aturan :

1.      fonologi yaitu cara bagaimana suara dikombinasikan untuk membentuk kata

2.      sintaksis yaitu cara bagaimana kata dikombinasikan hingga membentuk kalimat

3.      semantik yaitu arti kata

4.      pragmatis yaitu bagaimana cara bahasa digunakan

 

Bagaimana Kemampuan Berbahasa Muncul

Ada dua teori yang menjelaskan hal ini yaitu teori belajar dari behaviorisme dan teori nativisme dari Noam Chomsky.

Menurut teori belajar anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses : asosiasi yaitu melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu, imitasi yaitu menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengar dan peneguhan yang merupakan ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata itu dengan benar.

Menurut Chomsky, teori belajar di atas tidak dapat menjelaskan fenomena belajar bahasa. Menurutnya, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa jarena adanya pengetahuan bawaan yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita. Ini disebut LAD (language Acquisition Device). LAD tidak mengandung kata, arti atau gagasan, tetapi hanyalah suatu sistem yang memungkinkan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. Walaupun bentuk luar bahasa di dunia ini berbeda-beda, bahasa-bahasa itu memiliki kesamaan dalam struktur pokok yang mendasarinya. Dia menyebut sebagai linguistic universal

 

Bahasa menampilkan elemn-elemn di dunia secara simbolis, ada yang kongkret dan ada yang abstrak. Ada keterkaitan yang erat antara bahasa dan realitas. Menurut teori principle of linguistic relativity bahasa menyebabkan kita memandang realitas sosial dengan cara tertentu. Salah satu teori terkenal adalah teori Whorf. Yaitu menyatakan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa, karena bahasa berbeda, maka pandangan kita tentang dunia pun berbeda. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diprogram oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, amsyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.

Whorf juga menjelaskan, kategori gramatikal suatu bahasa menunjukkan kategori kognitif daro pemakai bahasa itu. Artinya, kita memebrikan makna kepada apa yang kita lihat, yang kita dengar atau yang kita rasa sesuai dengan kategori-kategori yang ada dalam bahasa kita.

Dalam menyajikan realitas, bahasa mempunyai tiga keterbatasan :

1.      prinsip non-identfy (A is not A)

2.      prinsip non-allness (A is not all A)

3.      prinsip self reflexitveness


B. KOMUNIKASI NONVERBAL

Ray Birdwhistell mengatakan hanya 30-35 % komunikasi manusia dilangsungkan melalui kata-kata (verbal) dan selebihnya dengan cara-cara nonverbal, Dale Leathers menyebutkan enam alasan penting dari pesan nonverbal yaitu :

1.      Faktor nonverbal sangat menetukan makna dalam KAP

2.      Lebih cermat dalam penyampaian perasaan dan emosi

3.      Relatif bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan

4.      Mempunyai fungsi metakomunikatif untuk komunikasi berkualitas tinggi

5.      Lebih efesien dibanding verbal

6.      Merupakan saran sugesti yang paling tepat

 

Fungsi Pesan Nonverbal menurut Mark L. Knapp :

1.      repetisi

2.      substitusi

3.      komplemen

4.      kontradiksi

5.      aksentuasi

Klasisfikasi Pesan Nonverbal :

1.      paralanguage : bentuk vokalik dan tertulis

2.      appearence

3.      gestura

4.      haptik atau sentuhan

5.      proksemik

6.      kronemik

Published in: on February 14, 2011 at 8:27 am  Leave a Comment  

RUANG LINGKUP KOMUNIAKASI

Psikologi komunikasi berkaitan dengan bagaimana mencapai komunikasi yang efektif dalam interaksi manusia. Untuk itu maka memahami manusia memang menjadi kemutlakan jika kita ingin berhasil/efektif dalam berkomunikasi dengan manusia lain.

A.    karakteristik Komunikasi

1.      Ciri khas proses komunikasi :

a.       Komunikasi itu proses yang dinamis

b.      Komunikasi itu tak bisa diulang atau diubah

2.      Fungsi Komunikasi

a.       Memahami diri sendiri dan orang lain

b.      Memapankan hubungan yang bermakna

c.       Mengubah sikap perilaku

3.      Lima Aksioma Komunikasi

a.         Aksioma satu : Anda tidak dapat tidak berkomunikasi

b.         Aksioma dua : Setiap interaksi memiliki dimensi isi dan hubungan

c.         Aksioma tiga : Setiap interaksi diartikan oleh bagaimana para pelaku interaksi menjelaskan kejadian

d.        Aksioma empat : Pesan itu bersifat digital dan analog

e.         Aksioma lima : Pertukaran komunikasi bersifat simetrik dan komplementer

EMPAT TEORI PSIKOLOGI TENTANG MANUSIA

Karena psikologi komunikasi berkaitan dengan bagaimana mencapai komunikasi yang efektif dalam interaksi manusia maka menjadi penting untuk diketahui tentang manusia itu sendiri. Setiap manusia mengandung misteri kehidupannya masing-masing. Untuk itu, keempat teori psikologi tentang manusia menjadi penting.

a. Psikoanalisis

Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis memfokuskan perhatian kepada totalias kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah. Menurutnya, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia –pusat instink (hawa nafsu) yaitu :

1.    libido yaitu instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif (bhs. lain eros yaitu tidak sekadar dorongan seksual tapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan seperti kasih ibu, pemujaan pada Tuhan dan cinta diri)

2.    thanatos yaitu instink destruktif dan agresif

Ego adalah jembatan tuntutan Id dengan realitas dunia luar, sebagai mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Sementara superego adalah hati nurani yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.

b. Behaviorisme

Lahir sebagai reaksi terhadap instropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis. Behaviorisme hanya ingin menganalisa perilaku  yang tampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Karenanya sering disebut sebagai teori Belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Ia tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, tapi hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dari sini muncul istilah homo mechanicus.

c. Kognitivisme

Disini muncul paradigma baru bahwa manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan tapi sebagai makhluk selalu memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens). Sebagai contoh, apakah penginderaan kita melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.

Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran Gestalt, manusia tidak memberikan respon kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan.

d. Humanisme

Dari teori sebelumnya baik behaviorisme yang menyatakan manusia hanyalah mensin yang dibentuk oleh lingkungan dan psikoanalisis yang menyatakan manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya, keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak menjelaskan  aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreatifitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik.

Psikologi Humanisme ini mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) tetapi lebih banyak menhambil dari fenomonologi dan eksistensialisme. Hal lain yang membedakan adalah perhatian terhadap makna kehidupan. Manusia bukan saja seorang pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga pencari makna.

 

Faktor-Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

1.    Faktor biologis

2.    Faktor sosiopsikologis

3.    Motif sosiogenis seperti motif ingin tahu, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas, kebutuhan akan nilai,  kedambaan dan makna kehidupan dan terakhir motif akan pemenuhan diri

4.    Sikap

5.    Emosi

6.    Kepercayaan

7.    Kebiasaan

8.    Kemauan

Faktor-Faktor Situasional Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

1.      Faktor ekologis

2.      Faktor rancangan dan arsitektural

3.      Faktor temporal

4.      Suasana perilaku

5.      Teknologi

6.      Faktor-faktor sosial

7.      Lingkungan psikososial

8.      Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

Published in: on February 14, 2011 at 8:25 am  Leave a Comment  

FILSAFAT ISLAM

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.

Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dbahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

Antara Ibn Taimiyyah dan Al-Ghazali

Berbeda dengan Ibn Taimiyyah, Al-Ghazali mempelajari dan mendalami filsafat adalah untuk menyingkap kebenaran-kebenaran yang mungkin akan ditemukan didalamnya, yang mana dalam hal ini ia berpedoman, bahwa keraguan adalah sarana untuk sampai pada keyakinan. Setelah mendalami filsafat ia mendapatkan kesalahan-kesalahan yang banyak dilakukan oleh para filosof, maka kemudian ia mencoba untuk keluar dari filsafat dan kembali kepada agama serta menenggelamkan dirinya dalam dunia kesufian untuk selanjutnya menggunakan pengetahuannya tentang filsafat untuk menyingkap kesesatan-kesesatan para filosof dalam karyanya “Tahâfut Al-Falâsifah”. Akan tetapi pada kenyataannya Al-Ghazali tidak bisa benar-benar lepas dari filsafat, dimana dalam jiwanya masih tersisa pengaruh filsafat, karena ketika ia memutuskan untuk meninggalkan filsafat, pikirannya sudah terbentuk kedalam pola pemikiran filsafat, bahkan kemudian ia mengambil salah satu cabang filsafat sebagai bahan kajian utamanya, yaitu ilmu mantiq yang menurutnya merupakan salah satu unsur dasar dalam mempelajari Ushul Fiqh, ia meyakini bahwa tidak mungkin memahami suatu keilmuan secara sempurna kecuali dengan ilmu mantiq.

 

Kritik Ibn Taimiyyah terhadap Al-Ghazali tentang kejadian jisim dan alam

Ketika Al-Ghazali menjelaskan tentang kesalahan kaum filosof tentang pengingkaran Wujud Yang Pertama sebagai jisim, dikarenakan mereka mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang kadangkala mengharuskan penggabungan antara dua hal yang bertentangan, atau kadangkala membuang keduanya, maka disini Ibn Taimiyyah mengkritik dalil-dalil yang digunakan Al-Ghazali dan pengikutnya yang hanya memasukkan sedikit saja dalil-dalil Qur’an dalam penjelasannya, ia menganggap Al-Ghazali dan pengikutnya seolah-olah tidak mengetahui atau mengabaikan dalil-dalil Qur’an yang dianggapnya lebih cocok untuk diterapkan. Sebagaimana dalam masalah kejadian alam dimana Al-Ghazali dan pengikutnya hanya memfokuskan kritikannya pada dua ungkapan kaum filosof:

1. Ungkapan tentang hal lebih dulunya alam (Qidam Al-‘Alam), dimana menurut para filosof apabila hal ini muncul dari adanya sebab yang mewajibkannya, maka akibat harus bergandengan dengan sebabnya dalam hal kekekalan dan keabadiannya.

2. Ungkapan bahwa perkara yang dikerjakan munculnya dibelakang penciptanya, dan bahwa pencipta tidak boleh selalu bersabda dan berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya.

Kemudian Ibn Taimiyyah membeberkan bahwa dalam pandangannya Al-Ghazali dan pengikutnya mengabaikan ungkapan yang benar yang telah disepakati oleh ulama salaf, bahwa akibat datangnya selalu mengiringi Sang Maha Penyebab, dimana apabila ia berkehendak mencipta sesuatu, maka sesuatu itu akan muncul mengiringi penciptaan itu, sebagaimana sabda-Nya: إنما أمره إذا أراد شيئا أن يقول له كن فيكون “Sesungguhnya perintahnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya ‘jadilah’ maka terjadilah ia” Dan inilah yang menurut Ibn Taimiyyah bisa dicerna oleh akal, yang menurutnya hanya boleh menerima hal-hal yang sederhana dan pasti (badihi), sebagaimana jatuhnya talak beriringan dengan pentalakan dan datangnya kebebasan beriringan dengan pembebasan. Maka yang Allah SWT inginkan akan terwujud dan yang tidak ia kehendaki tak akan pernah ada. Sudut pandang lain Ibn Taimiyyah terhadap filsafat

Kita semua hampir sepakat bahwa Ibn Taimiyyah merupakan sosok ulama yang menentang filsafat dengan keras, juga terhadap segala pemikiran keagamaan yang dibumbui oleh campur tangan akal. Akan tetapi kalau kita menelusuri lebih jauh sosok ini, kita akan menemukan warna yang berbeda dalam pendapatnya, warna yang menurut penulis menunjukkan kapasitas kaulamaannya secara murni tanpa dipengaruhi oleh gejala politik dan sosio-kultural yang berkecamuk pada zamannya, hal ini terungkap ketika ia menjelaskan tentang kemungkinan masuknya akal pada kehidupan agama dalam menjelaskan makna ayat-ayat Allah SWT, dengan batasan tidak untuk mengurai Dzat Allah SWT. Coba kita simak ungkapannya berikut ini:

“Adapun pengetahuan tentang makna ayat-ayat yang disampaikan Allah SWT selagi tidak dalam lingkup ketuhanan-Nya, maka pemikiran dan perkiraan bisa masuk kedalamnya, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur’an. Karena itulah, banyak dari ahli ibadah dan kaum sufi yang menganjurkan untuk melanggengkan dzikir dan menjadikannya sebagai pintu untuk sampai kepada kebenaran, hal ini akan lebih bagus apabila digabungkan dengan bertadabbur atas kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan banyak juga dari para pemikir dan ahli kalam yang menganjurkan untuk selalu berpikir dan merenung sebagai jalan untuk mengetahui kebenaran. Kedua metode ini mempunyai sisi kebenaran masing-masing, akan tetapi masih membutuhkan kebenaran yang terdapat pada yang lainnya, dan keduanya harus dibersihkan dari kesesatan-kesesatan yang mungkin masuk dalam keduanya dengan cara mengikuti apa yang telah disampaikan oleh Allah SWT dan para Rasul-Nya.”

Dalam lembaran lainnya Ibn Taimiyyah kembali membuktikan kapasitasnya sebagai seorang mujaddid dengan membagi ilmu dalam dua golongan:

1. Ilmu yang didapat dari akal. Seperti matematika, kedokteran, perdagangan dan sebagainya, yang selanjutnya ia mengatakan bahwa ilmu filsafat yang berupa mantiq, ilmu alam dan astronomi yang berasal dari India dan Yunani beserta ilmu-ilmu lain dari Romawi dan Persia, ketika masuk dalam dunia Islam, orang-orang Islam mengoreksi, memperbaiki dan menyempurnakannya dengan berbekal kekuatan akal dan kefasihan bahasanya. Maka menurutnya ilmu-ilmu ini dalam tangan kaum muslim menjadi lebih sempurna, lebih mencakup dan lebih gamblang, walaupun selanjutnya ia mengecualikan permainan akal dalam masalah agama, khususnya dalam masalah ketuhanan. 2. Ilmu yang dihasilkan dari petunjuk para Nabi dan Utusan.

Telaah Mantiq Ibn Taimiyyah

Ibn Taimiyyah mendapatkan pengetahuan tentang mantiq dengan mempelajari mantiq Aristoteles (322-384 SM) dimana sebagian besar ulama muslim berkiblat kepadanya, sebagaimana ia mempelajari filsafat, iapun mempelajari mantiq untuk mencari titik kelemahan dari ilmu ini, dan setelah ia merasa cukup ia pun mulai memberontak terhadap ilmu yang dianggapnya sebagai ilmu orang-orang murtad ini, ia menggerakkan masyarakat disekitarnya untuk menentang keberadaan ilmu ini dalam dunia Islam, dengan menjelaskan bahwa mantiq merupakan barang asing bagi ranah pemikiran Islam, dan untuk membuktikan kebenaran ajaran Islam tidak membutuhkan ilmu ini. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa mantiq sama sekali tidak dapat digunakan sebagai timbangan kebenaran sebagaimana selama ini didengungkan oleh kaum filosof, karena menurutnya mantiq hanyalah berisi khayalan dan angan-angan.

Tidak cukup sampai disini, ia mengungkapkan bahwa sebenarnya para fuqaha sebelum masa Al-Ghazali memandang mantiq dengan pandangan kebencian dan penuh waspada terhadapnya dengan tujuan untuk menjaga ilmu Islam. Al-Ghazali lah yang menurutnya sebagai orang pertama yang menyatakan keharusan mengambil mantiq untuk menyempurnakan ilmu-ilmu keislaman. Ia kemudian mengkutip ungkapan Ibn Sholah yang menuturkan kesesatan ilmu mantiq: “Mantiq adalah pengantar filsafat, dan pengantar kesesatan adalah sesat, dan bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya bukanlah perkara yang diperbolehkan oleh Pembuat Syari’at, dan tidak ada satupun dari para Sahabat, Tabi’in, dan Imam Mujtahid yang memperbolehkanya, sebagaimana pula para Ulama Salaf dan pengikutnya”

Selanjutnya Ibn Taimiyyah mengkritik pengunaan istilah-istilah filsafat dan mantiq dalam khazanah keilmuan Islam: “ Sesungguhnya ini ( mantiq) merupakan suatu bentuk pengingkaran yang buruk dan model baru dari kebodohan. Dan pada dasarnya hukum syari’at tidak membutuhkan mantiq, apa yang disangka pakar mantiq tentang mantiq sebagai penentu dan burhan hanyalah gelembung-gelembung yang diberikan Allah SWT. kepada setiap jiwa yang sehat, lebih-lebih dalam penggunaannya sebagai teori ilmu-ilmu syari’at. Karena ilmu syari’at telah sempurna dan para ulama sudah mendalami kebenarannya dengan sedetail-detailnya sehingga tidak dibutuhkan lagi ilmu mantiq ataupun filsafat beserta para filosofnya. Dan barang siapa yang menganggap bahwa ia mendalami mantiq dan filsafat dengan harapan mendapatkan manfaat dari keduanya, maka sesungguhnya ia telah tertipu oleh syetan.”

Ibn Taimiyyah juga menyerang mantiq dari segi ketidakmanfaatan ilmu ini, ia mengungkapkan bahwa tidak ada gunanya bagi seseorang mempelajari ilmu ini, baik itu secara keilmuan maupun teori, dengan dalih tidak ditemukannya satupun dari penduduk bumi yang berhasil menciptakan suatu ilmu dan menjadi pemuka didalamnya dengan berbekal ilmu mantiq, baik ilmu agama maupun lainnya. Dokter, Arsitek, Penulis, Ahli Statistik dan lainnya menurutnya mendalami keilmuannya dan mengeluarkan produknya tanpa pertolongan mantiq, sebelum mantiq datang pun para ulama Islam telah berhasil menyusun ilmu-ilmu nahwu, arudh, dan fiqh beserta ushulnya.

Tidak cukup dengan ini, Ibn Taimiyyah meneruskan serangannya pada ide dasar keilmuan ini yang bersumber pada pembagian ilmu menjadi tashawwur(visualisasi) dan tashdiq(legalisasi) dimana jalan untuk mendapatkan tashawwur adalah dengan had (definisi) dan jalan untuk mendapatkan tashdiq adalah dengan qiyas(analogi), juga tentang kalam yang terbagi menjadi empat tingkatan: dua tingkatan salbiah (negatif) dan dua tingkatan mujabah (positif), semua pembagian ini dianggap Ibn Taimiyyah sebagai suatu betuk kebohongan dan kebodohan baik dalam penafian maupun penetapannya, maka selanjutnya ia mengingkari segala kebenaran yang diperoleh dengan sylogisme mantiq dan analogi mantiq.

Published in: on February 14, 2011 at 8:19 am  Comments (2)  

HUBUNGAN INTERPERSONAL DALAM HUMAN RELATION

Hakikat dari hubungan interpersonal adalah bahwa ketika berkomunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Jadi, kita bukan sekedar menentukan content tetapi juga relationship. Pandangan ini merupakan hal baru dan untuk menunjukkan hubungan pesan komunikan ini disebut sebagai metakomunikasi.

Dalam hal ini berarti bahwa studi komunikasi interpersonal bergeser dari isi pesan kepada aspek relasional. Aspek relasional inilah yang menjadi unit analisis dari komunikasi interpersonal. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya sehingga makin efektif komunikasi itu berlangsung.

Hubungan interpersonal terbentuk ketika proses pengolahan pesan, (baik verbal maupun nonverbal) secara timbal balik terjadi dan hal ini dinamakan komunikasi interpersonal. Ketika hubungan interpersonal interpersonal tumbuh, terjadi pula kesepakatan tentang aturan berkomunikasi antara para partisipan yang terlibat.

Hubungan interpersonal dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor:

1.        Jumlah individu yang terlibat yaitu hubungan diad dan hubungan triad. Hubungan diad adalah hubungan antara dua individu. William Wimot mengemukakan ciri-ciri hubungan interpersonal diad, antara lain adanya tujuan khusus, adanya fungsi yang berbeda, memiliki pola komunikasi yang khas. Hubungan triad adalah hubungan interpersonal antara tiga orang. Dibandingkan dengan hubungan diad, hubungan ini lebih kompleks, tingkat keintiman rendah dan keputusan yang diambil berdasarkan voting.

2.        Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, adalah hubungan tugas (task relationship) dan hubungan sosial (social relationship).

3.        Berdasarkan jangka waktu: hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang.

Berdasarkan tingkat kedalaman/keintiman: hubungan akrab/intim.

Published in: on February 14, 2011 at 8:11 am  Leave a Comment